31 C
Jakarta

Peran Perempuan dalam Resolusi Konflik Naikkan Probabilitas Perdamaian Jarang Terekspos di Media

Baca Juga:

 

JAKARTA, MENARA62.COM – Data dari United Nation Women tahun 2019 menyebutkan bahwa antara tahun 1992 hingga 2018, perempuan terlibat aktif dalam usaha perdamaian. Pada kurun waktu tersebut, 13% negosiator perdamaian adalah perempuan, 3% mediator adalah perempuan, dan 4% dari penandatanganan nota perdamaian adalah perempuan.

Tak hanya itu, UNSCR 1325 menyebut bahwa peran dan partisipasi perempuan dalam resolusi konflik mampu menaikkan probabilitas nota perdamaian sampai 20% dalam dua tahun terakhir. Sedangkan dalam waktu 15 tahun terakhir, probabilitasnya sejumlah 35%.

“Artinya, peran mereka cukup penting. Perempuan banyak berperan sampai sekarang dalam mengatasi krisis ekonomi, kesehatan, climate change, dan lain-lain kendati diskriminasi masih terus mereka alami,” ungkap Chief Executive Officer Faith to Action Network (FAN), Peter K. Munene.

Dalam seminar internasional bertajuk International Conference On Women Peace and Harmony 2022 Pimpinan Pusat Nasyi’atul ‘Aisyiyah (PPNA), Rabu (31/8), Peter menganggap diskriminasi juga masih dialami oleh perempuan.

Buktinya, peran-peran penting dan positif seperti di atas tidak pernah terdengar di media. Sebaliknya di media massa, para perempuan justru sering diberitakan sebagai korban atau kelompok rentan dari suatu kekerasan.

Melihat hal ini, Peter berharap Muhammadiyah melalui Nasyi’atul ‘Aisyiyah dapat terus terlibat aktif dalam upaya resiliensi dan membangun perdamaian serta menyuarakannya di ranah publik. Apalagi untuk menggarap isu ini, FAN memiliki relasi dengan Muhammadiyah melalui Joint Initiative for Strategic Religiou Action (JISRA) Eco Bhinneka.

“Kami punya relasi spesial dengan Muhammadiyah karena Muhammadiyah adalah salah satu founder FAN bersama Universitas Al-Azhar di Mesir,” ungkapnya.

Sejalan dengan JISRA Eco Bhinneka, FAN mengupayakan pemahaman bahwa setiap makhluk Tuhan adalah setara dan selayaknya hidup dengan saling menghormati. Khusus ikhtiar kesetaraan perempuan, sejalan dengan 17 poin Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau SDG’s (Sustainable Development Goals).

“Kami menaruh perhatian pada leadership perempuan dan partisipasi di keluarga, komunitas, masyarakat, dan politik.  Sayangnya, satu dari tiga perempuan di ranah global masih mengalami kekerasan terhadap hak-hak mereka,” kata Peter.

Menyambung Peter, Program Manager Eko Bhineka-JISRA, Surya Rahman Muhammad mengatakan seminar ini cukup penting untuk memetakan arah strategis Persyarikatan dalam menggarap isu perempuan di atas.

“Nanti kita bisa sama-sama belajar terkait bagaimana mengoptimalkan peran perempuan dalam upaya-upaya membangun harmonisasi dan ketangguhan. Tentunya ini menjadi hal yang cukup penting,” ucapnya. (afn)

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!