33.2 C
Jakarta

Ketua Aliansi Kebangsaan Sebut Agama dan Entrepreneurship Miliki Korelasi Erat dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Agama memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena itu ketika Pancasila sebagai dasar negara disusun oleh para pendiri negara, maka agama telah diaktualisasikan dalam sila pertama Pancasila yakni Ketuhanan Yang Maha Esa.

“Aktualisasi makna spiritualitas nilai Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan bagian integral upaya menjadikan agama sebagai sarana dan wahana  pemajuan bangsa dan peradaban Indonesia,” kata Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo dalam kegiatan Grup Diskusi Terfokus bertema “Aktualisasi Makna Spiritualitas Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa di Dunia Usaha Bagi Pembangunan Karakter Diri dan Bangsa” yang digelar pada Jumat (26/4/2024).

Menurut Pontjo, nilai-nilai agama harus diimplementasikan dalam penyelenggaraan aspek pelayanan di dunia usaha berlandaskan azas Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini adalah kondisi prasyarat (conditio sine qua non). “Persoalannya ialah entrepreneurship bagaimana yang kita perlukan khususnya dari sisi karakter dan kualitas kinerja dalam rangka pelayanan bagi kepentingan nasional,” ujarnya.

Menurut Pontjo, agama dan entrepreneurship memiliki korelasi erat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia. Itu mengapa dua hal ini menjadi bahasan penting dalam grup diskusi terfokus yang digelar Aliansi Kebangsaan.

Ia melihat bahwa membahas aktualisasi makna spiritualitas nilai Ketuhanan Yang Maha Esa di dunia usaha bagi pembangunan karakter diri dan bangsa sangat relevan dan berguna bagi upaya membangun bangsa dan karakternya. Diharapkan dari bahasan diskusi ini akan dapat mengeksplorasi makna kesejatian hidup manusia Indonesia dalam konteks hubungan vertikal sebagai mahluk dengan Tuhan Sang Maha Penciptanya,  dan dalam konteks hubungan horizontal antar warga Indonesia serta antara warga Indonesia dengan pemerintahannya di tingkat pusat  maupun daerah.

Terkait dengan kedua dimensi hubungan tersebut, jelas Pontjo, patut dicamkan sebagai rujukan makna substantif yang tersurat pada dan tersirat dari Alinea ke-3 Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan: Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Rumusan Alinea ke-3 Pembukaan UUD 1945 itu menggambarkan pengakuan tulus para pendiri bangsa bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia adalah berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa, dan bukan hanya karena perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia belaka.

“Oleh sebab itu, negara bangsa Indonesia wajib terus dijaga, dirawat dan ditingkatkan kemajuannya oleh segenap warga bangsa Indonesia.  Allah Yang Maha Kuasa campur tangan pada kemerdekaan Indonesia,” tegasnya.

Untuk menjaga dan merawatnya, maka nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila harus disinkronkan dalam kaidah hukum. Karena values atau nilai-nilai Pancasila tidak kuat jika tidak dituangkan dalam kaidah hukum. “Jadi harus ada legalitas,” ujar Prof Komaruddin Hidayat, Direktur Interfaith Intistut Universitas Islam Internasional Indonesia.

Ia mengingatkan bahwa nilai seseorang itu dalam pandangan spiritualistas adalah seberapa banyak bermanfaat untuk masyarakat, bukan berfokus pada seberapa banyak kepemilikan hartanya.” Itulah yang dilakukan oleh para pendiri bangsa yang kemudian mereka disebut sebagai pahala-wan (pahlawan), bagaimana semangat mereka memberi bagi bangsa ini,” tegasnya.

Sementara itu Julian Foe, Co-Founder Kingdom Business Community memandang pentingnya komunitas atau kelompok yang memiliki frekuensi yang sama untuk menginplementasikan nilai-nilai spiritualitas dalam usaha. “Melakukan kebenaran di lingkungan kerja akan jauh lebih ringan jika kita  kita kumpul dengan orang yang sefrekwensi. Misal saja kalau kita berada pada kelompok pengemplang pajak, maka akan sulit menjadi orang yang taat pajak,” jelasnya.

Dalam komunitas Kingdom Business Community (KBC) ada banyak pengusaha yang mulai memperbaiki cara dan tujuan dalam berbisnis. Mereka berangkat dari lima nilai yang dikembangkan dalam KBC meliputi selaras dengan tujuan Allah, melayani orang lain/sesame, produk atau jasa yang dihasilkan harus mulai, menggunakan cara atau proses yang benar dan terakhir adalah berdapak sosial dari segi finansial.

“Tujuan bisnis harus diubah, tak sekadar cari untung, tetapi harus pula bermanfaat bagi sesame. Tujuan diperbaiki, proses diperbaiki dan produk juga diperbaiki,” tandasnya.

Selain menghadirkan Prof Komaruddin Hidayat dan Julian Foe, diskusi tersebut juga menghadirkan narasumber lain seperti Romo Prof. Dr. Franz Magnis Suseno (Guru Besar STF Driyarkara), Mayjen TNI (Purn) Wisnu Bawa Tenaya (Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia) dan Syamsul Hadi, S.H., MM (Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat).

Grup Diskusi Terfokus ini diharapkan bisa menghasilkan output aspiratif yang relevan dan berguna dari aktualisasi makna spiritualitas nilai Ketuhanan Yang Maha Esa di dunia usaha untuk mendorong keberhasilan pembangunan karakter diri dan bangsa agar Indonesia mampu menjalin hubungan dan kerja sama secara setara dan sekaligus sanggup bersaing dengan berbagai bangsa dan negara.

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!