32.9 C
Jakarta

Literasi Masih Rendah, Kemendikbudristek Tingkatkan Akses Buku Bacaan Bermutu bagi Anak

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Merdeka Belajar (MB) episode ke-23 merupakan kebijakan yang diterbitkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa). Tujuannya adalah untuk meningkatkan minat baca bagi generasi muda melalui penyediaan buku bacaan yang bermutu.

Program ini berfokus pada distribusi atau pengiriman buku bacaan bermutu untuk jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) serta Sekolah Dasar (SD). Selain itu, program Medeka Belajar ke-23 juga disertai dengan pelatihan bagi para guru agar guru dapat memotivasi dan meningkatkan keinginan para siswa untuk belajar membaca.

Kepala Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra, Kemendikbudristek, Muh. Abdul Khak mengatakan bahwa terdapat dua hal pokok yang menjadi latar belakang diluncurkannya kebijakan Merdeka Belajar ke-23: Buku Bacaan Bermutu untuk Literasi Indonesia. Pertama yaitu melalui nilai Asesmen Nasional (AN) yang pada tahun 2021 menunjukkan bahwa tingkat literasi 1 dari 2 anak di Indonesia masih sangat rendah, dengan kata lain masih belum standar. Dengan kata lain sekitar 50 persen tingkat literasi anak masih rendah. Oleh karena itu, Kemendikbudristek perlu memberikan akses terhadap buku bacaan bermutu bagi anak-anak baik cetak maupun digital. Kedua, banyak buku yang di distribusikan ternyata tidak ramah anak.

“Kita tidak lagi berpikir bahwa buku yang dibaca anak itu buku yang baik menurut perspektif orang tua, tapi buku itu juga harus dicintai atau disenangi oleh anak,” ungkap Abdul Khak dalam webinar Silahturahmi Merdeka Belajar (SMB) yang mengusung tema “Buku Bacaan Bermutu untuk Literasi Indonesia” melalui YouTube Kemendikbud RI, pada Kamis (9/3).

Total buku yang didistribusikan sebanyak 15,3 juta eksemplar untuk lebih dari 6.000 Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan 14.000 Sekolah Dasar (SD). Mekanismenya, dilakukan dua kali pengiriman yang menyebar ke 470 kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. “Ketika buku sudah diterima, pihak sekolah diwajibkan memberi bukti terima dengan tanda tangan pihak sekolah yang menerima buku-buku tersebut,” jelas Abdul Khak.

Menyikapi kebijakan Kemendikbudristek dalam penyediaan buku bacaan bermutu, Konsultan atau Spesialis Literasi di Article 33, Sofie Dewayani, mengungkapkan bahwa program Merdeka Belajar ke-23 dinilai efektif untuk menunjukkan kepada masyarakat, kepala sekolah, guru dan tenaga pendidikan tentang buku seperti apa yang efektif dan diminati oleh anak-anak. “Faktanya di lapangan banyak sekolah yang belum mengetahui bahwa mereka memiliki kemerdekaan untuk memilih buku dan banyak sekolah yang belum mengetahui buku-buku seperti apa yang diminati oleh siswa,” ungkap Sofie.

Idealnya kata Sofie, minat baca itu tumbuh natural dalam lingkungan keluarga sedini mungkin, namun sayangnya, sebagian besar anak-anak di Indonesia tidak tumbuh di keluarga yang memiliki kebiasaan dalam membaca karena keterbatasan akses kepada buku maupun karena faktor lainnya. “Sehingga guru, kepala sekolah, tenaga pendidik literasi harus berupaya dalam penumbuhan minat baca kepada anak-anak yang sudah agak terlambat mengenal buku.

Guru-guru harus merencanakan kegiatan apa yang akan dilakukan agar siswa memiliki ketertarikan terhadap buku, seperti memillih buku yang tepat, menceritakan sinopsis kepada siswa dan berdiskusi mengenai suatu buku,” paparnya lebih lanjut. Sofie Dewayani meyakini bahwa Merdeka Belajar ke-23 akan menjadi langkah awal bagi sekolah untuk mulai mengembangkan koleksi bacaan di sekolah.

Berikutnya, Ketua Umum Forum Taman Bacaan Masyarakat, Opik yang menyampaikan praktik baik dalam menyelenggarakan Taman Bacaan Masyarakat (TBM). Ia menyebutkan bahwa pihaknya menyediakan layanan membaca, peminjaman buku gratis, serta layanan literasi berbasis enam kemampuan literasi dasar. Selain itu, ada pula kegiatan membaca nyaring, pelatihan menulis, kemudian pembimbingan pembuatan alih wahana. “Ada juga yang sudah mulai belajar membuat alih wahana, misal dari buku-buku cerita menjadi lagu, buku cerita menjadi film. Kemudian, ada juga teman-teman yang bergerak mencoba mendokumentasikan sejarah-sejarah kampungnya,” terangnya.

Lebih lanjut, Opik menjabarkan adanya kerja sama antara TMB yang ia pimpin dengan lembaga lain dalam hal pemanfaatan buku digital yang dilakukan oleh Sekolah Dasar. Opik juga menekankan bahwa prinsip utama TMB yang diselenggarakannya adalah berkolaborasi guna meningkatkan minat literasi anak bangsa. “Ke depan, praktik seperti ini akan terus kami kembangkan dalam rangka mendukung Merdeka Belajar Episode ke-23,” pungkasnya.

Dalam hal pemanfaatan buku-buku bantuan, Kepala SD Vim 3 Kotaraja, Kota Jayapura, Royke Tombokan turut menyampaikan bentuk dukungannya. Ia membentuk sebuah rumah baca yang bernama ‘Habis Gelap Terbitlah Terang’ serta mendirikan Parenting Club untuk membantu para orang tua murid meningkatkan minat literasi anak.

Selain itu, Royke menyebutkan bahwa SD Vim Kotaraja juga berkolaborasi dengan komunitas literasi mahasiswa FKIP Universitas Cendrawasih dan Balai Bahasa Provinsi Papua. “Saya sangat bersyukur Balai Bahasa ini sangat memberikan dukungan, terutama KKLP Literasi Balai Bahasa Provinsi Papua, mereka selalu mendorong saya dan sekolah saya untuk memanfaatkan buku-buku ini,” ujar Royke.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!