Oleh : Ashari*
Idul Adha 1441 H tinggal menghitung hari. Sesuai kalender, jika tidak berubah maka Idul Adha Tahun ini akan jatuh pada hari Jumat, 31 Juli 2020. Ini artinya tidak lama lagi umat Islam akan diingatkan dengan peristiwa sejarah yang tidak terulang yakni pengorbanan Nabi Ibrahim As. Sekilas kisahnya bermula ketika Nabi Ibrahim mengharapkan lahirnya seorang anak sebagai penerus sejarah, setelah sekian lama menanti. Doa Nabi Ibrahim kemudian dikabulkan Allah SWT dengan lahirnya Ismail As. Ketika itu dikisahkan Ibrahim sudah berusia cukup umur kisaran 100 tahun. Umur lanjut untuk ukuran mempunyai anak. Tapi Allah Maha Kuasa dan Maha Berkehendak.
Doa yang dipanjatkan melalui tahajud demi tahajud akhirnya membuahkan hasil. Girangnya hati Ibrahim waktu itu. Namun justru pada saat sedang senang-senangnya memandang buah hatinya, turun perintah untuk mengorbankannya melalui suksesi penyembelihan. Ibrahim sempat tercenung dengan perintah ini. Setan datang menggoda, untuk menggagalkan perintah itu dengan berbagai macam dalih dan alasan.Tujuannya cuma satu, yakni agar Ibrahim tidak taat kepada-Nya.
Maka diriwayatkan dalam QS.Ash-Shofat 102-107, percakapan yang menggetarkan hati seorang anak usia belasan tahun (Ismail kala itu berusia sekitar 13 tahun, sepadan anak SMP kelas satu) dengan bapaknya. “Maka ketika anak itu sampai pada umur sanggup berusaha bersamanya (Ibrahim) berkata, “ Wahai anakku, sebenarnya aku bermimpi, bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah, bagaimana menurut pendapatmu. Dia (Ismail) menjawab, Wahai bapakku! Laksanakan apa yang diperintahkan oleh Allah kepadamu, Insya Allah engkau akan mendapati aku termasuk dalam golongan orang-orang yang sabar.”
Dan ketika Ismail sudah siap akan disembelih dalam posisi terbaring, maka dipanggilah Ibrahim, kemudian digantikannya Ismail dengan seekor domba yang besar. Ibrahim adalah golongan khalilullah (kekasih Allah). Dia lulus ujian, kecintaannya kepada anak, tidak mempengaruhi cintanya kepada Allah swt.
Hikmah apa yang bisa kita raih dari peristiwa utopis ini ? Pertama, Ketauhidan Ibrahim yang tidak tertandingi. Kecintaannya kepada Allah benar-benar dapat mengalahkan cintanya kepada materi, harta dalam hal ini anak sendiri. Kedua, komunikasi egaliter yang dibangun antara bapak dan anak, menjadikan hubungan keluarga yang tidak egois dan sentralistik. Anak yang sudah beranjak remaja diajak untuk dialog. Meski untuk ukuran normal, susah untuk mencari tandingan Ismail As dengan jawaban yang sangat mengesankan. Jelas-jelas akan disembelih, Ismail kecil rela, kalau memang benar-benar itu adalah perintah dari Allah Swt. Seraya berdoa semoga keduanya dimasukkan kedalam golongan orang yang bersabar. Intinya Ismail adalah potret generasi yang patuh dan taat kepada Allah dan kepada orang tuanya.
Mimpi lahir “Ismail” baru
Ismail sudah lama tiada. Namun sejarah mencatat dengan tinta emas akan keteguhan hatinya.Hingga momen pengorbanan Ismail ini menjadi tonggak lahirnya perintah qurban. Yang dalam kontek Islam disebut dengan perayaan Idul Adha. Di Mekkah-Madinah, gempita Idul Adha sangat terasa. Bahkan lebih akbar ketimbang dengan Idul Fitri. Beda dengan perayaan di negeri ini.
Rindu akan lahirnya generasi baru ala Ismail ini tidak berlebihan mengingat negeri ini atau dalam skup yang lebih sempit kecil keluarga kita butuh generasi penerus yang taat, cerdas,elegan,jujur, tegas namun juga sopan. Sosok itu ada pada diri Ismail. Beberapa langkah yang bisa kita lakukan untuk meretas generasi semacam, tentu tidak bisa instan. Bertahap.
Pertama. Membangun pondasi keluarga yang kuat. Konon juga akan melahirkan generasi yang kuat juga. Sejarah mencatat, Ibrahim melahirkan Ismail, Iskak yang pada akhirnya lahir Muhammad Saw. Penutup Nabi dan Rosul yang sempurna. Pembawa risalah untuk semesta alam. Maka pemenuhan kebutuhan jasmani dan rohani pada tahap golden age, usia 4-6 tahun bagi anak-anak kita akan menentukan generasi 15,20 bahkan 20 tahun yang akan datang. Sayangnya banyak keluarga kita yang masih gagap dan gamang untuk menyiapkan generasi yang lebih kokoh, karena alasan ekonomi dan social.
Kedua. Peran Pemerintah lebih dimaksimalkan. Melalui tokoh-tokoh agama dan masyarakat (togamas). Karena merekalah yang bersentuhan langsung dengan masyarakat bawah. Bupati biasanya lebih bersifat kebijakan dan evaluative. Justru ditingkat kecamatan, kalurahan yang mempunyai dominasi peran dalam mengangkat harkat dan martabat masyarakat grass root. Anggaran dan program lintas sektoral yang digulirkan secara simultan diharapkan mampu melahirkan generasi masa depan. Sekian..
Penulis : Panitia Qurban Masjid Al-Hidayah Murangan VII Triharjo Sleman Yk. Opini pribadi.