Jakarta, Menara62.com – Fungsi dan peranan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) ke depan diharapkan berjalan ideal dan keberadaannya maksimal dirasakan oleh masyarakat, sehingga penguatan fungsi DPD adalah sebuah keniscayaan.
“Ekspektasi masyarakat terhadap DPD sangatlah tinggi. Di level legislatif, DPD mendapat legitimasi paling kuat dari rakyat dalam konteks jumlah pemilih,” ungkap Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, dalam keterangan resmi, Jakarta, Jumat (26/7/2019).
Menurut Pangi, hal itu hanya dapat diwujudkan jika DPD kuat secara kelembagaan. Penguatan kelembagaan DPD bertujuan mengembalikan derajat keterwakilan politik daerah, sehingga terjadi check and balances di dalam lembaga perwakilan. Serta membuka peluang pembahasan berlapis atas RUU dan kebijakan politik yang terkait dengan kepentingan masyarakat di daerah.
Pangi menyampaikan, melihat sejarah penetapan DPD sebagai lembaga negara, lahirnya lembaga itu merupakan upaya penataan dan pengaturan kembali sistem kelembagaan dan reformasi sistem ketatanegaraan Indonesia.
Yaitu untuk menegakkan prinsip check and balances dalam kedudukan kekuasaan legislatif agar mencegah adanya monopoli satu lembaga dalam pembuatan undang-undang. Namun sampai saat ini, peran untuk pembahasan berlapis dalam membuat undang-undang agar menghasilkan produk legislasi berkualitas nampaknya masih tersumbat.
Pangi memaparkan, penataan kelembagaan DPD untuk mencapai kondisi ideal dapat terealisasi dengan beberapa langkah strategis.
“Pertama, konsistensi atas amanat konstitusi. DPD sebagai perwakilan daerah semestinya memainkan peranan strategis dalam sistem dua kamar (bikameral sistem) bukan hanya semata menjadi ‘utusan’ daerah tetapi harus mampu menyuarakan dan memperjuangkan kepentingan daerah di tingkat pusat dan melahirkan produk undang-undang bersama dengan DPR,” ujarnya.
Kedua, Pangi mengatakan, perluasan kewenangan. Sebagai perwakilan daerah, DPD semestinya bukan hanya dilibatkan dalam urusan dalam lingkup terkecil yang berkaitan dengan isu-isu kedaerahan, namun benar-benar dilibatkan secara penuh dalam mekanisme pembahasan undang-undang secara berlapis. Mekanisme ini akan menghasilkan produk undang-undang yang lebih berkualitas dengan legitimasi yang sangat kuat.
Kemudian Ketiga, lanjut Pangi, adalah kepemimpinan. Faktor kepemimpinan juga mempunyai pengaruh yang kuat dalam membawa arah DPD dalam tarik menarik kepentingan dalam pusaran politik nasional.
“Kepemimpinan harus punya karakter kuat, punya narasi, komunikatif, memiliki integritas, diterima di semua level, dapat menjadi solidarity maker, sosok negarawan yang mendahulukan kepentingan nasional ketimbang syahwat politik pribadi,” katanya.
Pangi berharap, sosok seperti itu bisa menghilangkan sumbatan komunikasi internal maupun eksternal, sehingga mengangkat kembali marwah harkat dan martabat DPD sebagai lembaga tinggi negara.
Bila pimpinan institusi DPD memiliki kriteria ruh spiritual dan intelektual, menurut Pangi yang juga pernah meneliti DPD, kewibawaan lembaga akan kembali terangkat dan mendapat kepercayaan penuh dari rakyat.
“Dengan modal besar kepercayaan masyarakat tersebut, DPD dapat melibatkan publik dalam proses pelaksanaan tugas dan fungsinya. DPD menjadi lembaga yang tidak hanya terbuka, tapi juga transparan. Seperti yang selama ini dirindukan masyarakat dari lembaga house of representatif,” ungkapnya.
Untuk itu, Pangi menegaskan, jalannya sirkulasi kepemimpinan di DPD harus adil dan terbuka serta dapat diikuti oleh masyarakat guna mengontrol dan mencegah ruang gerak terjadinya politik uang.
“Sejak dini, sistem penjaringan dibuat open public untuk memungkinkan kandidat-kandidat potensial muncul dalam proses pemilihan. Dengan ini, tersaring pemimpin yang memenuhi unsur bibit, bebet dan bobot, termasuk track record, punya kapasitas memimpin lembaga sebesar DPD,” ujarnya.
Sejauh ini, sejumlah nama kandidat pimpinan DPD sudah mencuat. Dari wilayah Indonesia Timur muncul sosok Tamsil Linrung. Dari wilayah Indonesia Barat, kandidat yang mulai mengapung yakni Jimly Asshiddiqie dan Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas. Sementara itu, opsi sistem pemilihan yang mencuat adalah berdasarkan gugus kepulauan dan perwakilan Timur-Barat.