JAKARTA, MENARA62.COM – Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) saat ini membutuhkan anggaran hampir Rp686 triliun. Nilai ini membengkak dari anggaran sebelumnya Rp677,2 triliun.
Menteri Keuangan dalam Rakornas Internal Pemerintah Tahun 2020 menjabarkan alokasi anggaran tersebut yaitu untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp598 triliun dan biaya kesehatan senilai Rp88 triliun. Anggaran pemulihan ekonomi tersebut akan terus bergerak mengingat dampak corona virus disease 2019 (Covid-19) yang dinamis.
Anggota Komisi XI Fraksi PKS DPR RI, Anis Byarwati mempertanyakan dari jumlah anggaran tersebut, berapa alokasi anggaran yang diberikan untuk UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah). Menurutnya, UMKM mempunyai peran penting dan strategis di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Mengutip data dari Kementerian Koperasi dan UKM yang melaporkan bahwa secara jumlah unit, UMKM memiliki pangsa sekitar 99,99% (62.9 juta unit) dari total keseluruhan pelaku usaha di Indonesia (2017), sementara usaha besar hanya sebanyak 0,01% atau sekitar 5400 unit. Usaha Mikro menyerap sekitar 107,2 juta tenaga kerja (89,2%), Usaha Kecil 5,7 juta (4,74%), dan Usaha Menengah 3,73 juta (3,11%). Sementara Usaha Besar menyerap sekitar 3,58 juta jiwa.
Secara gabungan UMKM menyerap sekitar 97% tenaga kerja nasional, dan Usaha Besar hanya menyerap sekitar 3% tenaga kerja nasional. Dan sumbangan terhadap PDB (product domestic bruto) pada tahun 2019 mencapai 60,34 persen.
Sementara itu data Kemkominfo menyebutkan bahwa pada tahun 2018 sebanyak 9,61 juta unit UMKM sudah memanfaatkan platform online.
Lebih spesifik, politisi senior PKS ini mempertanyakan keberpihakan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dalam program yang digulirkan untuk UMKM. “Apakah program untuk UMKM hanya relaksasi kredit untuk nilai kredit dibawah 10 miliar rupiah dengan penundaan cicilan satu tahun, atau adakah program lain?” tanyanya.
Anggota DPR dari dapil Jakarta Timur ini juga mengingatkan OJK untuk memperlihatkan keberpihakannya kepada rakyat kecil melalui kebijakan untuk UMKM. Hal ini didasari dengan mengingat kontribusi UMKM terhadap perekonomian nasional yang sangat besar.
“Sehingga kenaikan anggaran pemulihan ekonomi yang demikian besar tidak hanya dirasakan oleh korporasi,” ujarnya.
Masih seputar isu ekonomi nasional, ia juga menyoroti sikap BPK yang mengungkapkan kepada publik mengenai kelemahan OJK dalam pengawasan terhadap 7 bank. Walaupun tidak berapa lama berselang BPK meralat pernyataannya dan menyatakan sudah dilakukan follow up, namun hal ini menyisakan tanya di benak public. “Banyak orang bertanya-tanya, apa yang terjadi?” ungkapnya di Jakarta (15/6/2020).
Mengenai lemahnya pengawasan ini, ia menegaskan harus menjadi perhatian dan ditindaklanjuti oleh OJK karena tugas utama OJK adalah pengawasan. “Berita mengenai kelemahan pengawasan ini bukan yang pertama. Jadi OJK perlu berbesar hati untuk mau memperbaiki kinerja pengawasannya ke depan,” katanya mengakhiri.