31.3 C
Jakarta

Penggunaan Teknologi Pencitraan Untuk Diagnosis Penyakit Hewan Meningkat

Baca Juga:

BOGOR, MENARA62.COM – Pemanfaatan teknologi pencitraan untuk mendiagnosis penyakit hewan meningkat secara signifikan. Hal ini mendorong guru besar tetap Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, Prof drh Deni Noviana untuk mensosialisasikan peran teknologi tersebut di kalangan mahasiswa masyarakat umum.

“Ilmu pengetahuan dan keterampilan klinis tentang teknologi pencitraan sangat penting disampaikan kepada mahasiswa kedokteran hewan,” kata Deni, di Bogor, seperti dikutip dari Antara,  Senin (24/7).

Deni menjelaskan, pemeriksaan radiografi (yang memanfaatkan teknologi pencitraan) berada pada peringkat kedua. Teknologi pencitraan terbagi tiga, yakni menggunakan radiografi sinar X (rontgen), ultrasonografi menggunakan gelombang suara dan endoskopi.

Dalam kurun waktu empat tahun terakhir, lanjutnya, data rekam medis di Rumah Sakit Hewan Pendidikan (RSHP) Fakultas Kedokteran Hewan IPB menunjukkan intensitas penggunaan alat penunjang diagnostika radiografi, USG dan endoskopi yang meningkat signifikan.

“Rata-rata peningkatannya 55 persen per tahun,” kata Deni yang juga Kepala RSHP IPB.

Menurutnya, kasus penyakit yang paling banyak ditemukan dengan menggunakan USG pada kucing dan anjing adalah gangguan hepatobilier, gangguan sistem kardiovaskular, dan gangguan sistem reproduksi-perkemihan.

Pada hasil pemeriksaan menggunakan endoskopi, lanjutnya, menunjukkan temuan benda asing yang abnormal pada saluran pencernaan bagian atas.

Ia mengatakan, Devisi Bedah dan Radiologi Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi (KRP) FKH IPB telah mengembangkan berbagai macam pendidikan profesional berkelanjutan.

“Rata-rata sebanyak 84 pelatihan dengan rata-rata 7-8 pelatihan per tahun untuk dokter hewan dan dokter spesialis,” katanya.

Menurut Deni, peran teknologi pencitraan dalam pengembangan biomaterial pada hewan adalah membantu proses implantasi, pengamatan selama implan berada dalam tubuh hewan dan pengamatan pascaimplantasi.

Ia menyebutkan, pihaknya berhasil mengembangkan inovasi implan tulang berbahan logam yang terdegradasi, yakni magnesium dan besi maupun kombinasi logam dan keramik.

Inovasi implan tulang berbahan logan yang terdegradasi tersebut dihasilkan melalui kerjasama dengan University Teknologi Malaysia dan Laval University Canada.

“Ini merupakan temuan baru dalam prosedur penanganan medis karena memiliki keunggulan dapat diaplikasikan pada trauma tulang pasien yang berusia muda,” kata Deni.

Menurutnya, dengan temuan tersebut, pasien tidak perlu melakukan operasi kedua (untuk pencabutan implan) karena bahan implan akan terdegradasi dan diserap oleh sistem tubuh.

“Tulang implan dapat diaplikasikan untuk implan tulang manusia dan hewan,” katanya.

Ia menambahkan, selain sudah didaftarkan untuk mendapatkan perlindungan hak kekayaan intelektual (paten), inovasi tersebut juga mendapat penghargaan sebagai inovasi paling prospektif Indonesia dari Business Innovation Center tahun 2015.

Deni secara khusus menyampaikan pemikirannya tentang perkembangan teknologi pencitraan untuk mendiagnosis penyakit hewan pada orasi ilmiah Guru Besar IPB yang dilangsungkan Sabtu (22/7) kemarin.

Dalam orasi berjudul “Pemanfaatan Teknologi Pencitraan dalam Diagnosis Penyakit Hewan dan Riset Pengembangan Biomaterial”, Deni menyampaikan informasi perkembangan kedokteran hewan saat ini, dimana profesi tersebut sangat laku di pasaaran.

Menurutnya, tingkat kesenjangan antara hewan yang ada di dunia dengan jumlah dokter hewan masih tinggi. Anjing merupakan hewan terbanyak ke-9 di dunia, sedangkan kucing menduduki posisi ke-3 dunia.

“Jadi populasinya sangat banyak. Ini baru dua hewan, belum hewan yang lainnya,” kata dia.

Sementara itu, FKH di Indonesia hanya ada 11, yang establish hanya ada lima salah satunya IPB. Perbandingan jumlah dokter hewan dengan jumlah anjing dan kucing sekitar 1 berbanding 21 hewan.

“Artinya profesi dokter hewan sangat laku dipasaran,” kata Deni.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!