Hari ini kami sekeluarga mengikuti pengajian bersama warga Indonesia di Wollongong, New South Wales, Australia. Acara ini dikoordinasikan oleh Jamaah Pengajian Illawwarra (JPI) yang beranggotakan mahasiswa dan warga Indonesia yang bekerja di kota ini. Pengajian ini diadakan sekali dalam satu bulan atau sesuai kebutuhan.
Selain pengajian, biasanya juga diadakan tadarrus Al Qur’an bagi anak-anaknya. Pengajian ini dilakukan selain untuk memperkuat tali silaturahmi, juga ajang diskusi tentang berbagai perkembangan di tanah air.
Pada tadi siang, Sabtu (29/6/2019) pengajian diadakan di rumah Bibit Riyanto, pegawai kementerian ESDM di Jakarta. Lokasi rumahnya berada di kawasan West Wollongong, sekitar 6 kilometer dari rumah. Bibit adalah mahasiswa program doktor Universitas Wollongong. Dia sudah menyelesaikan studinya dan akan segera kembali ke tanah air, untuk mengabdi kepada Nusa dan Bangsa.
Pengajian itu dihadiri 30 orang anggota jamaah termasuk anak-anak. Pada acara itu, terjalin suasana akrab antar sesama jamaah pengajian. Terutama bagi orang seperti saya yang baru bergabung, bertambah teman dan bertambah juga informasi yang saya peroleh mengenai kota ini dari berbagai sudut pandang.
Baju hangat
Saya memiliki cerita menarik tentang pengajian ini, memperoleh rezeki yang sama sekali saya tak pernah duga sebelum. Seorang mahasiswi yang akan menyelesaikan pendidikan di sini, menitipkan tiga pakaian suaminya untuk saya. Satu sweater warna hitam. Dua rompi hangat masing-masing warna merah dan abu-abu.
Rupanya tadi waktu di pengajian, sudah dibawa oleh istrinya, lalu diberikan kepada nyonyaku. Ternyata mereka yang saling tawar menawarkan pakaian tersebut, tanpa sepengetahuan saya. Karena setelah pengajian kami masih ke kota, maka pakaian ini dititip kepada teman sesama anggota pengajian yang rumahnya tidak jauh dari rumah kami di depan kampus UoW. Jadi baru saja malam ini diantar ke rumah, dan baru juga saya tahu akan rezeki dari Yang Maha Kuasa ini.
Ketiga baju hangat ini memang penting bagi saya. Bayangkan suhu di sini sangat dingin baik malam maupun siang hari. Sekitar 10 – 16°C, bahkan kadang kala di bawahnya. Sehingga pakaian hangat adalah sangat bermanfaat. Kadang pada siang hari yang terik matahari, ketika ke masjid atau ke kota, tetap harus memakai baju hangat. Udara begitu dingin di sini.
Saya merasa pemberian tersebut, sebagai rejeki dan harus bersyukur. Walaupun ini bekas, tapi masih sangat layak pakai, masih sangat bagus untuk ukuran saya,, tak ada robek atau rusak. Jika dinilai harga perhelai, masih laku sekitar lima belas Dollar. Karena tiga helai, maka empat puluh lima puluh Dollar atau jika dibawa ke mata uang Indonesia maka harganya adalah kurang lebih setengah juta Rupiah.
Saya sangat percaya, hal ini bukanlah apa-apa. Justru kehangatan yang akan saya rasakan atas pakaian ini, sebagai lambang hangatnya persahabatan dan persaudaraan. Kehangatan yang dilandasi semangat ukhuwah Islamiyah dan nilai-nilai kemanusiaan, senasib sepenanggungan, sebangsa dan setanah air. Tanah air, Indonesia.
Penulis: Haidir Fitra Siagian, Keiraville, Sabtu (29/6/2019) ba’da Isya