JAKARTA, MENARA62.COM— Prof Abdurrahman Masud dari Puslitbang, Kementrian Agama di Jakarta, Jumat (6/1/2017) Â mengungkapkan, hasil riset yang dilakukan Puslitbang Kementrian Agama menemukan sejumlah penyebab disharmoni kehidupan beragama di Indonesia. Disharmoni antar agama, diantaranya sering terjadi karena sejumlah alasan. Diantaranya, penyiaran agama, perkawinan antar pemeluk agama yang berbeda, dan pengangkatan anak yang berbeda keyakinan.
“Selain itu, disharmoni juga sering terjadi karena perayaan hari besar, penodaan agama, kelompok sempalan, dan yang paling sering terjadi karena pendirian rumah ibadah,” ujarnya dalam pengajian bulanan PP Muhammadiyah di Jakarta, Jumat (6/1/2017). Â Pengajian ini mengangkat tema Merawat Kerukunan Kehidupan Beragama.
Islam, menurut Abdurrahman, sudah mengajarkan terntang bagaimana harus bersikap toleran. “Haram hukumnya bersikap prejudis, karena itu tidak menghasilkan apapun yang bermanfaat. Kita juga diajarkan untuk bersikap imparsial, yang sangat penting untuk digunakan dalam sikap saling menghormati setiap kelompok,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Prof Azyumardi Azra melihat, sejak masa reformasi, disharmoni itu lebih banyak terjadi karena faktor luar. Bahkan, ia melihat kasus 4-11, 2-12, lebih banyak terpengaruh faktor transnasional.
Ia juga mengungkapkan, sejak konversi masyarakat Indonesia menjadi Islam secara masif pada abad 12-13, Islam telah bernaturalisasi. Menurutnya, telah terjadi indigenousisasi, sehingga Islam lebih akomodatif.
“Islam lebih ramah, rileks, meski tidak berarti kurang Islami. Dalam satu penelitian, ketaatan kaum Muslim dalam shalat Jumat di Jakarta, Mesir Dan Teheran, ternyata menemukan bahwa orang pria yang shalat Jumat itu lebih banyak ketimbang di Kairo dan Teheran,” ujarnya.