SAMARA, MENARA62.COM -– Metro Moscow, sudah bukan sekadar alat transportasi publik bagi masyarakat Moscow. Metro ini, di Indonesia disebut sebagai MRT. Metro, moda transportasi yang melampaui beberapa generasi, dan menjadi bagian penting dari kehidupan kota Moscow.
Metro Moscow, menjadi sebuah kehidupan unik. Metro Moscow, menyediakan kehidupan di bawah tanah dengan ritme, dan atmosfer yang sama sekali berbeda dengan di permukaan.
Pada 1875, saat itu Kekaisaran Rusia masih mempertahankan kekuasaannya. Masalah pelayanan transportasi publik, menjadi momok yang tak bisa diselesaikan. Terutama, bagi Kekaisaran yang berada di lingkar Arktik, dengan suhu dominan lebih dingin dari -15.
Pada 1922, Uni Soviet lahir dan berkuasa. Moda transportasi publik andalannya adalah tram, yang sudah ada juga sejak masa kekaisaran. Namun pada puncak musim dingin 1930, terjadi hari yang membeku. Semua kendaraan, termasuk Tram, mobil-mobil dan truk, membeku. Tidak ada yang bisa bergerak di hari itu. Hari yang ditakutkan sejak 1875 itu terjadi, transportasi Moscow lumpuh total.
Pada 1931, akhirnya Metro mulai dibangun. Insinyur-insinyur memimpin proyek, sekop-sekop pekerja mulai menggali tanah Moscow yang membeku. Awalnya, Metro akan di bangun pada kedalaman yang masih dangkal. Namun Veniamin Makovsky, seorang insinyur muda dengan ide segar mengajukan ide revolusioner yang akan terbukti benar puluhan tahun setelahnya. Beliau mengajukan, Metro harus dibangun pada kedalaman yang dalam.
Proyek pertama Metro Moscow adalah Rute Sokolniski menuju Istana Soviet. Proyek yang sarat propaganda Soviet dengan slogan “Kereta menuju Istana untuk Rakyat”. Namun, kendala kekurangan jumlah pekerja, juga kekurangan teknologi membuat proyek ini sulit untuk bergerak.
Hingga pada 1934, Metro Moscow menggandeng British Tunnelling, sebuah firma yang mengerjakan pembuatan terowongan dan kereta bawah tanah asal Inggris. Barulah sejak saat itu, blueprint dari British Tunnelling menjadi dasar pembangunan Metro Moscow dari generasi ke generasi.
Pada 15 May 1935, Metro Moscow resmi beroperasi dengan 13 stasiun pertamanya. Huruf ‘M’ besar yang berwarna merah, didesain oleh Ivan Taranov, menjadi lambang resmi Metro Moscow hingga kini.
Menjadi Shelter Bomb di masa Perang Dunia II
Uni Soviet, resmi mencemplungkan diri ke Perang Dunia II pada 1941. Peperangan itu, dikenal dengan Great Patriotic War oleh bangsa Rusia. Uni Soviet, keluar sebagai salah satu pemenang dari perang tersebut.
Selama perang berlangsung, Moscow lebih dari 20 kali dihujani bom oleh tentara Jerman. Metro Moscow mengambil peran penting dalam peperangan. Stasiun dan terowongannya di tempatkan jauh di dalam tanah, dan dilapisi dengan logam yang sama dengan kapal perang. Menjadikannya strategis dan kokoh menjadi Shelter Bomb.
Selama kurang lebih lima tahun, Masyarakat Moscow hidup di bawah tanah. Di stasiun-stasiun Metro Moscow, dengan Metro yang masih beroperasi.
Selama masa perang itu, ekosistem kota benar-benar berpindah ke bawah tanah. Ada rumah sakit di stasiun Metro Moscow, ada dapur umum, kantin, perpustakaan, toko-toko, bahkan salon kecantikan, di dalam tanah.
Tercatat selama peperangan, terdapat 217 bayi lahir di ekosistem bawah tanah Kota Moscow dengan Metronya. Dan yang lebih luar biasa, dalam keadaan berperang, Moscow berhasil menambah jalur Metronya sepanjang 13 KM dengan 7 stasiun. Hingga 1950, Moscow sudah membangun 35 stasiun dengan rute sepanjang 44 KM.
Metro di Masa Perang Dingin
Perang Dunia II memang sudah berakhir, namun menimbulkan peperangan baru. Perang Dingin antara Uni Soviet dengan Pakta Warsawa nya, melawan “Negara Barat” dengan Nato nya. Mereka memang tidak berperang secara langsung. Namun berperang dengan proxi, perlombaan senjata, perlombaan industri, perlombaan teknologi, dan menggunakan negara lain sebagai medan perangnya.
Selama masa sebelum Perang Dingin, Stasiun Metro selalu dibangun dengan indah. Megah dan mewah, dengan arsitektur yang menggambarkan jelas kedigdayaan Uni Soviet. Arsitekturnya pun mengambarkan propaganda Uni Soviet sebagai negara adidaya.
Namun pada masa Perang Dingin, terjadi perubahan pada gaya arsitektur stasiun-stasiun baru. Dari mewah, menjadi lebih sederhana. Alasannya bukan hanya karena alasan penghematan, dan negara harus fokus di bidang lainnya. Tapi karena, 21 stasiun yang dibangun selama masa 1950 – 1960 ini, didesain sebagai Shelter dari serangan bom nuklir.
Tercatat hingga 1960, Metro Moscow memiliki 56 stasiun dengan rute sepanjang 77 KM. Semuanya lengkap dengan ekosistem kota bawah tanah. Semuanya bisa menjadi shelter hujan bom dari serangan udara, dan 21 stasiun baru yang dipersiapkan menjadi shelter bom nuklir.
Masa Metro Melambat
Uni Soviet yang terus melakukan perang dingin, mulai menunjukan tanda-tanda kewalahan dan kehabisan tenaga. Itupun berdampak pada pembangunan Metro dalam 30 tahun terakhir menuju runtuhnya Uni Soviet, 1960 – 1990.
Pada masa ini, Metro yang tadinya dibangun jauh di bawah permukaan tanah, mulai dibangun di permukaan. Stasiun-stasiun baru, rute-rute baru, dibangun hampir semuanya di permukaan. Bahan pembuatan stasiunnya pun, terbuat dari kaca dan material semacamnya.
Hal ini memangkas biaya pembangunan dan menghemat biaya negara. Menambah tenaga dalam kompetisi melawan “Negara Barat” yang makin sulit dimenangkan.
Terhitung dalam 30 tahun, 89 stasiun berhasil ditambah. Namun 31 di antaranya adalah stasiun permukaan dan dan 30 diantaranya adalah stasiun penghubung. Pertumbuhan panjang rute mencapai 156 KM dengan 58 KM rute permukaan. Total pada tahun 1990, Metro Moscow memiliki rute sepanjang 233 KM dengan stasiun sebanyak 156 stasiun.
Metro setelah Uni Soviet Runtuh
Pada 25 Desember 1991, Uni Soviet runtuh. Bendera Triwarna Rusia, mengudara di Moscow. Negara baru, Republik Federal Rusia menjadi tuan baru penguasa tanah Moscow.
Pada masa ini, hingga sekarang, pembangunan Metro tetap berlansung. Gaya arsitektur yang berubah menjadi lebih baru dan futuristik. Revitalisasi armada dan peningkatan kecepatan armada. Namun tetap merawat dan tidak mengubah apapun, dari 156 stasiun Metro yang sudah ada sebelumnya.
Jika dulu, Metro Moscow dijadikan media propaganda dan alat pertahanan perang oleh Uni Soviet, Stalin khususnya. Kini, stasiun-stasiun Metro Moscow yang baru, mengarah lebih ke pusat interaksi dan edukasi.
Arsitektur modern dan futuristik menjadi ciri khas stasiun-stasiun baru. Tanpa ada embel-embel lambang Komunis, Uni Soviet, atau patung gambar Stalin ataupun Putin. Propaganda yang dimainkan adalah propaganda ide. Bahwa arsitektur yang mewah dan futuristik ini, menggambarkan Rusia bisa maju bersama-sama, bukan karena satu dua orang.
Terhitung, hingga kini, Jaringan Metro Moscow memiliki panjang jaringan 346,2 KM dengan 12 rute dan 206 Stasiun. Metro ini, berbahan bakar listrik dan gas. Serta melayani penumpang rata-rata sebanyak 6,4 Juta orang dalam sehari.
Mengagumi keindahan, kedigdayaan, efektivitas, dan kecintaan warga Rusia pada transportasi publiknya memang tidak pernah selesai. Sambil menantikan, kapan moda transportasi sedigdaya Metro Moscow, bisa ada di Indonesia.
Sumber : mos.ru Moscow Major Official Website