Penulis: Sabena, S.Ikom, M.Ikom )*
CITAYAM Fashion Week sejatinya hanya sebuah ajang catwalk yang digelar anak-anak remaja tanggung usia 12-26 tahun. Tidak ada sesuatu yang istimewa sebenarnya, kalau melihat dari model fesyennya yang dikenakan, lokasi yang digunakan untuk berlenggak-lenggok, juga deretan ‘model’ yang ikut bermain. Tidak sebanding dengan ajang peragaan busana yang digelar para model kelas kakap di hotel atau di lokasi bergengsi lainnya dengan deretan produk branded atau merek ternama
Tetapi mengapa pengaruh Citayam Fashion Week ini bisa mendunia? Tak hanya menyedot perhatian warga DKI Jakarta dari berbagai kalangan untuk datang langsung ke lokasi digelarnya Citayam Fashion Week yakni zebra cross Jalan Sudirman, Jakarta, tetapi fenomena tersebut juga telah menjadi inspirasi remaja dari berbagai kota untuk menggelar kegiatan serupa. Penciptaan makna tentang seperti apa dirinya, mereka tampilkan lewat fesyen yang dikenakan. Pemaknaan dari orang lain yang menganggap bahwa fenomena ini adalah sebagai suatu hal yang keren dan kekinian, yang membuat muda-mudi lainnya ikut-ikutan melakukan tindakan sosial yang sama. Mereka bertindak sedemikian rupa karena tampil dengan fesyen nyentrik dan gaul akan memberikan kesan yang menarik di teman-teman seusianya serta mata masyarakat umum
Inilah yang dalam teori komunikasi Hebermas disebut sebagai teori tindakan komunikatif di mana tindakan yang diarahkan pada norma-norma yang yang ada dari kesepakatan yang sesuai harapan. Hubungan timbal balik pada mereka yang saling berinteraksi pada peristiwa Citayam Fashion Week, di mana mereka menggunakan simbol-simbol mulai dari bahasa yang gunakan dalam merepresentasikan diri, lalu melalui simbol pakaian yang sedang diminati saat ini.
Begitu pun pada teori interaksi simbolik di mana asumsi manusia membentuk makna melalui proses komunikasi, yang berfokus pada pentingnya konsep diri dan persepsi yang dimiliki oleh masing-masing individu yang saling berinteraksi. Itulah yang sebenarnya terjadi pada fenomena Citayam Fashion Week.
Lebih dari sekadar pembuktian teori komunikasi, kegiatan Citayam Fashion Week sebenarnya merupakan salah satu ajang aktualisasi dari sekelompok remaja di tengah masyarakat. Salah satu karakter kaum muda adalah pencipta seni budaya dan kebudayaan youth culture (Derajat Sulistyo Widhyarto, SSos, Msi, Sosiolog UGM). Dan fenomena Citayam Fashion Week mempunyai efek budaya dari kebudayaan tersebut.
Selain itu, Citayam Fashion Week juga menjadi media efektif untuk mempromosikan produk-produk dalam negeri yang pada akhirnya bisa mengangkat dan mendorong pertumbuhan UMKM Indonesia.
Fenomena Citayam Fashion Week dan Dampak Sosialnya
Kegiatan Citayam Fashion Week oleh sekelompok remaja itu menjadi salah satu ajang aktualisasi di tengah masyarakat. Ajang tersebut awalnya masih dinilai sebagai bentuk kegiatan yang positif, namun belakangan ini mulai mengganggu ketertiban umum. Sehingga meski banyak sisi positifnya, tak urung menimbulkan ekses atau dampak negatif yang cukup serius bahkan sudah dalam kategori mengganggu ketertiban publik.
Seperti diketahui, untuk melakukan Citayam Fashion Week mereka memanfaatkan zebra cross yang seharusnya digunakan oleh para penguna jalan untuk menyebrang dengan aman sesuai undang-undang berlalu lintas. Dalam UU tersebut ayat (2) dari pasal 131 telah ditegaskan bahwa pengemudi memang wajib mendahulukan pejalan kaki di tempat penyeberangan (zebra cross). Di sisi lain zebra cross memang bukan untuk ajang peragaan busana.
Selain itu, kegiatan Citayam Fashion Week juga memicu kerumunan massa dalam jumlah besar. Situasi tersebut tidak hanya menimbulkan kemacetan lalu lintas yang ekor kemacetannya berimbas sampai kawasan Semanggi dan Senayan tetapi juga dapat memicu penularan Covid-19.
Persoalan lainnya adalah munculnya tindak kriminal yang mungkin terjadi seperti pencurian atau perampokan. Oleh karena tentu itu hal ini harus dievaluasi lagi tentang keberadaan kegiatan tersebut secara bijak.
Terlepas dari persoalan tersebut, sejatinya fenomena Citayam Fashion Week merupakan cara komunikasi yang efektif yang digunakan oleh remaja agar Pemda DKI Jakarta memberikan ruang yang lebih luas lagi untuk berkreasi dan unjuk jati diri. Mereka membutuhkan ruang yang lebih luas untuk mengaktualisasikan ide-ide dan kreativitasnya.
Karena itu, jalan tengah yang harus diambil oleh Pemprov DKI Jakarta tentu harus menjadi win-win solution bagi para remaja. Kemacetan lalu lintas yang panjang, parkir liar dan lainnya bukan alasan tepat untuk serta merta menutup zebra cross Dukuh Atas dari kegiatan Citayam Fashion Week. Wakil Gubernur DKI Jakarta Riza Patria dalam pernyataannya di sejumlah media massa menuturkan bahwa untuk menutup kegiatan Citayam Fashion Week perlu waktu, tidak serta merta menggusur. Sebab perlu ada tempat pengganti jika nantinya Dukuh Atas tidak lagi diperbolehkan untuk Citayam Fashion Week.
Hingga sekarang, lokasi Citayam Fashion Week masih dipadati masyarakat. Mereka yang berasal dari kalangan remaja, artis, publik figur, hingga masyarakat biasa masih sesekali mencoba zebra cross untuk sekadar berlenggak-lenggok memamerkan kreasi bajunya.
Sebagian dari mereka juga mencoba mengabadikan situasi Citayam Fashion Week melalui rekaman video dan media sosial dari berbagai sisi.
Pemprov DKI Jakarta sendiri telah menempatkan petugas di lokasi. Penutupan yang dilakukan hanya bersifat sementara, terutama ketika kemacetan yang ditimbulkan sudah mengular hingga ujung Jalan Sudirman maupun Jalan MH Thamrin.
Kesimpulan dan Saran
Fenomena Citayam Fashion Week menjadi alat komunikasi yang efektif bagi remaja generasi milenial atau generasi Z akan kebutuhan ruang terbuka untuk ajang kreasi dan kreativitas diri, tempat yang aman, nyaman dan representatif. Remaja ingin ide-idenya di dunia fesyen dapat dilihat oleh masyarakat umum dari semua golongan bahkan oleh mata dunia.
Terhadap keinginan para remaja tersebut, Pemprov DKI Jakarta sebagai pihak yang memiliki wewenang, sudah selayaknya memberikan ruang berkreasi yang aman dan nyaman untuk para generasi milenial ini, sehingga ide dan kreativitas mereka di dunia fesyen dan modelling dapat tersalurkan, bahkan memberikan nilai positif bagi kemajuan ekonomi dan budaya.
Untuk menyediakan tempat yang aman, nyaman dan representatif apalagi di ruang publik, keterlibatan aparat amat dibutuhkan mulai dari kepolisian, Dishub DKI Jakarta, Dinas Kebersihan hingga Satpol PP. Aparat tersebut tetap harus bersikap bijak dan humanis, menjauhkan diri dari sikap arogan dalam menangani fenomena anak muda Citayam Fashion Week ini. Kalau perlu aparat mencarikan solusi dari masalah sosial deman Citayam Fashion Week di Dukuh Atas Jalan Sudirman Jakarta Pusat tersebut.
Dan untuk ranah keilmuan bidang komunikasi secara akademisi untuk dapat melakukan penelitian lanjutan secara berkelanjutan terhadap fenomena sosial ini dari sisi bagaimana menyampaikan pesan yang dikemas dengan komunikasi yang efektif, agar mudah dipahami dan di terima oleh generasi milenial.
)* Mahasiswa Program Doktoral Universitas Sahid Jakarta