JAKARTA, MENARA62.COM – Desakan terhadap pentingnya regulasi pengendalian tembakau khususnya untuk menurunkan prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun menjadi 8,7 persen pada 2024, mengemuka dalam Webinar bertajuk “Masihkah Pemerintah Berkomitmen Menurunkan Prevalensi Perokok Anak Sesuai Mandat RPJMN 2020-2024” yang diadakan Lentera Anak pada Kamis (28/7).
Tanpa kebijakan pengendalian tembakau yang kuat dan tegas mustahil target penurunan prevalensi perokok anak dapat tercapai. Apalagi hanya tersisa waktu kurang lebih dua tahun bagi Pemerintah untuk mengoptimalkan realisasi pencapaian target tersebut. Sementara angka prevalensi perokok anak usia 10-18 terus meningkat dari tahun ke tahun, dan berada di angka 9,1 persen pada 2018 (data Riskesdas).
Meskipun Indonesia sudah memiliki PP No 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan, namun regulasi tersebut masih sangat lemah dan belum optimal mencegah dan melindungi anak dan remaja untuk menjadi perokok pemula. Buktinya iklan, promosi dan sponsor rokok masih sangat masif, penjualan rokok batangan masih ada, dan belum ada aturan rokok elektronik. Karena itu proses penyelesaian revisi PP 109/2012 sangat mendesak karena merupakan mandat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 untuk mencapai penurunan prevalensi perokok anak menjadi 8,7% pada 2024.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK, drg. Agus Suprapto, M.Kes, menyatakan keprihatinannya atas hasil survei global penggunaan tembakau pada usia dewasa (Global Adult Tobacco Survey – GATS) 2021 yang menemukan peningkatan signifikan jumlah perokok dewasa dalam kurun 10 tahun terakhir, yaitu dari 60,3 juta (2011) menjadi 69,1 juta perokok (2021).
“Sudah ada 70 juta perokok bagaimana komitmen kita? Apakah kita akan menjadikan jumlahnya menjadi 100 juta? Jangan sampai ini menjadi bom waktu bagi anak-anak kita. Harus ada komitmen untuk menekan jumlah perokok jika tidak ingin bom waktu meledak,” tegas Agus.
Ia juga mengkhawatirkan prevalensi konsumsi rokok elektronik yang naik 10 kali lipat dari 0,3% (2011) menjadi 30% (2021), dan sangat berharap Revisi PP 109/2012 juga akan mengatur tentang rokok elektronik.
Ketua Tim Kerja Penyakit Paru Kronis dan Gangguan Imunologi, Kemenkes RI, dr Benget Saragih, M. Epid, menegaskan bahwa revisi PP 109/2012 adalah target RPJMN 2020-2024. Sesuai amanat RPJMN, target penurunan perokok usia anak dan remaja merupakan target nasional sehingga upaya mencegah anak dan remaja menjadi perokok pemula harus menjadi prioritas semua pihak.
“Karena itu ada 5 substansi yang diatur dalam revisi PP 109/2012 yakni, pengaturan rokok elektronik, pelarangan iklan rokok, larangan penjualan batangan, perbesaran peringatan Kesehatan bergambar (PHW) dan pengawasan yang ketat,” jelas Benget.
Drs. Anthonius Malau, M.Si, Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika, Kominfo RI, menegaskan pentingnya pelarangan total iklan rokok di internet juga dimasukkan dalam revisi PP 109/2012. “Kami sangat berharap adanya pelarangan total iklan rokok di internet, karena kondisi sudah sangat mengkhawatirkan, pelaku usaha menggunakan berbagai sarana di internet untuk mempromosikan dan menjual produk rokok, sehingga anak-anak terpapar iklan rokok yang luar biasa di internet, dan mudahnya penjualan rokok elekronik secara daring,” kata Anthonius.
Harapan Anthonius sejalan dengan harapan Oktavian Denta, Departemen Penelitian dan Pengembangan IYCTC, dan Ulfa, keduanya mewakili narasumber anak muda dalam Webinar Hari Anak Nasional 2022 ini, yang sangat mengkhawatirkan masifnya iklan rokok elektronik di internet. Menurut Denta, rokok konvensional juga memiliki kandungan seperti nikotin dan formalin yang berdampak buruk bagi Kesehatan.
Selain itu, hasil investigasi yang dilakukan IYCTC juga menemukan betapa mudahnya anak mengakses rokok elektronik melalui toko daring (market place), dan betapa mengkhawatirkannya narasi menyesatkan yang sudah mempengaruhi anak muda bahwa merokok elektronik lebih terlihat keren dan gaul. Bahkan Ulfa, yang memiliki adik masih duduk di bangku Sekolah Dasar, sudah bisa membeli sendiri rokok elektronik melalui market place.
Sementara itu, Purwandoko, Analis Perdagangan Ahli Madya, Direktorat Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting, Ditjen Perdagangan Dalam Negeri, Kemendag RI, sangat berharap adanya pengaturan penjualan rokok yang lebih spesifik dan memperjelas kewenanagan masing-masing Kementerian dan Lembaga dalam revisi PP 109/2012. “Bisa diusulkan dalam perubahan revisi PP 109/2012 harus jelas terkait kewenangan Kementerian terkait pengaturannya. Karena di PP 109/2012 pengaturannya masih umum yakni tidak boleh menjual pada anak di bawah umur 18 tahun, tapi peraturan terkait siapa yang menjual, dan pengenaan sanksinya belum ada,” ungkap Purwandoko.
Anggin Nuzula Rahma, S.Sos, Perencana Ahli Madya pada Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan dan Pendidikan, KPPPA RI, menegaskan perlindungan anak dari rokok sejatinya sudah tercantum dalam semua klaster kebijakan Kota Layak Anak. Misalnya dalam klaster satu terkait dengan informasi layak anak dan klaster tiga yakni adanya indikator 17 tentang pelarangan iklan, promosi dan sponsor rokok. Ia juga menjelaskan Suara Anak Indonesia 2022 yang disampaikan perwakilan Forum Anak kepada Presiden Joko Widodo, menyuarakan permohonan anak-anak agar Pemerintah mengoptimalkan pengawasan distribusi, iklan dan promosi rokok, serta rehabilitasi khusus bagi perokok anak.
“Kami juga memiliki PP 59 tahun 2021 tentang Koordinasi Perlindungan Anak, yang mengatur perlindungan anak di semua klaster. Saat ini kami sedang Menyusun SK Koordinasi dan sangat berharap adanya komitmen dari seluruh kementerian terkait untuk bersama-sama melakukan perlindungan terhadap anak,” ujar Anggin.
Senada dengan Anggin yang sangat berharap komitmen semua pihak untuk bersama-sama melakukan perlindungan terhadap anak, Benget Saragih juga menegaskan pihaknya sangat konsisten untuk mempecepat proses revisi PP 109/2012 untuk melindungi anak dan menurunkan prevalensi perokok anak sesuai mandat RPJMN.
“Kami sangat berharap revisi PP 109/2012 segera disahkan untuk menurunkan prevalensi perokok anak. Jadi kami sangat berharap kepada Bapak Presiden agar tidak usah lama-lama mengesahkan revisi PP 109/2012. Bila revisi PP 109/2012 sudah dilakukan akan semakin kuat upaya untuk menurunkan prevalensi perokok anak. Kita seharusnya bergerak dalam satu garis bernama tujuan bersama untuk melindungi anak-anak,” pungkasnya.