30 C
Jakarta

Pesulap Cilik Rayyan, Memperingati Hardiknas dari Lokasi Shooting

Baca Juga:

BANTUL, MENARA62.COM – Hari ini tanggal 2 Mei 2021, bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional (Hardinas) 2021, Rayyan Lutfie Ahmad, siswa SD Tumbuh 4 Yogyakarta harus menyelesaikan sesi pengambilan gambar untuk proyek film documenter tentang anak-anak autis. Ia sudah berada di lokasi shooting, di sebuah kawasan kumuh di Yogyakarta sejak pukul 06:00 WIB.

Dalam film tersebut, ia berperan sebagai anak jalanan yang tidak mendapatkan akses pendidikan. Dengan wajah kotor dan baju compang-camping ia harus lari-lari dikejar Satpol PP. Adegan berlarian tidak sekali dua kali langsung jadi. Diulang terus tetapi Rayyan tak sekalipun mengeluh lelah meski ia sendiri sedang berpuasa.

“Ayah, anak jalanan itu apa sih, kok harus pakai baju jelek begini, muka pakai kotor,” kata anak kedua pasangan Ahmad Nur Shoim dengan Etta Fatmawati tersebut polos saat istirahat.

Meski cukup melelahkan, Rayyan menjalani semua sesi pengambilan gambar dengan gembira. Rasa haus dan dahaga ditengah puasa Ramadhannya tak menghalangi bocah usia 9 tahun tersebut terus berkarya. Ia menyelesaikan sesi pengambilan gambar selama 3 hari berturut-turut bersama belasan bocah sebayanya yang belum pernah dikenal sebelumnya.

Selesai proyek film documenter tentang anak autis, hari berikutnya Rayyan mengikuti sesi pengambilan gambar untuk iklan layanan masyarakat. Kali ini ia tidak harus bersusah payah berlari-lari dengan baju compang-camping dan baju kotor. Justeru sebaliknya, ia tampil wangi sebagai anak dari keluarga berada yang panen ‘angpao’ lebaran.

Rayyan memang unik. Bocah kelahiran 19 April 2012 tersebut lahir dari keluarga yang tidak lekat dengan seni, apalagi seni peran. Ayahnya seorang pegawai BUMD dan ibunya bekerja di lembaga keuangan di kawasan Bantul. Tak ada darah seni mengalir dari kedua orang tuanya.

Tetapi sejak kecil ia menunjukkan minat pada seni peran. Berawal dari hobinya bermain sulap, ibunya lantas mengantar Rayyan bergabung dengan komunitas sulap Yogyakarta. Selama menjadi pesulap cilik, Rayyan berkesempatan tampil di sejumlah televisi termasuk SCTV dan TVRI Yogyakarta. “Waktu itu usianya masih 5 tahun, tampil di SCTV bareng pesulap Demian,” kata ibunya.

Rayyan saat shooting di sebuah SD (ist)

Rayyan juga pernah tampil offline satu panggung bersama Pak Tarno, comedian sekaligus pesulap yang terkenal dengan ikon ‘Bantu ya, Prok-Prok-Prok’. Lalu memenuhi undangan tampil pada even-even ulang tahun, dan kegiatan charity lainnya.

Eta mengatakan awalnya ragu untuk memenuhi keinginan anaknya menekuni hobi dunia acting. Bukan kenapa tetapi semata karena sebagai cucu dari ‘Mbah Kyai’ rasanya kurang nyaman jika anaknya menggeluti dunia acting.

“Saya maunya dia masuk pondok pesantren, biar jadi kyai nurunin kakeknya, biar bisa mengelola masjid warisan kakeknya,” tutur Eta.

Tetapi bakatnya mengantar Rayyan terus mendekati dunia yang disukainya. Memilih sekolah di SD Tumbuh 4, Rayyan lebih memiliki keleluasaan untuk mengeksplorasi bakatnya. Itulah yang akhirnya mengantar Rayyan pada dunia acting yang sekarang digelutinya.

“Di sekolah ini, anak saya memang seperti menemukan dunianya. Ia sangat bersemangat untuk pergi ke sekolah. Tidak seperti cerita-cerita orangtua lain yang begitu sulit menyuruh anaknya sekolah,” tutur Eta.

Ada banyak yang membuat Rayyan nyaman di sekolah dengan konsep alam tersebut. Selain lebih leluasa mengeksplorasi bakatnya, Rayyan juga tidak terikat aturan ketat layaknya sekolah-sekolah formal lainnya. Baik dari segi seragam, cara belajar, tata ruang kelas maupun cara pengajaran dari guru.

Dari sekolah tersebut pula Rayyan kemudian belajar bermain ketoprak (seni panggung) dan pantomim. Dua ketrampilan panggung yang akhirnya benar-benar mengantarkan Rayyan terlibat dalam pertunjukan offline ketoprak bersama komunitas sulap Yogyakarta.

Pandemi membuka peluang

Sejak pandemi Covid-19 melanda negeri ini, praktis Rayyan tak lagi bisa menyambangi sekolahnya. Pembelajaran jarak jauh (PJJ) membuat Rayyan harus banyak berdiam di rumah dan akses ke sekolah hanya melalui gawai.

Ia juga tak bisa melanjutkan hobinya bermain seni panggung. Kalaupun bermain sulap dan pantomime itu hanya dilakukan sebatas buat main-main. “Saya coba rekam video lalu diunggah di channel Youtube. Ternyata subscribernya mencapai puluhan ribu. Ini benar-benar di luar dugaan,” tambah Eta.

Di tengah kebosanan yang melanda, tiba-tiba Eta menerima tawaran proyek iklan pariwisata untuk Rayyan. Meski ini dunia baru, tak urung dicobanya juga. Seleksi pun berlangsung, yang diikuti oleh belasan anak sebaya Rayyan.

Rayyan bersama teman-temannya saat istirahat shooting iklan Ramadhan (ist)

“Surprise karena anak saya yang terpilih. Padahal sebelumnya memang dia tidak pernah main film,” kata Eta.

Sejak proyek pertama video kampanye pariwisata di tengah pandemi yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman, sejak itu pula tawaran ikut bermain film pendek, film documenter, film layanan masyarakat dan iklan terus berdatangan.

Eta mengaku sejak anaknya terlibat dalam dunia acting, ia menjadi tahu betapa beratnya menjadi pekerja seni. Untuk menghasilkan satu karya seni seperti film pendek saja, adegan yang harus dilakukan berulangkali. Termasuk juga untuk membuatan iklan, tidak cukup sekali dua kali pengambilan gambar.

“Dulu saya kalau ada iklan di televisi suka saya skip. Sekarang saya jauh lebih menghargai. Karena untuk bikin iklan seperti itu ternyata nggak gampang,” katanya.

Tak hanya itu, sejak Rayyan menunjukkan bakatnya dalam dunia seni peran, Eta perlahan harus mengubur mimpinya menjadikan anaknya sebagai dokter, pilot atau profesi lain yang sampai saat ini masih dianggap elit oleh masyarakat. Baginya, zaman sudah berubah dan bukan saatnya lagi orang berebut menjadi dokter, pilot, polisi, tentara atau yang lainnya.

“Ada dunia kreatif yang memang sedang menjadi tren saat ini dan mungkin masa depan. Saya berharap anak saya akan menjadi bagian dari dunia tersebut,” tambah Eta.

Eta barangkali menjadi satu dari sekian banyak orangtua yang beruntung. Bagaimana tidak, ia sudah mampu mengenali bakat atau passion yang dimiliki oleh sang anak sejak dini. Dengan demikian, ia tidak perlu harus meraba-raba hendak dijadikan apa anaknya kelak dimasa depan. Hendak di sekolahkan dimana anaknya untuk menggapai masa depan dan kehidupannya.

“Kalau bakat sudah muncul, saya tinggal mengarahkan. Dan saya sudah punya bayangan, kemana anak harus melanjutkan sekolahnya. Tentu sekolah yang mendukung passion,” tandas Eta.

Apa yang dilakukan Eta, sejalan dengan pemikiran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makariem. Dalam tulisan pendek di instagram @nadiemmakarim, Menteri Nadiem mengungkapkan pentingnya setiap anak didik memiliki sebuah bakat dan minat dalam proses menggapai cita-cita dan kesuksesan.

“Antusiasme menunjukan keberadaan sebuah dunia bagi individu-individu spesial yang memiliki caranya sendiri untuk berekspresi dan berprestasi,” tulis Nadiem.

Diakui Nadiem pesan ditulisan tersebut pernah ia sampaikan kepada anak-anak Sekolah di Sorong, Papua.

“Saya berpesan, bahwa setiap individu memiliki keindahan potensinya masing-masing, setiap individu memiliki bakat dan minat versinya sendiri. Namun, hal yang terpenting adalah bagaimana upaya kita untuk mengasah bakat dan minat yang kita miliki dan selalu saling mendukung,” jelas Nadiem.

Mendikbud Nadiem Makarim memimpin upacara bendera peringatan Hardiknas 2021. (ist)

Pesan ini, terangnya, dituliskan sebagai kenang-kenangan atas luar biasanya semangat anak didik di Sorong Papua, sekaligus untuk seluruh peserta didik di Indonesia.

“Temukan bakat dan minat mu, Itulah yang terpenting. Saat itu terjadi, dunia akan melihat keindahan potensi kamu. Salam Merdeka Belajar!!,” tandas Nadiem.

Senada juga dikemukakan Dirjen Pendidikan Vokasi Wikan Sakarinto. Menurutnya seseorang yang menjalani profesi sesuai passion atau bakatnya maka ia akan dapat menjadi seorang pembelajar sepanjang hayat. “Kerja iklhas, gembira, itu kalau dijalani sesuai passion,” katanya.

Menurut Wikan, pendidikan masa depan adalah pendidikan yang sesuai passion. Karena itu orangtua tidak perlu malu atau berkecil hati ketika anaknya tidak menunjukkan kemampuan dibidang sain dan teknologi. Bidang humaniora, sosial, bahkan seni pun jika ditekuni akan memberikan masa depan yang cerah.

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!