25 C
Jakarta

Pemerintah Harus Cari Solusi Terkait Kebijakan Visa Progresif Jamaah Umrah

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Pemerintah Indonesia harus mencari solusi terkait kebijakan visa progresif yang diterapkan pemerintah Arab Saudi bagi jamaah umrah yang melakukan umrah kembali dalam waktu berdekatan. Kebijakan tersebut menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) Firman M. Nur membuat jamaah umrah harus membayar biaya visa yang cukup mahal yakni Rp8 juta per jamaah.

“Padahal sekitar 20 persen jamaah umrah akan kembali melakukan umrah dalam waktu tidak lama setelah keberangkatan pertamanya. Karena umrah pada sebagian masyarakat sudah menjadi wisata religi,” kata Firman diskusi “Haji & UmrahMenuju Pelayanan Optimal” yang diselenggarakan Forum Warta Pena di Hotel Puri Denpasar, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (12/2/2019).

Selain AMPHURI, diskusi ini juga dihadiri Kasubdit Haji & Umrah Kementerian Agama M. Noer Alya Fitra, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sularsi, Haji dan Umrah Watch Mustolih Siradj, dan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI TB Ace Hasan Syadzili.

Baca juga:

Jika dalam setahun Indonesia mencatat 1 juta orang melakukan ibadah umrah, maka untuk 20 persen atau sekitar 50 ribu jamaah akan mengulang umrahnya. Itu artinya dalam setahun ada sekitar Rp4 miliar devisa Negara mengalir ke Arab Saudi untuk pembayaran visa progresif.

Kebijakan Arab Saudi memberlakukan visa progresif diakui Firman sebenarnya tidak hanya untuk jamaah asal Indonesia. Negara-negara lain seperti Malaysia juga terkena aturan serupa.

Hanya saja, pemerintah Malaysia menerapkan kebijakan membolehkan warga negaranya untuk mengajukan paspor lagi bagi mereka yang akan mengulang ibadah umrahnya dalam waktu berdekatan.

“Menerbitkan paspor baru, tentu visa juga baru. Sehingga Malaysia tidak perlu membayar biaya visa progresif untuk penduduknya yang akan mengulang umrah,” lanjut Firman.

Selain persoalan visa progresif, Firman juga berharap pemerintah mengoptimalkan penegakan hukum bagi agen-agen penyelenggara ibadah umrah nakal. Terlebih belum lama ini Kementerian Agama telah menandatangani kerjasama dengan 9 kementerian/lembaga terkait lainnya.

“Semoga penegakan hukum terhadap regulasi yang ada bisa berjalan dan memberikan sanksi kepada agen haji dan umrah yang nakal sesuai peraturan dan perundangan yang ada,” lanjut Firman.

Firman menambahkan, keberadaan travel nakal tidak hanya merugikan para calon jamaah, tapi juga merugikan agen perjalanan lainnya yang baik dan benar-benar melayani jamaah. Jika ditemukan adanya agen yang nakal, kata Firman, pihaknya akan memberikan sanksi organisasi terhadap agen tersebut.

Para pembicara dalam diskusi tentang haji dan umrah berfoto bersama. (ist)

Sebelumnya Kementerian Agama melakukan nota kesepahaman (MoU) dengan sembilan Kementerian dan Lembaga Negara terkait Pencegahan dan pengawasan, Penanganan Permasalahan Penyelenggaraan Ibadah Umrah. Kerjasama ini melibatkan Kementerian Perdagangan, Kementerian Pariwisata, Kementerian Pariwisata, Kementerian Luar Negeri, Kemenkumham, Kemkominfo, Polri, PPATK, dan Badan Perlindungan Konsumen.

Di tempat yang sama, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, TB Ace Hasan Syadzili mengatakan, seharusnya pemerintah bisa lebih optimal mengawasi para agen penyelenggara umrah. Pengawasan ini bisa dilakukan salah satunya dengan cara mendeteksi sistem keuangan travel secara kontinyu.

Politisi asal Partai Golkar ini mengakui selama ini kelemahan pengawasan terjadi lantaran belum diaturnya secara spesifik aturan tersebut dalam Undang-undang Haji dan Umrah. Namun dalam aturan baru nanti, persoalan yang kerap muncul dalam masalah umrah akan diatur di dalam RUU tersebut.

“Persoalan umrah membutuhkan peran pemerintah dalam memberikan supervisi dan pengawasan,” kata Ace.

Baca juga:

Sementara itu, Ketua Yayasan Lembaha Konsumen Indonesia (YLKI) Sularsi menyebut bahwa saat ini ibadah umrah sudah menjadi komoditas dagang yang memberikan keuntungan bagi para pelaku bisnis tersebut. Namun sayangnya, pengawasan dan penegakan hukum di sektor ini dipandangnya masih sangat lemah.

“YLKI sudah mewarning untuk memberikan pengawsan terhadap biaya penyelenggaraan umrah,” ujarnya.

Kasubdit Haji & Umrah Kementerian Agama M. Noer Alya Fitra, mengatakan, selama ini pemerintah terus berupaya memperbaiki regulasi pelaksanaan ibadah umrah yang dikelola biro penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU). Hal ini terus dilakukan sejak mencuatnya kasus-kasus penipuan calon jamaah umrah sejak 2017 lalu.

“Kita terus meningkatkan pengawasan PPIU secara digital guna melakukan pemantauan dan antisipasi biro umrah nakal melalui umrah elektronik atau e-umrah, dan salah satunya yang sudah dikembangkan adalah Sipatuh (Sistem Pengawasan Terpadu Umrah dan Haji),” katanya.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!