25 C
Jakarta

Koperasi Instrumen Tepat Pemerataan Ekonomi

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM–  Koperasi dinilai sebagai instrumen paling efektif untuk pemerataan ekonomi. Baik dalam hal distribusi pendapatan maupun distribusi kekayaan.

Hal itu disampaikan Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) Suroto di Jakarta, Selasa kemarin (4/7).

“Koperasi sebagai konsep keadilan ekonomi sebetulnya bisa jadi instrumen yang efektif yang selesaikan masalah kesenjangan struktural ini,” katanya.

Ia menambahkan, kondisi yang terjadi di Indonesia saat ini sudah ultra diametral dimana setiap pertumbuhan yang terjadi bahkan berkontribusi negatif terhadap pemerataan.

“Ini jelas ada yang salah dalam strategi, bahkan secara ideologis pasti menyimpang dari dasar idiil Pancasila dan konstitusi kita,” katanya.

Ia mencatat saat ini Rasio Gini Indonesia masih bertengger di angka 0,40 dan akumulasi kekayaan dari segelintir elit kaya masih sangat besar.

“Jumlah penduduk kita yang hanya 0,02 persen kuasai total kue ekonomi kita hingga 25 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB). Sebanyak 1 persen penduduk menguasai asset nasional kita hingga 52,3 persen sesuai data World Bank, 2016,” tambahnya.

Kalau pemerintah mau serius, kata dia, melalui instrumen koperasi maka masyarakat bukan hanya akan mendapatkan keadilan pendapatan, tapi juga memberikan masyarakat kecil untuk mengkreasi kekayaan.

Dalam istilah ekonomi disebut “economic patron refund”, kata dia, karena dalam konsep koperasi ada sistem bahwa transaksi ekonomi itu akan kembali nilai tambahnya ke masyarakat secara distributif.

“Kemiskinan dan pengangguran dengan sendirinya juga akan menurun kalau kita dapat mengefektifkan koperasi,” katanya.

Ia mencontohkan negara-negara Skandinavia seperti Denmark, Swiss, Swedia, Norwegia, dan Finlandia, bisa menjadi negara yang ekonominya relatif stabil dan menjadi tingkat kesejahteraanya merata karena kontribusi koperasi yang besar terhadap perekonomian mereka.

Menurut dia, ekonomi harus tumbuh, tapi kemiskinan mesti turun, distribusi pendapatan harus semakin merata, daya beli masyarakat di bagian bawah musti terkatrol naik. “Bukan sebaliknya seperti sekarang ini,” katanya.

Oleh karena itu, ia menyarankan agar dalam koordinasi program jangka pendek dan efektif saat ini, pemerintah sebaiknya lakukan reforma agraria dalam bentuk kesatuan kolektif koperasi. “Jangan hanya terkesan bagi-bagi tanah saja. Ini mesti dirombak total,” katanya.

Dalam konsep yang lain, ia menambahkan, pemerintah bisa mewajibkan kepada semua perusahaan BUMN dan konglomerasi swasta yang selama ini menerima banyak manfaat kebijakan pemerintah untuk berkontribusi dalam bentuk penyerahan saham kepada masyarakat minimal 20 persen.

“Kalau perlu, pemerintah buat Koperasi Publik. Separuhnya dimiliki pemerintah dan separuhnya lagi oleh koperasi dan anggota koperasi. Ini terutama untuk salurkan bahan pokok yang selama ini  dinikmati monopolinya oleh konglomerat,” katanya.

Selain itu, reformasi total koperasi yang sudah didengungkan oleh Kementerian Koperasi dan UKM juga harus dilakukan secara lebih serius. Rehabilitasi, reorientasinya koperasi harus dijalankan dengan target yang jelas, kata Suroto.

“Indikatornya pertumbuhan jumlah koperasi menurun, jumlah anggota naik tapi jumlah transaksi ekonomi anggota koperasi meningkat. Harus meningkat signifikan,” ujarnya.

UU Perkoperasian pasca-dibatalkan Mahkamah Konstitusi juga harus segera didorong secepatnya.

“Buat koperasi sebagai pilihan masyarakat untuk berbisnis, jangan hanya untuk kegiatan arisan atau simpan pinjam seperti saat ini. Jadi syarat untuk dirikan koperasi jangan dua puluh orang tapi tiga orang saja cukup,” katanya. (Agus Yuliawan)

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!