JAKARTA, MENARA62.COM– Pendidikan dan kesehatan adalah dua masalah yang berhubungan langsung dengan mutu dan kualitas sumber daya manusia (SDM) suatu bangsa. Karena itu jika negara ingin Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada peringkat bagus, maka pembangunan kesehatan dan pendidikan harus mendapatkan prioritas dalam pembangunan nasional.
“Ada banyak negara yang mengalami masa kemunduran, lalu berkat pembangunan pendidikan dan kesehatan, negara tersebut mampu keluar dari kemunduran. Bahkan mengalami kemajuan pesat dibidang ekonomi, keuangan dan militer. Misalnya Jepang dan China,” kata Ketua FKPPI Pontjo Sutowo di sela Diskusi Panel Serial (DPS) dengan tema ATHG dari Dalam Negeri (Sumber Daya Manusia) yang digelar FKPPI, Aliansi Kebangsaan dan Yayasan Suluh Nuswantara Bhakti (YSNB), Sabtu (03/03/2018).
Pontjo Sutowo mengakui jika sumber daya manusia Indonesia berdasar Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dibandingkan negara-negara lain, tidak termasuk dalam ranking yang tertinggi. Sebagai akibatnya total productivity factor (TPF) menjadi menurun, dan Indonesia mengalami proses deindustrialisasi.
Untuk mencegah hal tersebut, Pontjo Sutowo menyatakan jika dalam membangun sumber daya manusia terutama dalam bidang pendidikan dan kebudayaan, tidak seharusnya hanya bersumber pada ketersediaan anggaran belanjanya semata, namun perlu adanya relevansi yang diberikan pada bidang pendidikan dan kesehatan ini oleh negara atau pemerintah secara menyeluruh.
“Pembangunan pendidikan dan kesehatan saja, tanpa arah dan tanpa dikaitkan dengan keseluruhan kebijakan nasional, tidak akan dapat mendukung pencapaian tujuan nasional. Dan membangun bidang pendidikan dan kesehatan bukan sekedar pembangunan sektoral sebagaimana yang telah dilaksanakan hingga saat ini, namun sebagai bentuk melaksanakan dua dari empat tugas konstitusional Pemerintah Negara,” lanjut Pontjo Sutowo.
Sementara itu Bambang Pharma Setiawan, Ketua Yayasan SD Garuda menyatakan jika pendidikan di Indonesia sebagai penopang utama sumber daya manusia, mengalami sindrom bangsa terjajah. Bahkan pemerintah pernah suatu saat terjebak dengan mendirikan sekolah yang berbau asing dengan nama Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) dan Sekolah Internasional (SBI). Sindrom ini menyebabkan ada anggapan orang asing selalu diasumsikan pasti benar dan pintar.
Untuk menghilangkan sindrom hal tersebut, Bambang Pharma Setiawan menyatakan jika bangsa Indonesia perlu menanamkan nilai kebangsaan dan budaya unggul dalam pendidikan bangsa.
“Penanaman nilai kebangsaan dan budaya unggul, akan mampu menanamkan karakter bangsa, sehingga sindrom bangsa terjajah akan segera dihilangkan,” katanya.
Dibidang kesehatan, saat ini kata Dr. Pattiselanno Roberth Johan , MARS, Staf Ahli bidang Deseentralisasi Kemenkes, di Indonesia terjadi perubahan beban penyakit. Jika pada tahun 1990, penyakit menular seperti ISPA, TB, Diare menjadi sebab kematian dan dan kesakitan terbesar maka sejak tahun 2010, penyakit tidak menular menjadi penyebab terbesar kematian dan kecacatan, seperti stroke, kecelakaan, jantung, kanker dan diabetes.
Tingginya penyakit tidak menular ini menyebabkan kesehatan mental spiritual sosial sumber daya manusia menjadi terganggu. Sebagai akibatnya masalah psikososial meningkat. Untuk mengatasi hasil tersebut maka diperlukan pembangunan ketahanan keluarga sebagai masyarakat terkecil serta dengan membangun kecerdasan spiritual.
“Sumber daya manusia yang mampu menghadirkan ketahanan nasional baru akan terwujud jika memiliki kesehatan mental spiritual sosial masyarakat yang diwujudkan melalui keluarga yang berkualitas. Dan untuk mencapainya diperlukan kerjasama menyeluruh antara Pemerintah, Institusi Pendidikan, Lembaga Keagamaan, Keluarga, dan Masyarakat,” tutup Pattiselanno.