JAKARTA, MENARA62.COM– Mata rantai penjualan produk pertanian dan hortikultura selama ini amat panjang. Akibatnya komoditas pertanian menjadi mahal harganya setelah sampai ditangan konsumen.
Sayangnya, mahalnya harga komoditas hortikultura tersebut tidak berimbas pada meningkatnya kesejahteraan para petani.
Keuntungan besar justeru banyak dinikmati oleh mata rantai distribusi ini mulai dari pengepul, dustributor, hingga pedagang besar dan pedagang eceran.
“Para petani tetap miskin karena harga komoditas hortikultura lebih banyak dinikmati oleh mata rantai distribusi,” kata Yasid Taufik, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura, Kamis (25/01).
Karena itu Kementerian Pertanian akan berupaya terus memotong mata rantai distribusi produk hortikuktura. Salah satu caranya adalah dengan memperbanyak Pasar Tani. Jika sebelumnya Pasar Tani banyak digelar di kantor pemerintah, maka tahun ini sudah mulai menyasar pusat perbelanjaan modern dan mall.
Yasid mengatakan semestinya, keuntungan dari penjualan produk hortikultura bisa dinikmati secara merata. Terutama para petani yang menjadi penghasil utama produk.
Pasar Tani yang rutin digelar tiap bulan kata Yasid adalah upaya pemerintah mempertemukan langsung antara petani dengan pembeli. Dengan demikian selain harga tidak mahal, keuntungan yang diperoleh petani juga jauh lebih baik.
Yasid mengakui Pasar Tani mendapatkan animo tinggi dari masyarakat. Sebab harga komoditas pertanian yang dijual jauh lebih murah dengan jualitas grade B.
Sebagai perbandingan manggis yang dipasaran dan supermarket dijual seharga Rp 35 ribu, di Pasar Tani hanya Rp 15 ribu per kg. Salak madu yang dijual dipasaran Rp 60 ribu, di Pasar Tani hanya Tp 25 ribu.
Tahun ini Pasar Tani akan hadir di mal seperti mal AEON dan Pejaten Village.
“Kita akan sasar berbagai segmen masyarakat termasuk segmen menengah ke atas yang banyak berbelanja di mall,” tutup Yasid.