33.1 C
Jakarta

Merespon Perkembangan IPTEK, FIK UMS Adakan Pelatihan Etik Dasar dan Lanjut pada Penelitian Kesehatan

Baca Juga:

 

SOLO, MENARA62.COM – Sesuai arahan Rektor Universitas Muhamamdiyah Surakarta (UMS) mengenai fokusan pengembangan di bidang riset menuju World Class University, Fakultas Ilmu Kesehatan (FIK) mengadakan Pelatihan Etik Dasar dan Lanjut (EDL) dalam Penelitian Kesehatan yang dibuka Kamis (27/7) di Ruang K.3 Gedung M Kampus I UMS.

Pelatihan yang dilaksanakan pada 27-29 Juli 2023 ini merupakan kerjasama Komisi Etik Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Nasional (KEPPKN) Kementerian Kesehatan RI dengan KEPK FIK UMS. Narasumber dalam pelatihan ini diantaranya Prof., dr., Pratiwi Pudjilestari Sudarmono, Ph.D., SpMK(K) ; Prof., dr., Emiliana Tjitra, M.Sc., Ph.D ; Drs. Ondri Dwi Sampurno, M.Si., Apt., dan Handoko Riwidikdo, S.Kp.

Dekan FIK, Dr., Umi Budi Rahayu, S.Fis., Ftr., M.Kes., mengungkapkan sesuai arahan Rektor UMS kepada seluruh fakultas, bahwa dalam menuju World Class University salah satu fokusan yang akan dikembangkan adalah riset.

“Ini merupakan satu hal yang utama, selain Tri Dharma Perguruan Tinggi. Apabila dilihat, setiap tahun akan ada sekitar 800 mahasiswa FIK UMS yang mengambil skripsi maupun thesis dengan topik kesehatan,” ujar Dekan FIK itu.

Semoga dalam acara ini, lanjut dia, tidak hanya kualitas yang terstandar, tetapi juga harus lebih banyak secara kuantitas muncul sehingga dapat menunjukkan keunggulan.

“Mari kita ikuti pelatihan ini secara maksimal, karena semua materi menjadi penting dalam meningkatkan kualitas riset kita,” pungkasnya.

Dalam kesempatan itu, Ketua KEPPKN, Prof., dr., Pratiwi Pudjilestari Sudarmono, Ph.D., SpMK (K) menyampaikan pelatihan ini tidak bisa hanya dilakukan satu kali tetapi berkali-kali. Hal ini dikarenakan kasus etik kesehatan sangatlah kompleks.

“Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat, selalu saja dibarengi dengan hal-hal baru dan secara etik harus dipelajari. Penelitian yang dilakukan khususnya teknologi baru, seperti halnya penggunaan AI (Artificial Intelligence) ini menjadi suatu diskursus baru,” paparnya.

Akhir-akhir ini, menurut Umi Budi Rahayu, komisi etik jumlahnya meningkat dikarenakan aturan mahasiswa S1,S2,S3 maupun profesi harus melakukan penelitian. Semakin lama semakin rumit pula kajiannya, karena penelitian selain manusia juga menyangkut norma-norma sosial dan budaya yang berada di lingkungan masyarakat.

“Di sini saya rasa, dapat memberikan kajian terkait etik, dan harapannya menjadi rujukan dari penelitian yang semakin kompleks. Dalam hal ini memang perlu dedikasi yang besar, serta memerlukan kebijaksanaan karena kasus yang terjadi biasanya bukan karena peneilitian yang jelek, tetapi karena tidak adanya kajian etik yang baik,” pungkasnya. (*)

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!