SOLO, MENARA62.COM – Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) menyelenggarakan Tabligh Akbar Online dengan tema “Membangun Religiusitas Islami yang Mencerahkan” yang disiarkan langsung melalui TVMu dan melalui Zoom Meeting pada Jumat malam, 15 April 2022.
Sebelum memulai tabligh akbar, Rektor UMS Prof. Dr. Sofyan Anif, M.Si mengajak hadirin untuk menyimak dengan seksama pemaparan yang disampaikan oleh narasumber.
“Kami berharap kegiatan ini, dapat memperkuat karakter sebagai seorang yang beriman.Dari sisi karakter yang dibangun pada Ramadhan ini menjadi modal besar kita baik secara pribadi maupun komponen bangsa yang dapat berkontribusi dalam membangun umat, khususnya membangun UMS kita ini,” pungkasnya.
Narasumber dalam acara Tabligh Akbar ini yaitu Fathurrahman Kamal., Lc., M.Si, selaku Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Dalam pembukannya, narasumber mengajak peserta untuk kembali meneladani spirit yang diajarkan pendahulu kita terlebih dahulu oleh KH Ahmad Dahlan, hal ini menjadi sangat penting dalam menghadapi era distrupsi ini.
“Diawali dengan QS. Al-‘Asr, dimana surat ini mengajarkan tentang pentingnya waktu. Waktu adalah kehidupan itu sendiri, dan kehidupan adalah waktu itu sendiri. Sehingga janganlah kalian mencela masa, karena Allah SWT sang pencipta masa ini,” papar Ketua Majelis Tabligh itu.
Dia juga menyampaikan bahwa Muhammadiyah memiliki pandangan futuristik, dengan memprediksi suatu perilaku kehidupan umat manusia.
“Di mana kegiatan yang dilakukan hanya bersifat normatif, maka akan kehilangan makna terhadap nilai dari yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Parameter religiusitas yang digunakan ini “belum” secara holistik. Kita masih terpaku pada pemahaman bahwa religiusitas itu hanyalah aspek simbolik,” jelasnya.
Pada akhir sesi, Dia menyampaikan bahwa “tadayyun” atau dalam pengajian Ramadhan ini disebut sebagai “Religiusitas Islami”. Tak lain dari manifestasi kongkrit secara holistik dari berbagai aspek dan dimensi kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat. Termasuk dalam konteks kehidupan kemanusiaan universal, kehidupan berbangsa dan bernegara. (Fika)