BOJONEGORO, MENARA62.COM — Selama dua periode memimpin warga Bojonegoro, Bupati Dr. H Suyoto, M.Si., melihat cara hidup warganya yang simpel, terus terang, sederhana, dan berintegritas, tapi mengedepankan bahagia. “Itulah yang terasa sangat jelas sekali semangat visi konsep Kota Rasa Desa, Desa Rasa Kota,” ujarnya.
Visi tersebut, lanjutnya, akan meningkatkan pelayanan, yang setiap desa memiliki sarana dan fasilitas yang ada di kota seperti sarana pendidikan, kesehatan, transportasi memadai serta pusat kreativitas warga desa. Kang Yoto tak muluk-muluk, dengan konsep ini ingin menjadikan Bojonegoro dan warganya selalu produktif, kreatif dan bahagia.
Sebetulnya, visi konsep ini sudah ia terapkan sejak pertama menjabat bupati di kota ledre ini. Buktinya, bisa dilihat ketika melintas di jalan, ketika masuk Kota Bojonegoro, kebanyakan akan disambut papan tulisan selamat datang di Kota Bojonegoro. Oleh Kang Yoto, papan tulisan tersebut diganti dengan kalimat “Wong Jonegoro Sehat, Produktif, Bahagia.”
Meskipun sederhana, kalimat tersebut membawa kesan bahwa, tidak ada perbedaan antara warga kota dan warga dari desa. Semuanya sama, dan mendapat perlakuan dan pelayanan yang sama.
Demikian juga pembangunan di kota, diatur supaya tetap asri, nyaman, dan banyak area hijau. Suyoto berharap, visi konsep ini akan terus dikembangkan, dan semua pihak terlibat mewujudkan konsep Desa Ras Kota, Kota Rasa Desa.
Untuk itulah pada Selasa (27/2/2018) Pemkab Bojonegoro melaunching Desa Rasa Kota, Kota Rasa Desa, dan menggelar seminar internasional dengan pembicara para konsultan dari Bandung dan Amsterdam. “Ini bukan tanggung jawab Pemkab, tapi tanggung jawab bersama-sama untuk mewujudkannya,” ujarnya.
Panitia Simposium Internasional Desa Rasa Kota, Kota Rasa Desa Ir. Tedjo Sukmono, M.M., memaparkan, visi konsep ini merupakan pembangunan Bojonegoro masa depan, dengan pemerataan pembangunan. Bahkan dibeberapa titik, Pemkab Bojonegoro sudah mulai membangun sarana dan membuat beberapa kebijakan, seiring dengan segera dilounchingnya konsep Desa Rasa Kota, Kota Rasa Desa, di kota ledre ini. “Pemkab, melaunching program Desa Rasa Kota, Kota Rasa Desa, pertama kali dan satu-satunya ada di Indonesia ini,” tuturnya.
Pria yang akrab disapa Pak Tedjo, ini memaparkan, kita ingin warga Bojonegoro guyub rukun, gotong royong, tidak individualis, serta menghadirkan suasana aman, nyaman, tenteram, dan maju.
Kalau konsep ini diterapkan, lanjutnya, nanti anak-anak tidak perlu ke kota untuk sekolah, selain itu juga kreativitas desa akan berkembang seperti yang sudah berjalan di Mojodeso, Ngringin Rejo dan beberapa lokasi lainnya.
“Visi ini terwujud jika semua warga masyarakat terlibat dalam implementasinya,” ujar pria yang menjabat Staf Ahli Bupati Bojonegoro Bidang Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan ini, Selasa (27/2/2018).
Sementara di Kota, lanjut pria yang sebelumnya bertugas di dinas pengairan ini, ada area khas buah-buahan seperti di jalan veteran ada buah belimbing, mangga, salak, jambu dan buah-buahan lainnya. Kemudian ada area bebas kendaraan, penataan PKL, juga pengaturan trotoar dan jalan yang ramah untuk pejalan kaki. Konsep ini juga mengembangkan ide penggunaan plakat khas kayu jati.
Termasuk gedung lantai tiga yang harus dilengkapi penghijauannya. Menurut pria asal Malang, Jawa Timur, semua akan ditata lebih indah dan semakin banyak tumbuhan yang bisa menyerap racun serta menambah CO2. “Adanya taman ini akan memberikan manfaat tambahan oksigen segar,” ujar Tedjo meyakinkan.
Selama ini, lanjutnya, warga bising dengan kendaraan dan polusi udara. Ditambah iklim pemanasan global yang kadang hujan dan panas membuat lingkungan tidak nyaman.
Bojonegoro akan menata semua pembangunan berkelanjutan dengan visi konsep Desa Rasa Kota, Kota Rasa Desa, sehingga menjadi daerah idaman yang nyaman, untuk hunian dan tempat bekerja.
Di sini akan ada pemerataan pembangunan dari kota sampai desa. Konsep ini sebetulnya tidak melihat dari negara mana, tapi melihat kinerja yang sudah dilakukan dinas-dinas terkait, yang sudah mengarah kesana. “Kita sudah beberapa kali mendiskusikan dengan Pak Bupati, bersama konsultan internasional untuk mewujudkannya,” terangnya.
Tedjo menambahkan, tahun ini pemkab menyusun RPJM mengawal implementasi konsep Desa Rasa Kota, Kota Rasa Desa 2018-2023. Sebab, program ini tidak hanya berpikir subjektif tapi ingin memberikan pondasi untuk memberikan persembahan terbaik kepada warga Bojonegoro.
“Sasaran penting program ini adalah memberikan informasi kepada warga adanya program berkelanjutan, menata ruang terbuka hijau dan menggelorakan semangat warga Bojonegoro hidup sehat, produktif dan bahagia,” paparnya.
Tedjo menambahkan, pemerintah melibatkan semua pihak, baik swasta, civitas akademi, NGO, dan masyarakat. Termasuk perizinan sehingga investor nanti akan menyesuaikannya. Seperti pengesahan Perbub tentang plakat kayu, SK lokasi taman buah-buahan dan lokasi PKL, gedung bertingkat hijau dan sebagainya.
Intinya, semua rindu kembali ke alam, “Masyarakat modern justru kembali ke alam, kata Kang Yoto, pembangunan berkelanjutan harus ada sisi fisik dan mentalnya,” pungkas bapak dua anak ini.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Bojonegoro Hj Nurul Azizah mengaku siap mendukung terlaksananya visi konsep Desa Rasa Kota, Kota Rasa Desa ini. Nurul menegaskan, program ini sebetulnya telah berjalan tapi perlu ada konsep dan regulasinya.
Pembangunan Desa Rasa Kota, Kota Rasa Desa, tuturnya, misalnya ada program pohon produktif yang sudah berjalan. Ada juga paguyuban, gasebo gubug, yang disana bisa menjadi sarana berkumpul warga untuk berkreasi seni, membuat produk unggulan dan potensi lainnya.
“Sebetulnya semua desa ada potensinya. Ini menjadi pembelajaran kita bahwa warga Bojonegoro jangan takut berkreasi karena pemerintah selaku siap membantu warga dan semua sudah ada pondasinya,” ujarnya.
Ia mengingatkan dulu ketika pemerintah mencanangkan program wajib belajar dan KB. Dimulai dari bayan gladak yang bertugas mencari anak putus sekolah tidak mau belajar. “Sampai sekarang, setelah semua sadar pentingnya belajar, orangtua yang mencarikan sekolah untuk anaknya meskipun harus bayar,” ujarnya.
Demikian juga program KB pada awal-awal sulit mengajak warga merencanakan kelahiran. Tapi begitu semua sadar pentingnya perencanaan kelahiran, walau pun membayar, orang banyak mencarinya. “Intinya, program Desa Rasa Kota, Kota Rasa Desa, ini juga akan berjalan sebagai acuan pembangunan Bojonegoro masa depan,” pungkasnya.
Untuk mensukseskan program ini, simposium Internasional menghadirkan pembicara dan konsultan internasional PT SHU Bandung Dahliana Suryawinata dan Hainzelman Dipl Ing (FH), serta konsultan dari Amsterdam Ir. Wiwi Tjiok, M.Si. Beberapa pembangunan jalan kota dan sentra bisnis dan wisata mulai ditata, termasuk peresmian taman baca di Alun-Alun Bojonegoro, supaya bisa menambah ajang warga mendapatkan wawasan ilmu pengetahuan. (Agus Y)