JAKARTA, MENARA62.COM – Kebijakan pengenaan urun biaya belum berlaku bagi Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Sebab Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 tahun 2018 tentang Pengenaaan Urun Biaya dan Selisih Biaya dalam Program Jaminan Kesehatan baru mengatur tentang prosedur dan besaran urun biaya.
Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Kesehatan RI, Sundoyo mengatakan jenis pelayanan kesehatan yang dapat dikenakan urun biaya harus ditetapkan oleh Menteri Kesehatan setelah dikaji oleh Tim yang unsurnya terdiri dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Perasatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Rumah Sakit Indonesia (PERSI), Akademisi dan Kementerian Kesehatan.
“Sementara jenis pelayanan kesehatan yang dapat dikenakan urun biaya harus diusulkan terlebih dahulu oleh Asosiasi Perumahsakitan, BPJS Kesehatan, atau Organisasi Profesi,” kata Sundoyo dalam siaran persnya, Minggu (20/1).
Sampai saat ini, menurut Sundoyo, Tim Pengkaji terhadap jenis pelayanan kesehatan belum melakukan kajian terhadap jenis pelayanan kesehatan yang dapat dikenakan urun biaya, karena belum ada usulan dari Asosiasi Perumahsakitan, BPJS Kesehatan, Organisasi Profesi.
“Sehubungan dengan hal tersebut Menteri Kesehatan juga belum menetapkan jenis pelayanan kesehatan yang dapat dikenakan urun biaya tersebut,” tambahnya.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 tahun 2018 merupakan amanat Pasal 8 ayat (4) Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehtaan, berdasarkan Pasal 104 Peraturan Presiden tersebut harus sudah ditetapkan 3 bulan sejak Peraturan Presiden 82 tahun 2018 tersebut diundangkan.
Secara umum Peraturan Menteri tersebut mengatur dua hal yaitu urun biaya dan selisih biaya. Urun biaya dan selisih biaya tidak berlaku bagi Peserta Bantuan iuran (PBI), Peserta yang didaftarkan oleh Pemerintah daerah dan Pekerja Penerima Upah (PPU) yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Pengenaan urun biaya dan selisih biaya tersebut telah diatur dalam Undang-Undang 40 tahun 2004 tentang SJSN, yaitu Pasal 22 ayat (2) dan Pasal 23 ayat (4), yang ketentuan lebih lanjut diatur dengan Peraturan Presiden.
“Jadi Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang didalamnya mengatur tentang urun biaya dan selisih biaya, merupakan pelaksanaan dari UU No 40 tahun 2004 tentang SJSN,” kata Sundoyo.
Untuk rawat jalan terhadap jenis pelayanan kesehatan yang ini juga belum diberlakukan dan akan ditetapkan dengan keputusan Menteri yang dapat dikenakan urun biaya ditentukan sebesar Rp 20.000,00 untuk setiap kali melakukan kunjungan rawat jalan pada RS kelas A dan RS kelas B dan sebesar Rp 10.000,00.
Sedangkan untuk setiap kali melakukan kunjungan rawat jalan pada RS kelas C, RS kelas D, dan klinik utama atau paling tinggi sebesar Rp 350.000,00 untuk paling banyak 20 kali kunjungan dalam jangka waktu 3 bulan.
“Pengenaan urun biaya terhadap jenis pelayanan kesehatan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan, dimaksudkan untuk kendali mutu dan kendali biaya serta mencegah moral hazard karena jenis pelayanan kesehatan tersebut dipengaruhi oleh perilaku dan selera peserta. Misalnya pemakaian obat-obat suplemen, pemeriksaan diagnostic dan tindakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan medik atas permintaan peserta,” tegas Sundoyo.