MALANG, MENARA62.COM — Budaya Indonesia Timur eksotis dan beragam. Namun, belum semua budaya itu terekspos apik dan mendapat perhatian penuh. Hal ini mendasari Lembaga Kebudayaan Universitas Muhammadiyah Malang (LK UMM) melalui Malam Ekspresi Seni dan Budaya (Maksidaya) memilih tema Indonesia Timur untuk penampilan-penampilan yang disajikan di atas panggung, Jumat (19/5/2017).
Digelar di helipad UMM, beberapa penampilan yang dipentaskan yakni Tari Soya-soya Sisi yang dibawakan enam mahasiswa dari Organisasi Daerah (Orda) Ternate Maluku Utara. Tari Soya-soya Sisi menceritakan tentang perang di Ternate pada zaman penjajahan. Ada salah satu gerakan yang menyimbolkan masyarakat yang tengah mengangkat mayat korban perang dan mengusir penjajah. Tak hanya tarian, Orda Ternate Maluku Utara juga menyuguhkan kuliner khas Ternate, yaitu kue pelita.
Sebutan kue pelita mengandung kisah sejarah bagi Ternate. Kue yang terbuat dari terigu, santan, dan gula merah dan dicetak di atas daun pisang berbentuk mangkuk kecil ini hadir sejak zaman lampu (pelita) belum masuk di Ternate. “Daun berbentuk mangkuk lonjong ini biasanya dipakai sebagai alas lilin yang jadi alat penerang atau pelita utama penduduk Ternate saat itu,” terang Fistiqlal, mahasiswa asal Ternate yang tengah magang di FPP UMM.
Selain Orda Ternate, ada juga Orda Mataram yang menampilkan tarian Gandrung, perkusi, dan aksi presean. Mereka juga menyuguhkan kuliner dan benda-benda khas Lombok seperti nasi puyung, tas tenun, serta kain songket. Sementara itu, Orda Ikatan Mahasiswa/Pelajar Indonesia Sulawesi Selatan (Ikami Sulsel) membawakan tarian Mapapenda dan menyediakan es pisang ijo sebagai kuliner khas Sulses. Orda lain yakni dari Sumbawa yang membawakan tarian Samalewa.
Asisten rektor bidang akademik, Dr Budi Suprapto MSi menyatakan, Maksidaya yang merupakan program rutin Lembaga Kebudayaan (LK) UMM yang sangat bagus bila terus dikembangkan. Pasalnya, menurut Budi, LK menjadi salah satu lembaga di UMM yang paling produktif. Salah satu bentuk produktivitasnya adalah pagelaran kebudayan semisal Maksidaya.
Ke depan, Budi berharap selain pagelaran budaya, LK mulai menginventarisasi nilai budaya, minimal yang berkembang di Malang Raya. “Contohnya bahasa walikan. Sepengetahuan saya, belum ada yang mengkaji bahasa khas Malang ini secara ilmiah, baik dimensi historis maupun sosial budaya. Kalau LK bisa mengkaji tentang bahasa walikan ini, akan memberi konstribusi menyejarah bagi masyarakat Malang,” harapnya Budi.
Tak hanya itu, Budi juga berharap LK mampu mendokumentasikan beragam budaya dengan lebih baik. “Sehingga UMM bisa menjadi database kebudayaan di Jawa Timur,” imbuhnya.
Pada gelaran Maksidaya kali ini, LK bekerja sama dengan kelompok praktikum Public Relation “Palace” prodi Ilmu Komunikasi UMM. Rijal Choirudin, ketua pelaksana sekaligus anggota kelompok praktikum menyatakan tiap-tiap Orda akan mendapatkan kompensasi berupa plakat. Hal ini merupakan apresiasi dari panitia akan generasi muda yang masih peduli dengan budaya daerah. “Budaya itu identitas suatu bangsa. Percuma mengaku mahasiswa sebagai agen perubahan kalau tidak menciptakan aksi untuk perubahan bagi bangsanya sendiri,” tegas Rijal, mahasiswa semester 6 itu.
Selain penampilan Orda, UKM Fotografi Focus UMM juga memamerkan hasil jepretan anggotanya tentang makanan tradisional. Berbagai stan makanan tradisional juga berjajar di area helipad. Pagelaran yang diadakan malam menjelang wisuda ini dapat menjadi salah satu alternatif hiburan bagi orang tua mahasiswa yang akan menghadiri wisuda pada Sabtu (20/5/2017).