26.4 C
Jakarta

Menteri Arifin: Pengembangan EBT Diprioritaskan pada Pemanfaatan Energi Surya

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Pengembangan energi baru terbarukan (EBT) akan diprioritaskan pada pemanfaatan energi surya. Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif energi surya dipilih dengan pertimbangan biaya investasi yang relative lebih rendah dibanding jenis EBT lain. Selain itu, implementasi energi surya memiliki waktu yang lebih singkat.

“Sebagai negara yang berada di garis katulistiwa, sinar matahari tersedia melimpah di seluruh wilayah Indonesia, dan ini potensi yang dapat dikembangkan untuk energi,” kata Menteri Arifin pada diskusi Tempo Energy Day 2021 Sesi 1 bertema Realisasi Energi Baru dan Terbarukan yang digelar secara virtual, Kamis (21/10/2021). Kegiatan diskusi yang menampilkan sejumlah pembicara tersebut berlangsung selama 3 hari.

Bagi Menteri Arifin, pengembangan energi surya sekaligus membuka peluang listrik energi baru terbarukan melalui ASEAN Power Grid. Ini adalah program yang dimandatkan oleh semua Kepala Negara  ASEAN yang bertujuan tercapainya integrasi ekonomi di Asia Tenggara, yaitu menciptakan kawasan ekonomi regional yang berdaya saing tinggi di bidang pembangunan infrastruktur, perusahaan energi, teknologi informasi dan komunikasi, serta pengembangan usaha kecil menengah.

Arifin menyebut setidaknya ada dua proyek energi sebagai upaya mendukung kerangka kerja sama ASEAN Power Grid, yaitu interkoneksi Sumatera-Malaysia sebesar 500 kilovolt pada 2030 dan interkoneksi Sumatera-Singapura yang sekarang masih perlu kajian.

Sejumlah narasumber pada diskusi Tempo Energy Day 2021 sesi I

Lebih lanjut Arifin mengatakan bahwa pemerintah telah memetakan rencana penambahan kapasitas pembangkit energi baru terbarukan sebesar 38 gigawatt hingga tahun 2035. Penambahan kapasitas EBT yang cukup signifikan tersebut sekaligus menjadi bagian dari komitmen pemerintah menjalankan Paris Agreement dimana Indonesia bakal menurunkan emisi gas rumah kaca berkisar 29 sampai 41 persen pada 2030.

“Sektor energi dapat berkontribusi menurunkan 314 sampai 398 juta ton CO2 emisi. Dan untuk mendukungnya, pemerintah telah menyusun roadmap net zero emission 2021-2060 dengan strategi utama berupa bauran energi bersih pada 2060 mencapai 100 persen,” tambah Arifin.

Dalam roadmap net zero emission 2021-2060, pemerintah juga berkomitmen menghentikan penambahan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), kecuali proyek PLTU yang sudah ada kontrak kerjasama. Selain itu, juga mengupayakan substitusi energi final, konversi energi primer fosil, pemanfaatan energi baru terbarukan non-listrik dan non-BBM dalam rangka mendukung transformasi ekonomi hijau di Indonesia.

Arifin mengingatkan bahwa Pemerintah telah menetapkan arah kebijakan energi nasional berupa transisi dari fosil menjadi energi baru terbarukan sebagai energi yang lebih bersih, minim emisi, dan ramah lingkungan. Kebijakan tersebut tentu harus didukung oleh semua pihak tanpa terkecuali.

Diakui Menteri Arifin, saat ini Pemerintah sedang menyusun Grand Strategy Energi Nasional yang bertujuan untuk mewujudkan bauran energi nasional berdasarkan prinsip keadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan. Tujuannya adalah menciptakan ketahanan, kemandirian energi, dan kedaulatan energi.

Dan untuk mengakselerasi pengembangan EBT dan mengatur nilai ekonomi karbon, pemerintah kata Arifin, juga menyiapkan UU Energi Baru Terbarukan. Progres dari UU tersebut hingga 24 September 2021 masih dalam tahap harmonisasi di Badan Legislasi DPR. Sementara, pengaturan nilai ekonomi karbon sudah mulai berjalan, dengan diatur dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang disahkan pada 7 Oktober lalu.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!