BOGOR, MENARA62.COM – Sistem produksi pangan pada sebagian besar negara di dunia saat ini masih berorientasi pada penekanan biaya produksi yang rendah. Akibat teknik produksi yang tidak berkelanjutan tersebut akhirnya menimbulkan dampak buruk bagi bumi.
Karenanya, Belanda mencoba mengubah paradigma tersebut dengan fokus pada pengurangan penggunaan bahan mentah melalui peningkatan efisiensi produksi dalam siklus pangan (circular agriculture).
“Sektor pertanian Belanda selalu mengedepankan proses produksi pangan yang efisien. Hal ini penting sebagai langkah awal dalam mengembangkan penggunaan bahan mentah yang berkelanjutan untuk mencapai circular agriculture,” kata Wakil Menteri Pertanian, Alam dan Kualitas Pangan Belanda, Jan Kees Goet saat berkunjung ke kampus IPB Bogor, Rabu (12/3/2020).
Untuk merealisasikan circular agriculture tersebut, setidaknya ada tiga poin utama yang perlu digarisbahawi. Pertama posisi ekonomi dari produsen pangan dalam supply chain harus mendukung mereka untuk mendapatkan pendapatan yang memadai, mendukung inovasi, serta memiliki iklim bisnis yang sehat.
Kedua, konsumen pangan dan industri catering harus belajar untuk lebih mengapresiasi pangan. Limbah pangan harus dikurangi dengan cara mengurangi jarak antara produsen dengan konsumen produk pangan.
Baca Juga: Raja dan Ratu Belanda Kunjungi UGM
Dan poin ketiga adalah bahwa Belanda harus tetap menjadi leader dalam inovasi di bidang produksi pangan baik secara nasional maupun di pasar pangan global. Dengan begitu, Belanda dapat menjadi contoh bagi negara-negara lain dalam proses produksi pangan yang efisien serta mengurangi kerusakan ekosistem (air, tanah, udara).
Diakui Goet, sektor pertanian, hortikultura, dan perikanan dalam membangun perekonomian sangat berkaitan dengan berbagai sektor lainnya yang berkontribusi pada perekonomian seperti bank, eksportir, perusahaan dagang, serta berbagai perusahaan yang memproses bahan mentah menjadi produk jadi yang siap dikonsumsi di tiap lapisan masyarakat mulai dari hotel-hotel besar hingga rumah tangga. Sektor-sektor ini memiliki karakteristik model bisnis yang menekankan pada biaya produksi yang serendah mungkin dengan jumlah produksi yang tinggi.
Dampak yang ditimbulkan dari model bisnis ini lanjut Goet adalah masalah bagi lingkungan hidup. Masyarakat umumnya tidak mengetahui mengenai asal muasal produk pangan yang mereka konsumsi, sementara petani yang tidak merasa diri mereka diapresiasi oleh pasar dengan nilai jual yang tinggi pada akhirnya menggunakan teknik produksi yang tidak berkelanjutan selama hal tersebut dapat menekan biaya produksi
Menurut Goet, sektor pangan dan pertanian Belanda sangat bergantung pada impor bahan mentah dan komoditas lain dari berbagai belahan dunia. Masalahnya, sumber daya ini tidak selalu diproduksi dengan sistem yang berkelanjutan.
“Di saat yang bersamaan, ada banyak limbah yang timbul dari rantai produksi pangan mulai dari proses awal produksi hingga sampah yang timbul dari rumah tangga. Penghancuran limbah ini memakan banyak biaya, walaupun sebenarnya ada cara untuk memanfaatkan kembali limbah tersebut dalam siklus pangan,” jelas Goet.
Konsumen yang mengetahui proses produksi pangan, jelas Goet akan lebih menghargai produsen dan produk pangan, serta dapat berkontribusi pada pengurangan limbah dan memberikan kontribusi harga yang lebih adil pagi produsen. Rantai pasok (supply chain) yang lebih singkat akan mendekatkan konsumen dan produsen serta membawa perubahan yang lebih baik bagi lingkungan hidup.
Baca Juga: Kolaborasi Riset Indonesia dan Belanda Terus Diperkuat
Hal ini penting dalam menciptakan sistem pertanian yang berkelanjutan di Belanda, dengan kerjasama dari semua pihak yang terlibat dalam sektor tersebut.
Terkait hal ini, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), telah menerbitkan Sustainable Development Goals (SDGs) yang bertujuan untuk menyelesaikan permasalah pembangunan berkelanjutan ini secara fundamental. Dan Belanda telah memberikan kontribusinya dalam membuat SDGs dan proses implementasinya untuk pembangunan yang berkelanjutan.
“Proses pertanian, hortikultura, dan perikanan Belanda berusaha menekankan implementasi SDGs melalui kewirausahaan yang sudah mapan, pengalaman Belanda dengan produksi menggunakan teknologi yang efisien, serta riset yang telah dilakukan secara terus menerus di berbagai institusi pendidikan tinggi Belanda,” tukas Goet.
Berbagai perusahaan dan organisasi Belanda dalam sektor pertanian telah berkomitmen dalam implementasi Climate Agreement yang memiliki tujuan untuk mengurangi emisi gas karbon dioksida (CO2) hingga tidak lebih dari 3,5 megaton pada tahun 2030.
Belanda sendiri merupakan negara dengan produksi pangan terbesar kedua di dunia, yang sangat bergantung pada sektor pertanian, hortikultura, dan perikanan dalam membangun perekonomiannya.
Terkait kunjungan ke kampus IPB, Goet tidak hanya melakukan talkshow dan menjawab berbagai pertanyaan dari mahasiswa. Goet didampingi Rektor IPB Prof. Dr. Arif Satria juga berkesempatan mengunjungi kebun jambu, rumah kaca, dan area pengemasan setelah sebelumnya menyaksikan penanaman pohon yang dilakukan oleh Komunitas Gerakan Tanam Pohon yang berkolaborasi dengan Holland Alumni Network di Indonesia.
Goet berharap ke depan alumni Belanda di Indonesia dapat menanam lebih dari 16.000 pohon mengingat jumlah alumni Belanda di Indonesia terus berkembang, rata-rata bertambah 500 orang setiap tahunnya.