Oleh : Ace Somantri
BANDUNG, MENARA62.COM – Teriakan protes harga BBM dari rakyat tidak didengar. Pengkondisian melalui berbagai elemen masyarakat untuk menerima keadaan pun terus dilakukan hingga harus melibatkan institusi Polri melalui satuan intelkam memberikan informasi dan sosialisasi kebijakan kenaikan harga BBM dan kompensasi bantalan sosial. Dengan kukuhnya pemerintah dengan naiknya harga minyak dunia sebagai alasan. Faktanya para pakar menyampaikan pemerintah hanya mencari alasan saja untuk mengambil hak rakyat untuk kepentingan yang tidak jelas. Malahan ada yang menilai untuk para oligarki yang berinvestasi dalam kontestasi pemenangan pemimpin negeri. Jeritan suara hati anak negeri dan ibu pertiwi hanya dianggap tangisan anak kecil yang nanti akan berhenti.
Saat ini minyak dunia turun bahkan dinilai anjlok hingga harga sangat rendah. Suara rakyat terdengar kembali meminta kembali pada pemerintah agar harga BBM turun, namun sepertinya mereka diam pura-pura tidak mendengar seolah tidak mengetahui hal ihwal harga minyak dunia. Benar kata Ebenez, penguasa dan para brutus yang berada di sekelilingnya sedang “ng-fly mabuk akan kekuasaan” mungkin dapat dikatakan bahasa lain kondisi sedang puncak-puncaknya mabuk. Jikalau diibaratkan pemerintah seperti orang sedang pesta mabuk, memang jauh mendengar dan mengikuti kata dan kalimat postif, yang ada mereka sedang melayang menikmati suasana melayang di angkasa kekuasaan dan siapa pun tidak bisa menyentuhnya, kecuali mereka yang sama-sama menikmatinya.
Harga BBM harus turun, bukan hanya karena minyak dunia anjlok. Tanpa alasan itu pun masyarakat harus difahamkan dan pemerintah sadar bahwa BBM adalah milik rakyat dan negara. Ada hal yang unik di negeri ini. Untrust pada pemerintah kian hari semakin liar dan menjalar. Masa bodo pada setiap kebijakan apapun yang dikeluarkan. Ini menjadi pertanda buruk bagi sebuah bangsa dan negara. Presiden Indonesia sosoknya tidak menjadi kebanggaan rakyatnya. Bully demi bully terus tersebar di berbagi media sosial memberi stigma yang tidak mencerminkan sebuah kebanggaan. Entah ini adalah sebuah sanksi sosial yang harus diterima akibat dari kemampuan pemimpin yang dikesankan seorang sosok boneka oligarki katanya, atau memang rakyat yang kurang beradab. Namun, fakta sosial dan politik kebangsaan hari ini para birokrat dan pejabat dibawah komando Presiden banyak yang tersandera oleh perilaku melanggar norma.
Harga BBM tetap ngblok sekalipun minyak dunia harganya anjlok, justru pemerintah malah sibuk dengan pengkondisian calon pemimpin negara menjelang pemilu 2024. Padahal ekonomi negara jeblok hingga terperosok ke dalam lumpur yang kotor nan jorok. Kapitalisme hanya sebuah neraka bagi rakyat jelata nan buta harta, sosialisme menjadi harapan dan asa yang tertipu oleh bayang-bayang negara yang tidak jelas kemana arah bangsa. Hanya ajaran Islam yang akan menyelamatkan bagi warga yang meyakini benar, bukan yang hanya mengakui sebagai agama saja. Apalagi ajaran Islam dijadikan sebagai alat untuk melegitimasi basa-basi narasi yang tidak menginspirasi.
Matahari pagi terbit pagi hari, terbenam sore hari begitu setiap hari silih berganti. Tidak perlu menunggu instruksi, hukum alam sebagai sunnatullah tidak bisa dipungkiri. Pun sama seharusnya bangsa dan negara ini jika dikembalikan pada hukum dan norma Islam akan memberi nuansa lebih berarti. Islam ajaran dan norma yang menjamin sepanjang masa dan tidak lekang oleh masa, justru manusialah yang akan habis masanya. Wahai manusia siapapun anda, agama apapun anda, tinggal dimanapun anda dan kebangsaan apapun anda semua akan habis pada masanya, kecuali amal dan karya yang bermanfaat yang tidak akan habis di makan rayap masa. Jikalau anda hanya duduk diam tak bicara bahasa kebenaran dan keadilan, hanya melihat tidak berbuat nyata, dan juga banyak berfoya-foya hanya untuk perut semata. Jangan harap dan meminta pada yang Maha Kuasa untuk sejahtera, sementara kita tidak berusaha menjalankan syariat yang menjelma pada keadilan dan keadaban pada alam semesta.
Bandung. September 2022