NEW DELHI, MENARA62.COM – Krisis kemanusian baru mengancam masyarakat minoritas Muslim. Parlemen India telah menyetujui rancangan undang-undang (RUU) kewarganegaraan kontroversial yang memberikan kewarganegaraan kepada minoritas imigran tiga negara tetangga, tetapi mengecualikan kelompok Muslim.
RUU itu disetuju parlemen atau majelis tinggi (Rajya Sabha) India, Rabu (11/12/2019), sehari setelah lolos dari majelis rendah. RUU Amendemen Kewarganegaraan (CAB) itu didukung 125 dan 105 suara menentangnya.
RUU itu membawa perubahan besar pada hukum kewarganegaraan India yang berusia 64 tahun dengan memberikan kewarganegaraan kepada minoritas “yang dianiaya” — Hindu, Sikh, Budha, Jain, Parsis, dan Kristen — dari Bangladesh, Afghanistan, dan Pakistan. Tetapi, para kritikus mengatakan RUU gagasan Partai Nasionalis Hindu yang berkuasa, Partai Bharatiya Janata (BJP), merusak konstitusi sekuler negara itu.
Partai-partai oposisi, kelompok minoritas, akademisi, dan panel federal Amerika Serikat (AS) menyebutnya diskriminatif terhadap Muslim. Beberapa anggota parlemen oposisi mengatakan RUU itu akan ditentang di pengadilan.
“Pengesahan RUU Amendemen Kewarganegaraan menandai kemenangan pasukan yang berpikiran sempit dan fanatik terhadap pluralisme India,” kata Sonia Gandhi, pemimpin partai oposisi utama Kongres.
Sementara itu, Perdana Menteri (PM) Narendra Modi mengatakan pengesahaan RUU itu sebagai “hari penting bagi India” dan akan “meringankan penderitaan banyak orang yang menghadapi penganiayaan selama bertahun-tahun”.
“Senang bahwa #CAB2019 telah disahkan di #RajyaSabha. Terima kasih kepada semua anggota parlemen yang memilih RUU,” tweet Modi setelah pemungutan suara di Rajya Sabha.
Menteri Dalam Negeri Federal, Amit Shah, berdalih warga Muslim di Indoa tidak memiliki alas an untuk khawatir. “RUU ini dimaksudkan untuk memberikan kewarganegaraan, bukan mengambil kewarganegaraan,” katanya.
Al Jazeera melaporkan dari New Delhi, justru “Ada rasa takut yang jelas di daerah-daerah di mana warga Muslim India tinggal”. Protes terhadap pengesahan RUU itu telah meluas di berbagai bagian India, termasuk timur laut yang beragam secara etnis, yang orang takut bahwa migran Hindu tanpa berdokumen dari negara tetangga Bangladesh mendapat hak istimewa untuk diberikan kewarganegaraan.
Di negara bagian Assam, tadi malam ribuan orang melakukan protes di beberapa kota dengan prosesi pawai obor. Polisi menggunakan gas air mata untuk memukul mundur para pengunjuk rasa.
“Kami telah melihat protes besar-besaran di timur laut India hari ini yang telah berubah menjadi kekerasan. Polisi bereaksi dan menembakkan gas air mata ke arah mereka. Kami juga mengetahui bahwa tentara India bersiaga di negara bagian Assam,” bunyi laporan wartawan Al Jazeera.
“Beberapa dari orang-orang ini memprotes, mengatakan mereka tidak ingin imigran diberi kewarganegaraan India — apakah Hindu atau Muslim — karena mereka ingin melindungi budaya asli mereka,” imbuh laporan itu.
Faizan Mustafa, seorang ahli hukum konstitusi dan wakil rektor di NALSAR University of Law di Hyderabad, India, mengatakan RUU itu bertentangan dengan konstitusi negara. “Ini sewenang-wenang karena tidak didasarkan pada klasifikasi yang masuk akal, tidak memiliki tujuan rasional untuk dicapai, tidak mencakup semua tetangga, tidak mencakup semua minoritas yang dianiaya,” katanya.
Warga Negara Kelas Dua
Pemerintahan PM Modi — dipilih kembali pada Mei 2019 dan tengah dalam tekanan perlambatan ekonomi — mengatakan Muslim dari Afghanistan, Bangladesh, dan Pakistan dikecualikan dari UU karena mereka tidak menghadapi diskriminasi di negara-negara tersebut. Yang juga dikesampingkan adalah minoritas lain yang melarikan diri dari penganiayaan politik atau agama seperti suku Tamil dari Sri Lanka, Rohingya dari Myanmar, dan Tibet dari Tiongkok.
Banyak Muslim di India mengatakan mereka dibuat merasa seperti warga negara kelas dua sejak Modi berkuasa pada 2014. Beberapa kota yang dianggap memiliki nama yang terdengar Islami telah diganti, sementara beberapa buku pelajaran sekolah telah diubah untuk mengerdilkan kontribusi Muslim bagi India.
Pada Agustus 2019, pemerintahan Modi membatalkan otonomi parsial Jammu dan Kashmir, satu-satunya negara mayoritas Muslim di India. Dia membaginya menjadi dua wilayah persatuan.
Registrasi warga di Assam yang diselesaikan awal tahun ini menyisakan 1,9 juta orang, banyak dari mereka Muslim, menghadapi kemungkinan kehilangan kewarganegaraan, masuk kamp-kamp penahanan dan bahkan deportasi. Pemerintah Modi telah menyatakan akan mereplikasi register secara nasional dengan tujuan menghapus semua “penyusup” pada 2024.