KARANGANYAR, MENARA62.COM — Muhammadiyah secara historis tidak bisa lepas dan melepaskan aktivitas politik. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Din Syamsuddin Ketua PP Muhammadiyah periode 2005 -2015 pada acara Dialog Idieopolitor (Idieologi, politik dan Organisasi) yang diselenggarakan Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Karanganyar.
Dialog dengan tema Politik Muhammadiyah dan Islam Politik dari Masa ke Masa di Indonesia, Sabtu (1/9/2018) digelar di Aula Multimedia SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar.
Dalam dialog sekitar 1,5 Jam yang dimoderatori Sekretaris PDM Kabupaten Karanganyar Sarilan M Ali ini, Din Syamsuddin mengingatkan kembali tentang sejarah peran serta Muhammadiyah dalam politik. Keterlibatan itu sudah ada sejak organisasi Islam terbesar di Indonesia ini didirikan.
“Realitas politik yang ada sejak lahir hingga sekarang sebagai sebuah realitas sejarah Muhammadiyah tidak lepas dan tidak bisa dilepaskan dari politik. Masalah umat islam dalam politik ini menjadi bagian dari aspek islam tauhid yang meliputi ajaran-ajaran semua aspek, tidak ada pemisahan politik dengan agama. Salah kalau ada yang mengatakan jangan bawa-bawa ajaran Islam dalam politik” kata Din Syamsuddin, yang juga guru besar pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Keterlibatan pendiri dan tokoh-tokoh Muhammadiyah pada masa sebelum kemerdekaan, orde lama, orde baru bahkan orde reformasi sekarang ini, menurut Din, sebagai bentuk maupun bukti tidak lepasnya politik dengan Muhammadiyah. Din juga menyinggung dan menyebutkan banyak tokoh Muhammadiyah yang terlibat dalam gerakan politik pada masanya. Seperti KH Ahmad Dahlan, Mas Mansur dan banyak tokoh besar lainya termasuk Soekarno.
Secara terori dan realitas Din menyampaikan dua hal terkait corak realitas politik. Pertama, Siapa merebut apa, kapan dan bagaimana? Ini yang sering dimaknai sebagai politik kekuasaan. Kedua, mengalokasikan nilai-nilai dalam masyarakat, yang biasa disebut politik alokatif/politik nilai/politik dakwah/politik amar ma’ruf nahi munkar. Karena corak realitas politik ini adalah mengalokasikan nilai-nilai di masyarakat.
Menurut Din, kedua corak realitas politik tersebut keduanya sangat penting baik mengenai kekuasaan maupun memperjuangkan nilai-nilai. “Rebut kekuasaan untuk memperjuangkan nilai-nilai dakwah. Banyaknya kader-kader Muhammadiyah di partai politik sebenarnya diharapkan untuk membawa nilai-nilai dakwah Muhmmadiyah dan Islam atau dalam etika tidak tertulisnya harus menegakkan marwah Muhammadiyah melalui parpol, bukan sebaliknya kepentingan partai politik yang dibawa ke Muhammadiyah,” ujarnya.
Din yang juga Ketua Dewan Penasehat MUI ini juga menegaskan tentang khitah Muhammadiyah dibidang politik.Menurutnya, secara organisasi yang diputuskan tahun 1971. “Intinya Muhammadiyah tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan partai politik manapun, jangan bawa-bawa organisasi Muhammadiyah untuk kepentingan politik,” ujarnya.
Din Syamsuddi juga mengkritik sistem demokrasi di Indonesia yang ternyata lebih liberal daripada negara-negara liberal. “Kenapa ini terjadi? Karena demokrasi di Indonesia mengingkari cita-cita pendiri bangsa ini. Katanya demokrasi Pancasila tetapi meninggalkan sila ke-4 sebagai cita-cita demokrasi yang dirumuskan pendiri bangsa. Bahkan tidak hanya sila ke-4 yang diingkari, tetapi juga sila-sila lainya.Misal sila ke-5 Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang tidak kunjung dicapai,” ujarnya.
Mengakhiri dialognya setelah sesi tanya jawab dengan sebagian peserta, Din Syamsudin berpesan agar senantiasa menjaga ukhuwah. “Jangan berpecah belah dan jadilah kekuatan penengah. Terkait pilihan politik tahun 2019 warga Muhammadiyah ini sudah cerdas cukup dengan isyarat, kalau tidak paham ini bukan dialog ideopolitor tetapi dialog idiot,” kata Din sambil berkelakar dan diteruskan dengan cerita-cerita dibalik calon-calon yang sudah menyatakan maju pada kontestasi pilpres 2019.
Sebelumnya, mengawali acara yang dihadiri ratusan Pimpinan Daerah, Majelis, Lembaga, Ortom, Pimpinan Amal Usaha Muhammadiyah Karanganyar, ketua PDM Karanganyar Muhammad Samsuri mengatakan, kegiatan ini merupakan yang ke-3 pada periode kepengurusan PDM hasil Muktamar 47.
“Posisi Muhammadiyah sebagai lumbung suara tentunya dianggap menarik oleh kekuatan politik yang ada, dan tahun 2018 – 2019 merupakan tahun politik, itu yang mendasari kegiatan ini dilaksanakan. Tentunya kehadiran Prof Din Syamsuddin di Karanganyar ini, sekaligus memanfaatkan waktu luang diantara padat dan sibuknya acara di MUI dan sebagai Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerjasama Antaragama dan Peradaban serta jabatan-jabatan lain yang diemban beliau,” kata Samsuri.
Penulis: MPI PDM Karanganyar/Joemadi