JAKARTA, MENARA62.COM – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tidak mengurangi layanan kepada pasien pasca putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan kenaikan iuran peserta BPJS Kesehatan. Dengan putusan MA tersebut maka kenaikan iuran BPJS Kesehatan dikembalikan pada besaran iuran awal.
“YLKI khawatir pembatalan itu berdampak terhadap reduksi pelayanan kepada pasien. Kalau yang direduksi hanya layanan nonmedis, masih lebih baik. Kalau yang direduksi layanan medis, bisa membahayakan pasien,” kata Ketua Pengurus YLKI Tulus Abadi dikutip dari Antara, Rabu (11/3/2020).
Jenis pengurangan layanan medis yang dikhawatirkan misalnya mengganti jenis obat atau mengurangi dosis obat. Tindakan ini bisa berdampak pada keamanan dan keselamatan pasien.
Menurut Tulus, putusan MA yang membatalkan kenaikan iuran peserta BPJS Kesehatan bisa dikatakan menggembirakan bila dilihat pada konteks kepentingan jangka pendek.
“Namun, bila ditelusuri lebih mendalam, putusan itu juga berisiko tinggi bagi pelindungan dan pemenuhan hak konsumen sebagai pasien BPJS Kesehatan,” tuturnya.
Seperti diketahui MA mengabulkan permohonan uji materi terhadap Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam putusannya, MA membatalkan kenaikan iuran peserta BPJS Kesehatan sejak 1 Januari 2020.
Permohonan uji materi diajukan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) yang keberatan dengan kenaikan iuran peserta BPJS Kesehatan. Mereka meminta MA membatalkan kenaikan iuran tersebut.
Majelis hakim MA menyatakan Pasal 34 Ayat (1) dan (2) Peraturan Presiden tentang Jaminan Kesehatan bertentangan dengan Pasal 23A, Pasal 28H, dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945 serta Pasal 2, Pasal 4, dan Pasal 17 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.