32.9 C
Jakarta

Novelet RdBK : 87 -# Hukuman Santri

Baca Juga:

Langit cerah sore itu. Mega berarak arak diangkasa. Bentuknya warna warni. Ada yang seperti domba, daun bahkan sesekali seperti tulisan Allah. Semua karena kehendak -Nya. Bagian dari kekuasaan yang agung. Angin berhembus pelan sepoi-sepoi. Aku keluarkan sepeda motor yang setengah butut. Baru tidak, lama banget juga gak . Tujuan ke pondok Rohman. Tanpa sepengetahuan Rohman. Sudah 2 pekan memang tidak menengoknya. Kesibukan pekerjaan yang menumpuk membuat jadwal kunjungan santri terabaikan. Gak kangen? Jangan ditanya. Rasa itu setiap akhir pekan di ubun-ubun.

Tapi 2 pekan kemarin aku lupa mengapa tidak bisa ke pondok .

Nah akhir pekan ini.. dalam hati, bisa tidak bisa, harus bisa ke pondok. Maksa ini. Ya. Tapi kali ini beda aku gak bilang ke Rohman kalau mau datang.

Lagi pula waktunya sore. Biasanya pagi.

Sendiri tanpa istri aku ke pondok. Biasanya bertiga dengan Fauzan, kakak Rohman.

Sepeda motor aku pacu kencang. 70 km per jam. Biasanya sangat jarang dengan kecepatan itu. Rata-rata aku berani 50-60 km per jam. Tapi tetap waspada. Jalan menuju pondok relatif lengang. Sehingga dengan mudah dapat sampai di sana. Meski jalan terjal berliku-liku.

Sampai di pondok aku tidak langsung ke kantor ustadz. Tapi sengaja berhenti di parkiran motor… posisinya di atas teras halaman. Dengan leluasa aku bisa melihat santri yang di luar. Beberapa sedang mengaji di saung, beberapa sedang main tenis meja ada yang badminton. Mataku mencari-cari di mana Rohman? Tengok kiri kanan belum ketemu. Depan belakang belum nampak. Dari arah berlawanan mataku tertumbuk tubuh Rohman sedang menyapu gang sempit  menuju arah pondok. Bersama beberapa santri lain.

Ada yang menunduk ambil daun-daun, ada yang menyapu, termasuk Rohman ku.

Aku lihat 2-3 ustadz muda mendampingi.

Setelah dirasa cukup aku mendekat. Rohman nampak kaget dengan kedatanganku.

Aku lihat dari romannya dan sedikit melompat ke belakang tanda keterkejutan.

” Bapak..” katanya setengah terpekik.

“Iya le,” setengah aku dekap. Rohman cerita kalau kena hukuman pondok sehingga menyapu gang kecil masuk pondok.

Salahnya Rohman adalah terlambat bangun subuh.

“Gak papa le. Tetap semangat. Jalani saja,” kataku mencoba menenangkan meski sejatinya hatiku menjerit. Kenapa subuh terlambat. Otak kananku mencari jawaban.

” Bapak gak marah? ” Tanya falah menyelidik. Sambil tetap sapu ditangan.

” Gaklah kenapa harus marah. Rohman sdh banyak berjuang ini. Cuma kalau boleh tahu mengapa terlambat bangun subuh?”

“Ngobrol dengan teman gak terasa sampai larut pak”

” Gak papa yang penting besok gak diulangi”

Tanpa disuruh sapu ia letakkan. Kemudian mendekapku erat sambil sesenggukan menangis. Minta maaf.

Kami berpelukan agak lama. Memuntahkan rasa rindu juga salah diantara kami.

Setelah itu aku pamit pulang. Dengan mata masih berbinar dan sedikit senyum.. Rohman melepas aku pulang.Semoga dg rasa lebih lega. Meski sempat berbuat salah..^^

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!