Oleh : Gunawan Wibowo, S.Pd
Guru BK SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar
KARANGANYAR,MENARA62.COM-Pendidikan merupakan sebuah usaha yang ditempuh oleh manusia dalam rangka memperoleh ilmu yang kemudian dijadikan sebagai dasar untuk bersikap dan berperilaku. Maka dari itu, pendidikan merupakan proses pembentukan karakter manusia. Dalam keseluruhan proses yang dilakukan manusia terjadi proses pendidikan yang akan menghasilkan sikap dan perilaku yang akhirnya menjadi watak, kepribadian, atau karakternya. Dalam proses pendidikan budaya dan karakter bangsa, secara aktif peserta didik mengembangkan potensi dirinya, melakukan proses internalisasi, dan penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam bergaul di masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, serta mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat.
Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat, pendidikan menjadi sangat dinamis dan disesuaikan dengan perkembangan yang ada. Kurikulum pendidikan bukan menjadi patokan yang baku, akan tetapi sangat dinamis dan memang harus menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada. perubahan pendidikan harus terprogram dan sistemik. Reformasi terprogram mengacu pada kurikulum atau program suatu institusi pendidikan, misalnya dengan melakukan inovasi pendidikan. Adapun reformasi terstruktur terkait dengan hubungan kewenangan dan distribusi serta alokasi sumber daya yang mengontrol sistem pendidikan secara luas. Hal ini sering terjadi di luar lingkungan sekolah dan berada pada kekuatan sosial dan politik. Menurut Zainuddin, 2008: 33-34 Reformasi sistemik menyatukan inovasi-inovasi yang dilakukan di dalam sekolah dan di luar sekolah secara luas.
Dalam upaya pembentukan karakter peserta didik sehingga tumbuh sikap beragama, beretika, bermoral, dan sopan santun dalam berinteraksi dengan masyarakat, maka program pendidikan harus dipersiapkan, dilaksanakan, dan dievaluasi dengan baik dan mengintegrasikan pendidikan karakter di dalamnya guna mewujudkan generasi muda Indonesia yang berkarakter mulia.
Rancangan pendidikan klarakter (moral) oleh Thomas Lickona disebut moralknowing, moral feeling, dan moral action. Maka pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke dalam pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif sampai kepada pengamalan nilai secara nyata. Karena itulah, semua mapel yang dipelajari oleh peserta didik harus bermuatan pendidikan karakter yang kemudian bisa membawanya menjadi manusia yang berkarakter seperti yang ditegaskan oleh Thomas Lickona tersebut.
Beberapa pengamat berpendapat bahwa pengertian karakter dan pendidikan karakter merupakan istilah yang baru digunakan dalam wacana Indonesia dalam lima tahun terakhir ini. Istilah karakter sering dihubungkan dengan istilah akhlak, etika, moral, atau nilai. Karakter juga sering dikaitkan dengan seputar masalah kepribadian, atau hubungan yang cukup signifikan antara karakter dengan kepribadian seseorang.
Maka dengan demikian karakter identik dengan kepribadian atau akhlak. Kepribadian merupakan ciri, karakteristik, atau sifat khas diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan. Sejalan dengan pengertian ini, orang yang berpendapat bahwa baik buruknya karakter manusia sudah menjadi bawaan dari lahir. Jika bawaannya baik, manusia itu akan berkarakter baik, dan sebaliknya jika bawaannya jelek, manusia itu akan berkarakter jelek. Apa bila pendapat ini benar, maka pendidikan karakter tidak ada gunanya, karena tidak akan mungkin merubah karakter orang yang sudah diterima begitu saja. Ada juga orang lain berpendapat berbeda bahwa karakter bisa dibentuk dan diupayakan sehingga pendidikan karakter menjadi bermakna untuk membawa manusia dapat berkarakter yang baik.
Secara awam karakter dipahami sebagai nilai-nilai yang baik yang tertanam dalam diri dan tercermin dalam perilaku. Secara hubungannya, karakter memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah rasa dan karsa seseorang atau sekelompok manusia. Karakter adalah ciri khas seseorang yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan (Pemerintah RI, 2010: 7).
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas dapat artikan bahwa karakter identik dengan akhlak, sehingga karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang universal yang meliputi seluruh aktivitas manusia, baik dalam rangka berhubungan dengan Tuhan, dengan diri sendiri, dengan sesama manusia, maupun dengan lingkungan, yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya, dan adat istiadat. Ahmad Amin (1995: 62) berpendapat bahwa kehendak (merupakan awal terjadinya akhlak (karakter) pada diri seseorang, jika kehendak itu diwujudkan dalam bentuk pembiasaan sikap dan perilaku. Maka dari itu konsep pendidikan karakter (character education).
Dalam pendidikan karakter tidak hanya mengajarkan tetang benar atau salah pada anak, akan tetapi lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang yang baik sehingga peserta didik paham, mampu merasakan, dan mau melakukan yang baik. Maka dari itu, pendidikan karakter membawa tujuan yang sama dengan pendidikan akhlak atau pendidikan moral.
Pemerintah Indonesia telah merumuskan kebijakan dalam rangka pembangunan karakter bangsa didalam Nilai – Nilai Dasar. Dalam kebijakan nasional tersebut ditegaskan bahwa karakter merupakan hasil keterpaduan empat bagian, yakni olah hati, olah pikir, olah raga, serta olah rasa dan karsa.
Berikut adalah Nilai –nilai karakter yang menjiwai sila – sila Pancasila pada masing masing bagian :
1.Karakter yang bersumber dari olah hati antara lain beriman dan bertakwa, jujur, amanah, adil, tertib, taat aturan, bertanggung jawab, berempati, berani mengambil resiko, pantang menyerah, rela berkorban, dan berjiwa patriotik;
2.Karakter yang bersumber dari olah pikir antara lain cerdas, kritis, kreatif, inovatif, ingin tahu, produktif, berorientasi Ipteks, dan reflektif;
3.Karakter yang bersumber dari olah raga/kinestetika antara lain bersih, dan sehat, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, determinatif, kompetitif, ceria, dan gigih; dan
4.Karakter yang bersumber dari olah rasa dan karsa antara lain kemanusiaan, saling menghargai, gotong royong, kebersamaan, ramah, hormat, toleran, nasionalis, peduli, kosmopolit (mendunia), mengutamakan kepentingan umum, cinta tanah air (patriotis), bangga menggunakan bahasa dan produk Indonesia, dinamis, kerja keras, dan beretos kerja.
Berdasarkan nilai-nilai karakter yang terirat diatas, Kementerian Pendidikan Nasional mencanangkan empat nilai karakter utama yang menjadi ujung tombak penerapan karakter di kalangan peserta didik di sekolah, yakni jujur (dari olah hati), cerdas (dari olah pikir), tangguh (dari olah raga), dan peduli (dari olah rasa dan karsa).
Maka dari itu , ada banyak nilai karakter yang dapat dikembangkan dan diintegrasikan dalam pembelajaran di sekolah. Memang berat menanamkan semua butir nilai tersebut. Sehingga perlu dipilih nilai-nilai tertentu yang diprioritaskan penanamannya pada peserta didik.
Pengintegrasian Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Merespons sejumlah kelemahan dalam pelaksanaan pendidikan akhlak dan budi pekerti (pendidikan karakter), terutama melalui dua mata pelajaran Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan, telah diupayakan inovasi pendidikan karakter. Inovasi tersebut adalah:
1.Pendidikan karakter dilakukan secara terintegrasi ke dalam semua mata pelajaran.
2.Pendidikan karakter juga diintegrasikan ke dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan peserta didik.
3.Selain itu, pendidikan karakter dilaksanakan melalui kegiatan pengelolaan semua urusan di sekolah yang melibatkan semua warga sekolah (Dit. PSMP Kemdiknas, 2010).
Dari ketiga bentuk inovasi di atas yang paling penting dan langsung bersentuhan dengan aktivitas pembelajaran sehari-hari adalah pengintegrasian pendidikan karakter dalam proses pembelajaran. Model ini ditempuh dengan paradigma bahwa semua guru adalah pendidik karakter (character educator). Semua mata pelajaran juga disasumsikan memiliki misi dalam membentuk karakter mulia para peserta didik (Mulyasa, 2011: 59)
Integrasi pendidikan karakter di dalam proses pembelajaran di sekolah dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran. Tahap-tahap ini akan diuraikan lebih detail berikut ini.
1. Tahap Perencanaan
Yang pertama dilakukan dalam tahap perencanaan adalah analisis SK/KD, pengembangan silabus berkarakter, penyusunan RPP berkarakter, dan penyiapan bahan ajar berkarakter. Langkah ini dilakukan untuk mengidentifikasi nilai-nilai karakter yang secara substansi dapat diintegrasikan pada SK/KD yang bersangkutan. Harus diketahui lebih awal bahwa identifikasi nilai-nilai karakter ini tidak dimaksudkan untuk membatasi nilai-nilai yang dapat dikembangkan pada pembelajaran SK/KD yang bersangkutan. Guru dituntut lebih cermat dalam memunculkan nilai-nilai yang ditargetkan dalam proses pembelajaran.
Secara praktis pengembangan silabus dapat dilakukan dengan merevisi silabus yang telah dikembangkan sebelumnya dengan menambah komponen (kolom) karakter tepat di sebelah kanan komponen (kolom) Kompetensi Dasar atau di kolom silabus yang paling kanan. Dalam kolom tersebut diisi nilai(-nilai) karakter yang hendak diintegrasikan dalam pembelajaran. Nilai-nilai yang diisikan tidak hanya terbatas pada nilai-nilai yang telah ditentukan melalui analisis SK/KD, tetapi dapat ditambah dengan nilai-nilai lainnya yang dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran (bukan lewat substansi pembelajaran).
Seperti dalam pengembangan silabus, penyusunan RPL dalam rangka pendidikan karakter yang terintegrasi dalam pembelajaran juga dilakukan dengan cara merevisi RPL yang telah ada. Revisi RPL dilakukan dengan langkah-langkah:
ï‚·Rumusan tujuan pembelajaran direvisi/diadaptasi. Langkah ini dapat dilaksanakan dengan cara, yaitu: (1) rumusan tujuan pembelajaran yang telah ada direvisi hingga tidak hanya mengembangkan kemampuan kognitif dan psikomotorik, tetapi juga afektif (karakter), (2) ditambah tujuan pembelajaran yang khusus dirumuskan untuk karakter.
ï‚·Metode Layanan harus disesuaikan agar pendekatan/metode yang dipilih selain memfasilitasi peserta didik mencapai pengetahuan dan keterampilan yang ditargetkan, juga mengembangkan karakter.
ï‚·Langkah-langkah pembelajaran juga direvisi. Kegiatan-kegiatan pembelajaran dalam setiap langkah/tahap pembelajaran (pendahuluan, inti, dan penutup), direvisi atau ditambah agar kegiatan pembelajaran pada setiap tahapan memfasilitasi peserta didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang ditargetkan dan mengembangkan karakter.
ï‚·Bagian penilaian direvisi. Revisi dilakukan dengan cara mengubah dan/atau menambah teknik-teknik penilaian yang telah dirumuskan. Di antara teknik-teknik penilaian yang dapat dipakai untuk mengetahui perkembangan karakter adalah observasi, Penilaian kinerja, penilaian antar teman, dan penilaian diri sendiri. Sebaiknya nilai karakter tidak dinyatakan secara kuantitatif, melainkan secara kualitatif, misalnya:
1.BT: Belum Terlihat,apabila peserta didik belum memperlihatkan tanda-tanda awal perilaku/karakter yang dinyatakan dalam indikator.
2.MT: Mulai Terlihat bila peserta didik sudah mulai memperlihatkan adanya  perilaku/karakter  yang  dinyatakan  dalam  indikator  tetapi belum konsisten.
3.MB: Mulai Berkembang,apabila peserta didik sudah memperlihatkan berbagai tanda perilaku/karakter yang dinyatakan dalam indikator dan mulai konsisten.
4.MK: Menjadi Kebiasaan atau membudaya, bila peserta didik terus menerus memperlihatkan  perilaku/karakter  yang  dinyatakan  dalam  indikator  secara konsisten (Dit. PSMP Kemdiknas, 2010).
Bahan ajar disiapkan. Bahan ajar yang ada selama ini meskipun telah memenuhi  sejumlah  kriteria kelayakan buku  ajar,  yaitu kelayakan isi,  penyajian,  bahasa,  dan  grafika,  akan  tetapi materinya  masih belum secara memadai mengintegrasikan pendidikan karakter di dalamnya. Bila guru hanya sekedar mengikuti atau melaksanakan pembelajaran dengan berpatokan pada kegiatan kegiatan pembelajaran pada buku-buku  tersebut,  maka pendidikan  karakter  secara memadai belum berjalan dengan baik. Maka dari itu, seiring dengan apa yang telah dirancang pada silabus dan RPL yang berwawasan pendidikan karakter, bahan ajar perlu diseusaikan. Penyesuaian yang paling mungkin dilaksanakan oleh guru adalah dengan cara memodivikasi kegiatan pembelajaran yang sekaligus dapat mengembangkan karakter.
2. Â Pelaksanaan Pembelajaran
Dalam pelaksanaan pembelajaran, langkah – langkahnya meliputi  pendahuluan,  inti, dan penutup, kemudian dilaksanakan agar peserta didik mempraktikkan nilai-nilai karakter yang ditargetkan. Prinsip-prinsip pembelajaran disarankan diterapkan pada semua  tahapan pembelajaran karena prinsip-prinsip pembelajaran tersebut sekaligus dapat memfasilitasi terinternalisasinya nilai-nilai karakter pada peserta didik. Selain itu, perilaku guru sepanjang proses pembelajaran harus merupakan model pelaksanaan nilai-nilai bagi peserta didik.Dalam  pembelajaran  ini  guru  harus  merancang  langkah-langkah  pembelajaran yang memfasilitasi peserta didik aktif dalam prosesmulai dari pendahuluan, inti, hingga penutup.. Dengan  proses ini  guru  juga  bisa melakukan pengamatan sekaligus melakukan evaluasi (penilaian) terhadap proses yang terjadi, terutama terhadap karakter peserta didiknya.
3. Â Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi penilaian harus dilakukan dengan baik dan benar. Dalam penilaian menyangkut pencapaian kognitif, afektif dan psikomotorik peserta didik. Akan tetapi penilaian karakter lebih mementingkan pencapaian afektif dan psikomotorik peserta didik dibandingkan pencapaian kognitifnya. Agar hasil penilian yang dilakukan guru bisa benar dan objektif, guru harus memahami prinsip-prinsip  penilaian  yang  benar  sesuai  dengan  standar  penilaian  yang sudah ditetapkan oleh para ahli penilaian. Pemerintah (Kemdiknas/Kemdikbud) sudah menetapkan Standar Penilaian Pendidikan yang dapat  dipedomani  oleh  guru  dalam melakukan penilaian di sekolah, yakni Permendiknas RI Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Seorang guru BK hendaknya membuat instrumen penilaian yang dilengkapi dengan rubrik penilaian untuk menghindari penilaian yang subjektif, baik dalam bentuk instrumen penilaian pengamatan (lembar pengamatan) maupun instrumen penilaian skala sikap (misalnya skala Likert).
Apa bila pelaksanaan  pendidikan  karakter  di  sekolah  dianggap sebagai  bagian  dari  reformasi pendidikan,  maka reformasi  pendidikan  karakter  bisa diibaratkan  sebagai  pohon  yang memiliki empat bagian penting, yaitu akar, batang, cabang dan daun. Penjelasannya adalah akar reformasi adalah landasan filosofis (pijakan) pelaksanaan pendidikan karakter harus jelas dan dipahami oleh masyarakat penyelenggara dan pelaku pendidikan. Sedangkan batang reformasi berupa mandat dari pemerintah selaku penanggung jawab penyelenggara pendidikan nasional dimana standar dan tujuan dilaksanakannya pendidikan karakter harus jelas, transparan, dan akuntabel. Bagian cabang reformasi  adalah  manajemen pengelolaan pendidikan karakter, pemberdayaan guru, dan pengelola pendidikan yang harus ditingkatkan. Pada bagian daun  reformasi  merupakan  adanya  keterlibatan  orang  tua,  peserta  didik  dan masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan karakter yang didukung pula dengan budaya dan  kebiasaan  hidup masyarakat yang kondusif yang sekaligus menjadi teladan bagi peserta didik dalam bersikap dan berperilaku sehari-hari. Maka keempat pilar reformasi pendidikan karakter di atas saling terkait dan apabila salah satunya tidak maksimal  akan dapat mengganggu pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah  dan  institusi pendidikan lainnya
Pendidikan karakter yang dilaksanakan disekolahan menjadi sangat penting  mengingat di sinilah peserta  didik  mulai  berkenalan dengan berbagai bidang kajian keilmuan. Berawal dari nilai-nilai karakter mulia yang diperoleh melalui proses  pembelajaran di kelas  dan di luar kelas, peserta didik diharapkan menjadi manusia yang berkarakter sekaligus memiliki ilmu pengetahuan yang siap dikembangkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.