MAMUJU, MENARA62.COM — Musypimwil II ‘Aisyiyah Sulbar Menebar Islam Berkemajuan. Kegiatan ini, mengambil tema Dinamisasi Gerakan Menebar Islam Berkemajuan.
Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah (PWA) Sulawesi Barat (Sulbar) menggelar Musywarah Pimpinan Wilayah kedua. Bertempat di Masjid Fastabikhul Khairat pada Kamis (9/1/2020) kegiatan Musypimwil kedua ini diikuti oleh pimpinan ‘Aisyiyah dari enam kabupaten yang ada di Mamuju mulai dari tingkat daerah, cabang, dan ranting. Turut hadir dalam kegiatan ini Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sulbar, Ketua KPU Sulbar, Ketua Tapak Suci Muhammadiyah Sulbar, Ketua Pimpinan Daerah Mamuju, dan Ketua STIE Muhammadiyah Mamuju.
Dalam sambutannya, Marwah, Ketua PWA Sulawesi Barat menyampaikan keyakinannya bahwa ‘Aisyiyah di Sulbar akan dapat berkembang dan ikut memajukan Sulbar. “Sulawesi Barat ini terdiri dari enam kabupaten, dengan gerakannya ‘Aisyiyah selalu berusaha elok, meskipun tidak semaju dengan ‘Aisyiyah yang ada di daerah lain, tetapi kami tetap optimis ke depan bisa sejajar untuk memajukan ‘Aisyiyah di Sulbar,” ujarnya.
Ketua PWM Sulbar, Kyai Wahyun Mawardi menyampaikan harapannya agar ‘Aisyiyah dapat menjadi bagian dari Islam berkemajuan. Tema Dinamisasi Gerakan Menebar Islam Berkemajuan menurutnya mengandung makna Islam yang ramah, Islam yang melahirkan keutamaan dan keunggulan, Islam yang membebaskan, dan memberdayakan.
“Oleh karena itu Islam berkemajuan harus memenuhi alam pikiran ilmiah, berorientasi ke masa depan, dan selalu menjadi unggul,” ujarnya.
Dalam sambutannya Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Siti Noordjannah Djohantini menyampaikan rasa syukurnya bisa hadir pertama kali di Mamuju dan mengikuti Musypimwil Sulawesi Barat ini. Menurut Noordjannah Muspimwil adalah permusyawaratan terbesar setekah musywil yang dilakukan di tingkat Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah.
Noordjannah menekankan beberapa hal yang harus diperhatikan dalam Musypimwil. Dalam Musypwil ini perlu diperhatkan. Pertama, visi dan misi TK harus sejalan dengan pemahaman Islam berkemajuan.
“Berkemajuan artinya Islam yang wasathiyah seluruh gerakan termasuk amal usaha harus berorientasi pada Islam berkemajuan,” ujarnya.
Kedua, memandatkan kepada seluruh pimpinan untuk menjadi pimpinan yang dinamis. “Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah menjadikan suatu program untuk menghidupkan ranting,” katanya.
Ketiga adalah gerakan kebangsaan.
Lima karakter
Pada kesempatan tersebut Noordjannah juga menekankan mengenai lima karakter ‘Aisyiyah, yang salah satunya adalah sebuah organisasi yang kuat di tingkat basis.
“‘Aisyiyah adalah sebuah organisasi yang kuat di tingkat akar rumput, kuat ditingkat komunitas. Jadi bagi yang ‘Aisyiyahnya kurang aktif maka kita dekati dengan berbagai program seperti MAMPU ‘Aisyiyah yang sudah dilaksanakan di Mamuju,” ujarnya.
Menurut Noordjannah, di dalam keputusan tanwir ‘Aisyiyah mempunyai harapan lebih dinamis. Menurutnya, berbagai program kerjasama seperti MAMPU ‘Aisyiyah dapat mendorong ‘Aisyiyah. Organisasi didorong agar bergerak di bawah, yakni dari ranting dan kemudian menghidupkan ‘Aisyiyah.
“Pimpinan Pusat Aisyiyah bermitra dengan beberapa pihak. Sebab ‘Aisyiyah tidak bisa bekerja dengan sendiri-sendiri. Oleh karena itu gerakan ‘Aisyiyah ini adalah gerakan yang harus hidup dan menghidupi di tingkat bawah, dengan melalui pengajian, kegiatan sosial dan lain sebagainya,” ujarnya.
Karakter kedua ‘Aisyiyah menurutnya, merupakan gerakan Islam, dan Islamnya itu yang berkemajuan.
“Gerakan Islam Berkemajuan ini mengembang misi Islam, nilai-nilai dasar ajaran Islam, di mana nilai-nilai itu sesuai paham Muhammadiyah, maka sekiranya pimpinan ‘Aisyiyah atau anggotanya yang tidak menggunakan paham itu perlu dikembalikan menjadi sebuah kekuatan besar yakni irfani, burhani dan bayani,” ujar Noordjannah
a melanjutkan karakter ketiga ‘Aisyiyah adalah gerakan perempuan yang berkemajuan. Noordjannah menyampaikan, pada tahun 1977 saja para senior ‘Aisyiyah itu pandangannya sudah sangat maju.
“Di awal persyarikatan kaum ibu-ibunya sudah bersama membicarakan banyak hal, dan salah satunya yang menjadi menjadi inisiator kongres perempuan pertama Indonesia pada tahun 1928 yang berkumpul bersama kaum pria berbicara tentang Indonesia yang akan datang merebut kemerdekaan, kemudian dari perkumpulan itulah yang sekarang dikenal dengan peringatan hari ibu,” ujarnya.
Berkaitan dengan peringatan Hari Ibu tersebut Noordjannah meminta agar para peserta tidak melupakan sejarah. Ia mengajak agar kedepannya dapat memperingati Hari Ibu dengan memperingati perjuangan perempuan Indonesia. “Kadang-kadang kita ini melupakan sejarah sendiri yang sudah kita lakukan. Jadi kalau besok ada peringatan hari ibu, maka peringatilah bagaimana sejarah Aisyiyah ikut berjuang dalam kemerdekaan. Perjuangan itu dilakukan melalui pendidikan, taman kanak-kanak ‘Aisyiyah Bustanul Athfal, yang kemarin kita peringati usianya yang ke 100 tahun,” ujar Noordjanah.
Kekuatan karakter ‘Aisyiyah yang berikutnya menurut Noordjanah adalah gerakan amal usaha. “Kenapa Muhammadiyah ‘Aisyiyah mempunyai kekuatan, karena punya amal usaha, itu hebatnya Muhammadiyah. Jadi kalau ingin mengembangkan dan menambah amal usaha, itu ciri dari ‘Aisyiyah,” ujarnya.
Sebagai penutup Noordjanah meminta agar seluruh warga ‘Aisyiyah di Sulbar dapat bersungguh-sungguh bersemangat untuk maju membesarkan ‘Aisyiyah dan Islam berkemajuan di Sulawesi Barat.
“Saya pikir di Sulbar ini dengan perkembangannya yang begitu pesat itu harus kita syukuri, dan harus mempunyai semangat untuk maju karena kalau kita memang bersungguh-sungguh Allah akan membukakan pintu dari apa yang kita ikhtiarkan,” ujarnya.