“Saat ini faktor yang dominan dalam membentuk karakter adalah pengaruh media cetak maupun elektronik,” demikian ujar Ubaidilah Komisioner Komisi Penyiaran Islam (KPI) kepada redaksi Menara62.com pada Jumat (6/01/2017).
Menurutnya, faktor pembentuk karakter anak dipengaruhi oleh lingkungan, yang mencakup keluarga, sekolah/pendidikan, dan masyarakat luas. Itulah sebabnya, jika terjadi kasus seorang anak yang melanggar norma-normal moral (agama dan adat), seperti tawuran antarpelajar, seks bebas, dan pencurian/perampokan, perlu dilakukan evaluasi secara menyeluruh, yang umumnya hanya melimpahkan itu kepada peran keluarga, sekolah, dan masyarakat luas.
Namun, media sering diabaikan. “Padahal, tayangan media televisi, misalnya, memberikan efek besar terhadap perkembangan dan perilaku keseharian, terutama bagi anak ,” jelas lulusan S2 Program Studi Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup di Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta ini, “nah, media sering abai faktor pembentukan karakter anak ini. Tidak semua program memang, tetapi bisa dikatakan ada beberapa program anak di televisi yang terindikasi mengarah ke sana.”
Setiap adegan, lanjut Ubaidillah, yang ditampilkan di layar kaca sering menjadi pemicu—baik langsung maupun tidak—seorang anak melakukan tindakan-tindakan yang tidak etis, amoral, dan bahkan berujung pada kriminalitas
Karena itu, pertanggungjawaban moral-hukum materi siaran televisi sesungguhnya sangat berat dan perlu terus diawasi secara ketat, tidak hanya dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), tetapi juga atas aspirasi masyarakat luas.
Materi siaran yang ditayangkan televisi wajib ramah anak, berdasarkan amanah UU Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 Pasal 36 Ayat (1), yaitu mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia.
“Aturan tersebut merupakan prinsip umum pelaksanaan siaran yang ironisnya sering ditabrak sebagian penyelenggara televisi. Tayangan televisi, meski mungkin dalam kadar pelanggaran ringan untuk konteks kepentingan anak, perlu diantisipasi dan diperhatikan secara serius,” pungkasnya.