JAKARTA, MENARA62.COM — Presiden Hadiri Harlah Muslimat NU ke-78. Presiden Joko Widodo memberikan sambutan pada peringatan tersebut di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK) di Jakarta, Sabtu (20/1/2024).
Presiden Joko Widodo mengingatkan masyarakat agar tidak mau diadu domba karena perbedaan pendapat dan pilihan dalam Pemilu 2024.
“Tidak boleh saling menghina, tidak boleh saling menjelekkan. Sesama tetangga tidak saling sapa, tidak boleh. Sesama warga berkelahi, juga tidak boleh. Jangan mau kita diadu domba seperti itu, dibenturkan seperti itu, dipecah belah seperti itu,” ujar Jokowi saat memberi sambutan di acara tersebut.
Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar dipodium Harlah Muslimat NU mengingatkan kepada kader NU dan masyarakat, untuk senantiasa menaati para pemimpin.
“Dengarkan sungguh-sungguh dan taati apa yang menjadi keputusan-keputusan para pemimpin kalian. Pemimpin bisa pemimpin organisasi ataupun negara, karena pemimpin negara termasuk ulil amri,” katanya.
Ia mengatakan, NU dan seluruh badan otonom di bawahnya selalu menunjukkan sikap yang taat terhadap pemimpin.
“Barang siapa memuliakan pemimpin dalam segala lapisan, maka Allah akan memuliakannya, dan barang siapa yang menghinakan para pemimpin, presiden, wakil presiden, meremehkan semuanya termasuk pemimpin organisasi maka Allah akan membalasnya,” katanya.
Ia mengemukakan Allah memerintahkan hambanya untuk tidak menyebarluaskan berita yang tidak baik.
“Orang-orang yang senang, hobi untuk memviralkan, untuk menyebarluaskan berita-berita yang nggak bagus, berita-berita yang cemar terhadap orang-orang yang telah beriman kepada Allah, apa kata Allah? Mereka akan mendapatkan siksa, sanksi di dunia, dan di akhirat,” ujarnya.
Ia menilai seorang kader NU yang tidak taat terhadap para pemimpin serta menyebarluaskan aib saudara seiman, telah terpengaruh aliran keras.
“Kita minta mari berikan ketaatan, karena itu maziyah (kelebihan) NU, bukan karena pemimpin ini minta ditaati, minta disembah” ucapnya.
Untuk itu, Akhyar mengimbau agar jangan sampai perkataan yang diucapkan oleh masing-masing individu membuat kegaduhan di tengah masyarakat.
Kunci
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf mengatakan, kaum ibu adalah kunci dan tiang negara untuk mewujudkan negara yang kuat.
“Ibu-ibu adalah kunci, karena an nisa imadul bilad, perempuan adalah tiang-tiang negara,” katanya di acara yang sama.
Untuk itu, demi kuatnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan demi cita-cita memajukan peradaban bangsa, Gus Yahya menyatakan, kaum ibu Muslimat harus siap bergerak dan berjuang bersama dalam menopang kejayaan bangsa dan negara.
“Muslimat kuat, Indonesia kuat,” katanya.
Pendirian Muslimat NU, ujarnya, diawali dengan para pendiri NU yang mempersilakan dua tokoh perempuan NU saat itu, Nyai Siti Saroh dan Nyai Djuaesih, untuk berbicara pada muktamar NU yang diadakan pada 1938 di Banten.
“Ini artinya muasis atau pendiri NU memikirkan dan merancang strategi penguatan ibu-ibu NU. Kenapa? Karena NU didirikan dengan cita-cita membangun peradaban,” katanya.
Ia menjelaskan perjuangan dan cita-cita membangun peradaban dimulai dengan negara yang kuat, sedangkan para ulama mengetahui bahwa ibu-ibu menjadi kunci penting untuk mewujudkan negara yang kuat itu.