24.1 C
Jakarta

Pembubaran FPI dan Gagasan Emas Dewan Kerukunan Nasional Dari Jokowi

Baca Juga:

Setelah mendengar penjelasan dari pihak pemerintah, berarti FPI sebagai ormas dan organisasi sudah tidak boleh lagi melakukan kegiatan di dalam wilayah Republik Indonesia. Pertanyaannya, seberapa berbahayakah FPI ini dilihat oleh pemerintah?

Apakah kehadiran FPI itu mengancam eksistensi bangsa karena dia mau mengganti pancasila dan UUD 1945? FPI tidak hendak merubah pancasila dan UUD 1945, malah Habib Rizieq Imam Besar dari FPI tersebut, disertasi yang sedang dipersiapkannya adalah tentang Pancasila.

Jadi kalau begitu kesimpulannya, pelarangan FPI tidak bersifat idiologis. Kalau tidak bersifat idiologis, maka berarti kehadiran FPI tidak akan mengancam dan akan merusak eksistensi bangsa. Kalau begitu apa kira-kira dosa dan kesalahan dari FPI ?

Dosa diantaranya yang didengar adalah :

Pertama, FPI itu sudah tidak memiliki legal standing sejak tanggal 20 juni 2019. Kalau seperti itu, mengapa pemerintah tidak panggil saja itu FPI supaya mereka mengurus kembali legal standingnya.

Kedua, FPI itu sering melakukan sweeping. Pertanyaannya, apa yang dia sweeping dan kapan dia baru turun melakukan sweeping? FPI itu melakukan sweeping setelah laporannya tentang masalah pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pihak tertentu kepada pihak penegak hukum, tidak kunjung mendapatkan respon dan tindak lanjut. Kalau memang seperti itu, pihak penegak hukum hendaknya bersifat responsif dan cepat tanggap sehingga tindakan sweeping tersebut tidak terjadi.

Ketiga, FPI sering menyebar kebencian mungkin maksudnya kepada pihak pemerintah yang disampaikannya lewat pertemuan yang mereka laksanakan. Muncul pertanyaan, kebencian apa yang mereka sampaikan? Apakah mereka menghasung rakyat untuk melawan pemerintah? Kalau betul hal ini, tentu jelas tidak baik tetapi yang menjadi pertanyaan kemudian, mengapa mereka sampai melakukan hal demikian?

Saat ini, FPI hendak melakukan revolusi akhlak, yaitu ingin merubah sikap dan perilaku dari oknum-oknum pemerintah, serta anak-anak bangsa ke arah yang lebih baik. Tujuannya, supaya praktek-praktek tidak terpuji seperti KKN dan abuse of power misalnya bisa diberantas. Jika demikian halnya, Presiden Joko Widodo juga mengusung hal yang sama. Preisden menyebutnya dengan revolusi mental.

Oleh karena itu, persoalan FPI ini bukanlah termasuk persoalan yang benar-benar pokok dan penting, tetapi lebih banyak menyangkut hal-hal yang terkait dengan metode dan teknis. Persoalannya, terkait caranya kita mengisi dan menegakkan Pancasila dan UUD 1945.

Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara demokrasi, dimana setiap orang dijamin haknya untuk berkelompok dan mengeluarkan serta menyampaikan pendapatnya, maka langkah yang terbaik dilakukan oleh pemerintah bukan memukul dengan membubarkannya, tapi dengan merangkul dengan mengajak mereka bermusyawarah, dan berdialog .

Biasanya kalau ada perbedaan, misalnya antara FPI dengan pemerintah, maka sesuai dengan semangat yang ada dalam Pancasila, terutama sila ketiga dan keempat, yaitu untuk terjaga dan terpeliharanya persatuan dan kesatuan bangsa. Sedangkan, di dalam sila keempat, kita diingatkan untuk bermusyawarah. Dari kedua sila ini, kita bisa menarik kesimpulan bahwa pesan yang sangat kuat yang harus diperhatikan, harus mengedepankan pendekatan musyawarah dan dialog terlebih dahulu, dari pada pendekatan hukum dan pendekatan keamanan.

Disinilah, ide dan gagasan Presiden Joko Widodo untuk membentuk Dewan Kerukunan Naisonal yang pernah digagas sewaktu dalam pemerintahan periode pertama, sangat relevan untuk diaktifkan. Ide ini penting bagi menyelesaikan persoalan-persoalan bangsa yang ada. Melalui dewan ini, kita akan bisa temukan suatu dialektika, dimana ada tesa dan anti tesa, sehingga bisa membuat sintesa yang baik bagi bangsa ini kedepannya.

Cuma sayang, gagasan emas dari presiden ini tidak mendapat perhatian serius dari orang-orang di sekitarnya. Sampai, akhirnya terjadilah masalah bubar-membubarkan. Cara ini, selain tidak cocok dengan nilai-nilai demokrasi, juga kurang pas dengan budaya bangsa Indonesia. Sebuah budaya yang lebih mengedepankan musyawarah mufakat dalam mengatasi masalah. Cara musyawarah dan dialog ini, jauh lebih terhormat dan mendukung bagi tegak dan terciptanya rasa persatuan dan kesatuan diantara sesama warga bangsa.

Apalagi, negeri ini oleh para pakar dunia sudah diprediksi akan menjadi salah satu negara adikuasa. Indonesia akan menjadi salah satu negara terbesar keempat PDBnya di dunia tahun 2040-2050. Oleh karena itu, negara ini diperkirakan 20 tahun mendatang akan menjadi negara besar dan maju.

Ibnu Khaldun, seorang sosiolog besar Islam dan dunia mengatakan, suatu bangsa akan bisa besar dan maju, kalau persatuan dan kesatuan serta kerukunan dan rasa kebersamaan diantara warga bangsanya kuat.

Disinilah, penting dan perlunya bangsa ini mendorong Presiden Joko Widodo untuk mengaktifkan kembali secara serius dan ber sungguh-sungguh, gagasan tentang Dewan Kerukunan Nasional. Harapannya, seluruh anak negeri ini, bisa menyelesaikan masalah bangsa yang dihadapi dengan baik. Hanya dengan cara itulah, diyakini, semua anak bangsa yang sama-sama merasa bertanggung jawab untuk memajukan negeri ini, akan merasa terhormat dan dihormati. Selain itu, tidak ada anak bangsa yang merasa disakiti dan tersakiti. Pada akhirnya, persatuan dan kesatuan, serta rasa kebersamaan diantara anak bangsa bisa tegak seperti yang telah diamanatkan dan diharapkan oleh konstitusi.

Penulis: Anwar Abbas, Pengamat Sosial Ekonomi dan Keagamaan. Anak bangsa yang mendambakan persatuan dan kesatuan agar negaranya menjadi negara maju yang adil dan beradab.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!