JAKARTA, MENARA62.COM – Belanja melalui platform digital sudah tidak bisa dihindari oleh konsumen jaman sekarang, menyusul tutupnya sejumlah ritel. Platform digital atau toko online tersebut merambah hampir semua produk termasuk elektronik dan peralatan rumah tangga.
Di satu sisi, munculnya produk-produk rumah tangga atau produk elektronik di pasar online tersebut memudahkan calon konsumen untuk mendapatkan produk, tanpa harus direpotkan dengan urusan pergi ke toko atau urusan pengangkutan. Tetapi disisi lain, membeli produk rumah tangga, elektronik atau produk lain melalui toko online ibarat membeli kucing dalam karung. Jika beruntung maka produk yang dibeli sesuai harapan. Tetapi jika sedang sial, maka bisa jadi produk yang sampai ditangan kondisinya mengecewakan.
Kejadian tersebut sangat mungkin menimpa siapapun karena berbelanja di toko online, calon konsumen tidak bisa melihat langsung produk yang akan dibeli. Konsumen hanya dapat melihat dari foto produk yang terpampang di toko online, termasuk spesifikasi produknya.
Problemnya bagaimana memastikan bahwa produk yang dibeli itu adalah produk berkualitas, tidaklah mudah. Pengetahuan dan kesadaran konsumen soal kualitas produk yang minim, membuat banyak calon konsumen memutuskan membeli produk yang diinginkan atas dasar harga promo, harga murah, atau gambar yang ditampilkan sangat bagus.
“Saya beberapa kali kecewa beli produk melalui toko online, terutama soal mutu barang, kadang nggak sesuai dengan yang kita inginkan,” kata Ny. Elva, warga Condet, Jakarta Timur.
Meski beberapa kali kecewa, Ny. Elva tak kapok untuk membeli produk melalui toko online. Alasannya, harga produk di toko online seringkali lebih murah dibanding dengan harga di toko offline. Terakhir dia berburu produk penanak nasi pada momen Harbolnas 12 Desember lalu. Produk tersebut dibeli dengan harga promo sangat murah, potongan harga 70 persen dari harga aslinya.
Untuk menghindari ‘jebakan betmen’ terhadap produk yang dibeli melalui toko online, kini Ny. Elva menjadikan SNI sebagai pertimbangan utama. Cara tersebut sangat efektif untuk terhindar dari barang tak bermutu.
“Saya browsing dulu di internet apakah produk yang saya inginkan tersebut memiliki SNI atau tidak. Karena beli di toko online kita kan nggak bisa lihat barangnya langsung. Kalau murah tapi nggak ada SNI, saya memilih tidak membelinya, dari pada berisiko,” tambahnya.
Senada juga dikemukakan Ny Eta, warga Bantul, Yogyakarta. Ia mengaku kini banyak berbelanja melalui toko online, tidak sekedar kuliner atau furniture dan produk fesyen. Beberapa produk rumah tangga untuk urusan dapurnya juga dibeli secara online, seperti penanak nasi, blender dan dispenser.
Untuk memastikan tidak salah memilih merek, Ny Eta menjadikan SNI sebagai salah satu pertimbangan utama saat akan memutuskan berbelanja secara online. “Saya suka chat dulu sama penjualnya, atau toko online-nya, apakah produk yang saya inginkan sudah ber-SNI atau belum,” katanya.
Baginya, SNI adalah hal wajib yang harus ada dalam spesifikasi produk elektronik atau produk rumah tangga yang akan dibeli. Alasannya, membeli secara online produk peralatan rumah tangga tidak memiliki kesempatan untuk mencoba (test) produk terlebih dahulu sebelum dibeli. Tidak pula memiliki kesempatan untuk mengecek tanda SNI-nya.
“Kalau sudah punya SNI, pasti mutu terjamin, keamanan juga terjamin. Mahal dikit nggak apa-apa yang penting kita beli barang yang tepat,” lanjutnya.
Masyarakat Sadar SNI
Kesadaran masyarakat akan pentingnya SNI tersebut sudah diantisipasi oleh PT Kencana Gemilang melalui produknya bermerek Miyako. Produsen peralatan rumah tangga tersebut telah lama menerapkan SNI untuk seluruh produk yang dihasilkannya. Baik itu produk yang masuk kategori wajib SNI maupun kategori SNI sukarela.
“Kami awalnya memang ingin memberikan perlindungan kepada konsumen pengguna produk Miyako. Jika kami memproduksi barang dengan standar yang jelas, maka tentu keamanan produk lebih terjamin,” kata Teguh Kusriyanto, Quality Assurance Manager PT Kencana Gemilang.
Ia bersyukur sekarang konsumen makin cerdas. Mereka menjadikan SNI sebagai pertimbangan utama saat membeli produk, terutama yang memiliki risiko keamanan dan kesehatan. Terlebih pada era maraknya toko online dimana calon konsumen tidak bisa melihat langsung produk yang akan dibelinya.
“Tanpa melihat produknya secara langsung, tanpa harus ditest dulu, kalau produk sudah ada SNI, pasti terjamin keamanan dan mutunya,” tambah Teguh.
Diakui, SNI untuk sebuah produk bukan sekedar bukti kepatuhan terhadap aturan pemerintah. SNI adalah bagian dari komitmen perusahaan untuk melindungi keamanan, keselamatan dan kesehatan konsumen.
Karena itu dari 22 sertifitikat SNI yang diperoleh Kencana Gemilang, 12 SNI diantaranya masuk kategori SNI sukarela. Ke-12 jenis produk yang masuk kategori SNI sukarela tersebut adalah produk penanak nasi (rice cooker), blender, mixer, dispenser, penampung beras (rice box), kompor komersiil, pengering rambut (hair Dryer), pengejus (juice extractor) , pemanggang roti (sandwich toaster), pensteril botol (bottle sterilizer), pembuat kopi (coffee maker) dan penanak lambat (slow cooker).
Kencana Gemilang lanjut Teguh bahkan menerapkan standar yang lebih tinggi dari SNI dan menambahkan parameter pengujian diluar parameter SNI, diantaranya rice cooker yaitu uji ketahanan lapisan non stick coating, uji kekuatan top cover spring, uji kekuatan part palstik pada sistem buka tutup top cover assy, uji kekuatan lapisan coating setrika, dan lainnya.
Menurutnya, mengurus sertifikasi SNI bukanlah pekerjaan mudah. Banyak tahapan yang harus dilalui dengan biaya yang tidak murah.
“Setidaknya kami harus bolak-balik ke laboratorium uji untuk mendapatkan produk yang benar-benar sesuai dengan parameter yang diharuskan. Tidak dua atau tiga kali langsung jadi. Selalu ada komponen atau bagian yang harus terus diperbaiki,” lanjut Teguh.
Ia juga mengakui bahwa menerapkan SNI tidak serta merta membuat omset penjualan produk Miyako di pasaran terus menanjak. Membutuhkan waktu lama untuk melihat pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan pasar dan tingkat penjualan.
Teguh mengakui menerapkan SNI membawa konsekuensi pembiayaan tak sedikit pada setiap produknya. Karena itu produk Miyako seringkali dijual dengan harga lebih tinggi dibanding produk sejenis di pasaran. Kisarannya bisa 10 persen hingga 15 persen dan itu cukup menjadi alasan bagi konsumen untuk memilih produk bermerek lain.
Meski mendapati fakta pasar yang demikian, Miyako lanjut Teguh tetap memperkuat komitmennya untuk menerapkan SNI. Bahkan terhadap komponen yang terpaksa harus diimpor, Miyako mewajibkan produsen negara asal untuk mengurus SNI-nya.
“Kami malah membantu perusahaan dimana kami mengimpor komponen produk untuk mengurus SNI agar hubungan kerjasama berlanjut. Ada yang kami bantu mengurus SNI. Beberapa yang menolak, terpaksa kami ganti,” tukas Teguh.
Komitmen menerapkan SNI tersebut juga ditunjukkan dengan penambahan parameter yang lebih tinggi antara 20 hingga 50 persen pengujian diluar parameter SNI. Artinya, parameter yang digunakan produk Miyako, tidak sekedar parameter standar minimal seperti tertera dalam SNI. Misalnya untuk menguji kabel, pada parameter SNI, kabel harus dilipat buka sampai 10 ribu kali, maka Miyako menerapkan 12 ribu kali.
Produk Miyako lain yang parameter ujinya ditingkatkan adalah rice cooker. Peningkatan parameter uji dilakukan untuk uji ketahanan lapisan non stick coating, uji kekuatan top cover spring, uji kekuatan clamp knop spring, uji kekuatan knop spring dan uji kekuatan part plastik pada sistem buka tutup top cover assy. Juga pada produk strika untuk uji kekuatan lapisan coating.
Menjadi strategi marketing
Penerapan standar (sertifikasi SNI) diakui Teguh dapat dijadikan sarana dalam strategi marketing seperti menampilkan keunggulan produk ber-SNI dalam setiap iklan dan promosi Selain itu SNI sangat penting untuk memeriksa pemenuhan segi keamanan dan keselamatan dari suatu produk terhadap standarnya. SNI sukarela menjadi nilai lebih terhadap produk bagi konsumen yang telah memahami pentingnya SNI untuk menjamin keselamatan. SNI juga penting untuk memperluas pemasaran hingga ke pasar regional maupun global.
“Semua negara mewajibkan standar tertentu untuk produk yang masuk ke negara mereka. Beberapa negara menerima SNI. Tetapi ada juga negara yang perlu kita lakukan harmonisasi karena mereka memiliki parameter standar sendiri,” tambah Teguh.
Berkat konsistensi Miyako menerapkan SNI, saat ini produk-produk bermerek Miyako menjadi salah satu produk pilihan utama konsumen. Selain itu Miyako juga mulai menembus pasar regional antara lain ke Sri Lanka, Vietnam dan Bangladesh meski prosentasenya masih 5 persen.
Diakui, SNI bagi Miyako memiliki kedudukan yang strategis dan penting. Sertifikasi SNI untuk produk Miyako sangat penting untuk memeriksakan pemenuhan segi keamanan dan keselamatan dari suatu produk terhadap standarnya.
Nilai standar yang tertulis dalam SNI adalah Nilai standar Minimal yang harus dipenuhi dari suatu produk, pihak Manufaktur PT.Kencana Gemilang dalam beberapa point pengujian menerapkan standar internal yang lebih tinggi (dengan menambahkan minimal 20% diatas standar uji SNI).
Sertifikasi SNI (sukarela) menjadi nilai lebih terhadap Produk bagi konsumen yang telah memahami pentingnya Produk memiliki Sertifikasi untuk jaminan keselamatan.
Untuk beberapa negara berkembang, produk yang akan diekspor apabila memiliki sertifikasi SNI lebih meningkatkan kepercayaan pembeli (buyer) untuk membeli produk.
Sementara itu Kepala Biro Hukum, Organisasi dan Humas BSN Iryana Margahayu menjelaskan Miyako menjadi salah satu perusahaan yang memiliki komitmen sangat tinggi untuk menerapkan SNI.
“Miyako selevel lebih tinggi dibandingkan perusahaan penerap SNI lainnya,” papar Iryana.
Tak hanya menjadi penerap SNI, Miyako lanjut Iryana juga menjadi salah satu tim penyusun parameter SNI untuk sejumlah produk elektronik rumah tangga dari unsur badan usaha. Keaktifan Miyako dalam penyusunan standar SNI ini diharapkan memberikan inspirasi bagi perusahaan lain untuk melakukan hal yang sama.
“SNI itu disusun dengan cara yang Pancasilais mengutip kata-kata Pak Bambang, Kepala BSN. Mengapa? Karena azas musyawarah dan mufakat antar pengambil keputusan mulai dari pelaku usaha, perwakilan pemerintah, akademisi, masyarakat dan unsur lainnya dalam menyusun parameter SNI benar-benar kita ke depankan,” tutup Iryana.