JAKARTA, MENARA62.COM — Euforia Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada 9 Desember 2020 di tengah pandemi akan berbeda karena ruang kampanye beralih dalam bentuk virtual. Sejumlah protokol kesehatan Covid-19 dalam seluruh tahapan penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020, termasuk dalam mekanisme kampanyenya yang dihimbau untuk dilakukan secara digital. Di sisi lain, normal baru dalam berkampanye ini dapat menjadi momentum loncatan penyelenggaraan hajatan demokrasi yang lebih efisien.
Pakar Komunikasi Digital, Anthony Leong mengatakan bahwa pandemi ini dapat menjadi momentum peralihan untuk menuju era digitalisasi. Menurutnya, penggunaan teknologi digital di setiap aspek kehidupan merupakan sebuah keniscayaan yang mau tidak mau harus mulai diimplementasikan baik oleh rakyat maupun pemerintah.
“Era sekarang ini sudah mulai ada pergeseran masif ke arah yang serba digital bahkan hampir di semua aspek. Mulai dari kehidupan sehari-hari, sosial, ekonomi, budaya, sampai politik. Karena dengan semakin cepatnya perkembangan teknologi, bangsa kita harus bisa beradaptasi agar bisa terus maju. Begitu juga dengan kampanye harus melalui kanal digital juga dan KPU sebagai lembaga penyelenggara harus memfasilitasi kampanye melalui digital karena tidak semua pasangan calon mengerti. Perlu ada formula kampanye digital,” ujar Anthony pada keterangannya di Jakarta (6/7/2020).
Dalam Peraturan KPU No. 6/2020 tentang Pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota Serentak Lanjutan dalam Kondisi Bencana Nonalam Covid-19 secara ketat menerapkan pengaturan yang dilakukan dalam teknis pelaksanaan kegiatan kampanye, terutama yang berpotensi melibatkan massa besar.
“Implementasi digital juga harus mulai gencar dilakukan dalam sektor politik, dan Pilkada serentak 2020 ini dapat menjadi ajang debut para calon kepala daerah untuk mulai melakukan transisi digital, khususnya pada agenda kampanye. Selain memang diberikan atensi perihal massa skala besar, dengan menggunakan media sosial kita dapat meraih audience yang ingin di sasar dan tepat sasaran. Targeted market menjadi penting untuk menjangkau calon pemilih,” jelas Anthony.
Anthony yang juga merupakan CEO Menara Digital Enterprise ini menambahkan bahwa memang beberapa tahun politik kebelakang, penggunaan media sosial sebagai alat kampanye sudah marak dilakukan. Namun frekuensi intensitas kampanye digital skala nasional baru sangat terlihat pada gelaran Pilpres tahun 2019 lalu, dimana pasangan Jokowi-Ma’ruf dan Prabowo-Sandi saling memaksimalkan media sosial untuk meraih pemilih milenial yang berjumlah hampir 70%.
“Dulu memang kampanye digital hanya sebagai alat kampanye sekunder, atau penggunaanya sekitar 20%-30% saja. Sekarang mungkin harus 90% fokus kampanye dilakukan via platform digital, jika tidak tokoh politik tersebut akan mudah tenggelam oleh keberadaan digital saingannya. Karena brand positioning, citra diri, serta keberadaan digital penting dimiliki di era digital ini,” tutup Anthony. (*)