30.8 C
Jakarta

Lubang Jepang, Jejak Seni Perang Jenderal Watanabe

Baca Juga:

Sejarah mencatat Indonesia dijajah Jepang selama tiga setengah tahun. Selama itu, ternyata jejak Jepang sudah banyak meninggalkan tilas keberadaannya, yang salah satunya adalah Lubang Jepang di Bukittinggi, Sumatera Barat.

“Jalur-jalur gua bawah tanah ini digunakan Jepang pada tahun 1942-1945 sebagai tempat perlindungan, dan tempat ini dipersiapkan untuk perang Asia Timur Raya,” kata Nedi, seorang pemandu wisata lokal, seperti dilansir Antara, Ahad (28/5/2017).

Nedi melanjutkan, informasinya bahwa goa-goa tersebut baru ditemukan setahun setelah proklamasi kemerdekaan diikrarkan. Lobang Jepang terletak di Bukit Sianok, Kota Bukittinnggi, Sumatera Barat.

Dibangun oleh masyarakat Indonesia pada masa itu dengan sistem romusha (Romusha adalah panggilan bagi orang-orang Indonesia yang dipekerjakan secara paksa pada masa penjajahan Jepang di Indonesia dari tahun 1942 hingga 1945, Red) atau kerja paksa di bawah pimpinan Jepang Jenderal Watanabe.

“Jenderal itu Watanabe, namun tidak ada yang pernah menangkapnya, bahkan keberadaannya hingga kini hidup atau mati tidak ada yang tahu,” kata Nedi.

Lubang Jepang tidak diciptakan asal berada di bawah tanah, bukan lokasi persembunyian biasa. Namun jauh dari logika pada saat itu ternyata dibangun dengan ketelitian yang tinggi, seperti gabungan antara seni arsitek dengan seni pertempuran.

Pemilihan lokasi di Bukitinggi bukan karena kebetulan, melainkan karena jenis batuan dan tanah yang cocok untuk dijadikan pondasi jaringan jalur gua. Batuan mudah digali namun cepat mengeras karena faktor kelembaban, bahkan meski tidak dilapisi semen pengeras di dinding gua.

Pemandu lokal menjelaskan, gua-gua tersebut tidak akan roboh walau dibombardir dengan tembakan tank sekalipun, sebab ketebalan galian gua dan dinding gua lebih dari cukup sebagai benteng pertahanan.

Gua sepanjang 1,5 kilometer ini memiliki berbagai ruangan, mirip seperti kota bawah tanah yang memiliki berbagai ruang dan fungsinya seperti ruang pertemuan, ruang adminitrasi, penyimpanan senjata, dapur, toilet dan berbagai lorong pengintaian.

Penuh siasat

Peperangan dengan mengendap-endap dari bawah tanah nampaknya menjadi pilihan Jepang pada saat itu, karena secara fisik, badan prajurit Jepang kecil-kecil, bahkan tinggi lubang Jepang hanya sekitar 1,7 meter atapnya, kalau sekarang sudah mengalami renovasi dengan ditambah lebarnya.

Secara ilmu arsitek, pembangunan gua tersebut penuh ketelitian, mulai dari jalur sirkulasi udara yang terasa dingin dan udara yang mengalir, serta jalur-jalur evakuasi yang sudah dipersiapkan untuk melarikan diri apabila gua telah dikuasai musuh.

Lubang-lubang yang ada di sekitar bukit dan hutan terhubung dengan jalur gua digunakan untuk mengintai, selain itu, lubang sergap juga banyak dibangun untuk menangkap musuh yang melewati bukit-bukit tersebut untuk diseret ke dalam gua tanpa diketahui musuh lainnya.

Pembangunan goa persembunyian tersebut nampaknya, memang sejak awal direncanakan secara matang untuk peperangan. Secara beringas, menurut informasi dari pemandu wisata, Jepang menangkapi para tahanan di luar daerah Sumatera Barat hingga ratusan ribu orang, sehingga para korban romusha justru bukan masyarakat lokal.

Hal tersebut bertujuan untuk menjaga rahasia keberadaan goa itu sendiri, sebab apabila pekerja paksa melarikan diri atau bertemu dengan warga lokal, mereka tidak akan bisa berbicara bahasa Minang, selain itu apabila lari juga tidak akan jauh-jauh karena tidak memahami geografis wilayah tersebut. Tidak semuanya diketahui kembali dalam keadaan hidup, sebab dikhawatirkan membocorkan lokasi gua.

Ratusan ribu pekerja menjadi tumbal dari sistem kerja paksa tersebut, yang diketahui berasal dari daerah lain. Secara arsitektur, jalur gua tersebut mengagumkan. Gelombang-gelombang pada dinding gua sengaja dibuat tidak rata, agar suara dari dalam gua tidak memantul ke luar sehingga tidak diketahui musuh.

Gelombang dinding tersebut merupakan peredam suara yang sengaja dibuat untuk meminimalisasi kontak dengan dunia luar. Sebanyak 27 ruangan dibangun dalam gua tersebut, termasuk rumah sakit, dapur, ruang sidang, penjara, penyimpanan makanan, penyimpanan senjata dan ruang lainnya ada dalam jalur gua tersebut.

Ada lebih dari satu jaringan gua yang terdapat di Bukittinggi, bahkan panjang totalnya lebih dari lima kilonmeter, namun yang dibuka untuk wisata hingga saat ini masih sepanjang 750 meter, mengingat sirkulasi udara dan pertimbangan keselamatan lainnya. Bahkan ada jalur goa yang melalui di bawah Jam Gadang Bukittinggi.

Wisata

Saat ini fungsi dari Lubang Jepang lebih dimanfaatkan untuk kepentingan wisata. Lokasi yang terletak dekat Bukit panorama Ngarai Sianok menjadikan geografis alam serta wisata sejarah lebih menarik perhatian.

Tiket masuk Lubang Jepang untuk dewasa seharga Rp 8 ribu/ orang dewasa, dan anak-anak Rp 5 ribu. Terdapat 135 anak tangga menurun ke bawah tanah saat memasuki gerbang Lubang Jepang.

Secara keseluruhan konstruksi Lubang Jepang sudah diperbarui, volume ruang diperlebar dan tempat-tempat terlarang sudah ditutup, sebab bentuknya yang seperti labirin sering membuat orang tersesat.

Bagian ruang dapur dalam gua merupakan bagian yang paling mengerikan dalam sejarah Lubang Jepang, sebab bagian dapur dipercaya hanya sebagai fungsi kamuflase. Ruangnya yang dekat dengan ruang penyiksaan dan penjara, diketahui sebagai tempat pembuangan jasad.

Ada dua lubang di atas dan bawah dapur, lubang atas adalah untuk pengintaian ke arah luar, sedangkan lubang bawah dapur untuk membuang jasad dari korban romusha. Apabila jasad tersebut dibakar maka asapnya akan memancing perhatian musuh.

Maka lubang bawah yang cukup kecil mengarah langsung pada sungai di dekat ngarai. Menurut informasi, untuk menghilangkan jejak para pekerja, jasad tersebut sebelum dibuang dimutilasi terlebih dulu, agar cukup muat untuk dibuang pada lubang yang cukup kecil.

Misteri lain yang belum terjawab dari pembangunan Lubang Jepang tersebut adalah ke mana perginya semua tanah bekas galian yang seharusnya dibuang? Sebab tidak ada jawaban secara ilmiah ke mana dibuangnya tanah tersebut. Jalur sungai diketahui sudah diteliti, namun tidak ada tanah yang cocok dengan karakter tanah dalam gua.

Bahkan pernah ada bekas tentara Jepang yang didatangkan kembali ke Indonesia untuk memberitahukan sejarah gua tersebut, namun tetap tidak dapat menjawab ke mana ribuan kubik tanah bekas galian gua tersebut dibuang.

Dua jam perjalanan
Bagi yang penasaran dengan bunker atau goa peninggalan Jepang ini, bisa datang ke Sumatera Barat. Dari kota Padang, Anda bisa langsung menuju kota Bukittinggi, dengan jarak tempuh sekitar dua jam perjalanan dengan menggunakan mobil. Lokasinya berada di dalam Taman Panorama yang terdapat di wilayah Guguk Panjang, Kota Bukittinggi. Lokasinya tidak begitu sulit untuk dicarai. Dari Jam Gadang, dapat ditempuh dengan berjalan kaki sekitar 10 menit saja.

Selain Lubang Jepang, di Taman Panorama ini juga terdapat lembah raksasa yang sangat elok yang oleh masyarakat setempat diberi nama Ngarai Sianok. Pemandangan cantik tidak akan terlupakan.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!