MALANG, MENARA62.COM — Enam mahasiswa psikologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) memberikan edukasi tentang bahaya penggunaan gawai pada anak dibawah umur, Malang, Rabu (6/12/2017). Pasalnya, penggunaan gawai pada anak dibawah umur ini menimbulkan kekhawatiran tentang masa depan anak.
Situs Muhammadiyah.or.id menyebutkan, fenomena tersebut merupakan hasil pengamatan yang dilakukan keenam mahasiswa Fakultas Psikologi UMM yang melakukan pengamatan selama bulan November lalu di kawasan RW 3 Kelurahan Blimbing, Kota Malang. Keenam mahasiswa itu adalah, Alfin Rhomansyah, Intan Nur Fitriyani, Aulia Nur Imanda, Zulfa Fatimah, Egatha Anisa Fistara, dan Sabila Anggarawati.
Perkembangan zaman yang semakin pesat menjadikan hampir semua kalangan akrab dengan gawai . Tidak hanya orang dewasa saja, bahkan anak berumur 3-9 tahun pun sudah memiliki gawai yang diberikan oleh orang tuanya. Dari pengamatan tersebut dibuatlah solusi agar orang tua dapat menjadi pengontrol dalam pemberian serta penggunaan gawai pada anak dibawah umur.
Koordinator kelompok tersebut, Alfin Rhomansyah menyatakan, maraknya penggunaan gawai oleh anak dibawah umur, bukan hanya berpengaruh pada pola komunikasi, namun kedekatannya dengan gawai yang tidak dikontrol dapat berpengaruh pada perilaku sosialnya.
“Melalui metode psikoedukasi, kami ingin membangkitkan kesadaran pada orangtua, pengontrolan gawai pada anak sangat penting. Melalui psikoedukasi ini harapannya dapat menurunkan intensitas penggunaan gawai terutama pada anak dibawah umur,” ungkap Alfin.
Psikoedukasi ini, lanjut Alfin, sasarannya adalah orangtua terutama ibu agar dapat mengontrol pemberian gawai pada anak. Di kawasan RW 3 Kelurahan Blimbing Kota Malang itu, anak usia 3 tahun sudah mulai memegang gawai dan mahir memainkannya.
“Pemandangan semacam itu sudah biasa, akhirnya orang tua yang kami pikir punya peluang untuk mengontrol,” jelas mahasiswa asal Sidoarjo itu.
Salah satu peserta penyuluhan, Kiti Hartatik, yang juga merupakan salah satu penggagas taman baca “Krambil” menyatakan, banyak anak-anak di RW 3 yang ketika tes kesehatan mata, ternyata mengalami gangguan pengelihatan dan akhirnya menggunakan kaca mata. Hal ini terjadi pada anak-anak yang kesehariaannya menggunakan gawai secara berlebihan.
Partisipasi
Psikoedukasi ini dikemas dalam pembuatan mind map yang mengajak orang tua berpartisipasi aktif dalam memberikan solusi terhadap permasalahan yang terjadi. “Pembuatan mind map difokuskan pada penanganan dan peningkatan kontrol sosial. Dengan membuat mind map ini, orang tua dapat mengetahui kedepannya apa yang harus dilakukan untuk bersama mengatasi permasalahan tersebut,” ujarnya Alfin.
Tidak hanya itu, kegiatan ini akan dilanjutkan dengan kontrol yang dilakukan setiap tiga hari sekali selama dua minggu. Langkah ini dilakukan untuk memastikan peserta tidak memiliki kendala dalam menerapkan kontrol, untuk mengurangi penggunaan gawai oleh anak, sesuai perencanaan yang telah mereka buat.
“Akan terus dilakukan pengontrolan dari kami agar permasalahan tersebut dapat diatasi,” pungkasnya.