JAKARTA, MENARA62.COM – Angka penjualan listrik diprediksi akan meningkat 6,4 persen atau menembus angka 247,3 Terra Watt Hour (TWh) pada 2019. Prediksi tersebut didasarkan atas laporan penggunaan listrik dari tahun ke tahun yang cenderung meningkat.
“Ini juga menjadi barometer utama tumbuhnya perekonomian dan pembangunan nasional,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Ego Syahrial dikutip dari laman esdm, Senin (18/2/2019).
Ego menjelaskan, pada tahun 2015, penjualan tenaga listrik sudah mencapai 213,46 Terra Watt Hour (TWh). Penjualan ini bertambah setahun kemudian di tahun 2016 menjadi 221,07 TWh atau tumbuh 3,56%. Kemudian terus menembus angka 232,43 TWh atau naik 5,14% pada tahun 2018.
Demi mencapai target kenaikan 6,4 persen tersebut pihaknya masih mengandalkan konsumsi listrik dari sektor industri.
“Memang kebutuhan listrik yang besar datang dari industri selain rumah tangga, seperti industri hilirisasi pertambangan maupun listrik yang membutuhkan listrik yang besar,” jelas Ego.
Total konsumsi listrik sektor industri sepanjang tahun 2018 mencapai 76,345 TWh atau tumbuh 32,85% dari tahun sebelumnya, yaitu 71,72 TWh. Pertumbuhan ini didapat dari 87.829 pelanggan terdiri dari pelanggan prabayar (23.602) dan pascabayar (64.227).
“Dari tahun ke tahun penjualan listrik didominasi oleh sektor industri yang jumlah pelanggannya sekitar 69.000 atau naik 10.000 dari tahun 2016 ke tahun 2017,” tegasnya.
Meningkatnya penjualan listrik dari sektor industri tak lepas dari efisiensi harga listrik. Indonesia masih tergolong menjadi salah satu negara dengan tarif paling kompetitif di wilayah Asia Tenggara.
Data Januari 2019, tarif listrik industri besar di Indonesia, rata-rata sebesar USD 7,47 sen per kilo Watt hour (kWh). Tarif ini jauh lebih murah ketimbang Singapura USD 13,15 sen per kWh, Filipina USD 11,19 sen per kWh, Thailand USD 8,07 sen per kWh serta Malaysia 7,61 sen per KWh.
“Tarif listrik Indonesia bagi industri besar di kawasan ASEAN masih jadi primadona,” pungkas Ego.