26.7 C
Jakarta

Prosedur di Indonesia Sama Kok Dengan Negara Lain

Baca Juga:

Siapa bilang Indonesia prosedurnya tidak sama dengan negara lain. Proses cegah tangkal Indonesia,  memiliki standar dan manual yang sama sebagaimana halnya diterapkan negara lain sesuai dengan aturan dari World Health Organization (WHO).

Inilah pengakuan Achmad Yurianto, juru bicara penanganan covid-19, di Jakarta pada Jumat (6/3/2020) lalu, seperti dilansir situs setkab.go.id.

Implementasi proses cegah tangkal ke karantina kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia di bandar udara (bandara), menurut Yurianto, memiliki standar dan manual yang sama seperti negara lain. Ini sesuai dengan aturan dari World Health Organization (WHO).

Yurianto yang juga Sekretaris Direktorat Jenderal (Sesditjen) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebutkan, ada tiga objek yang sangat memungkinkan membawa penyakit, baik masuk maupun keluar.

“Pertama manusia, yang kedua barang, yang ketiga alat angkut,” ujar Yuri panggilan akrab Achmad Yurianto.

Berbicara Covid-19, menurut Sesditjen P2P, maka hanya berbicara pada aspek manusianya, karena Covid–19 ini tidak akan bisa masuk melalui barang atau menempel di alat angkut.

”Maka standarnya adalah memeriksa manusianya. Dan kemudian salah satu yang kita jadikan indikator tepat untuk memeriksa seseorang yang terinfeksi penyakit menular atau tidak adalah suhu tubuh,” katanya.

Thermal scan, menurut Yuri, adalah merupakan screening awal yang sangat kasar untuk mendeteksi orang sedang panas tinggi atau tidak. Ia menambahkan, ada batasan yang dianggap normal dan ada batasan yang dianggap tidak normal. Pada saat menemukan suhu 37,5 lebih, sambung Yuri, maka dianggap ini tidak normal.

”Oleh karena itu, pasti akan dilakukan pemeriksaan lebih spesifik bagi siapapun yang datang dengan suhu 37,5. Ini yang digunakan adalah thermal scan,” ujarnya.

Untuk diketahui, Yuri menyampaikan bahwa thermal scan hanya sebagai scanner awal, setelah yang bersangkutan masuk dan kemudian ditemukan suhunya tinggi pasti akan ada tindak lanjut dari mekanisme kekarantinaan.

”Bahkan tidak menutup kemungkinan untuk kita minta untuk kembali lagi ke negara yang asalnya. Jadi, tidak dipertahankan di situ. Ini yang jadi standar untuk menjadi bandara,” katanya.

Terkait dengan perubahan pola Covid-19 pada second wave, menurut Yuri, ternyata banyak sekali kasus yang tanda klinisnya ringan, yang kemudian seringkali ada flu ringan dan minum obat, suhunya normal atau beberapa kasus tanpa gejala, sehingga betul-betul tidak ada tanda apapun yang didapatkan.

”Inilah yang kemudian kita lanjutkan dengan memberikan kartu kewaspadaan kesehatan. Karena tidak mungkin kemudian, setiap yang datang kita berhentikan, kemudian kita ambil ke pusat dari nasofaring atau orofaring untuk diperiksa,” ujarnya.

Proses ini, menurut Sesditjen P2P, bisa dibayangkan kalau misalnya dengan metode pemeriksaan cepat Implementation Completion Report (ICR) membutuhkan 24 jam, berapa lama yang bersangkutan akan tertahan di bandara.

”Ini yang menjadi permasalahan. Oleh karena itu, kita tidak terlalu berlebihan dan standar di seluruh dunia pun juga tidak melakukan seperti itu,” ujarnya seraya menyampaikan bahwa proses pemantauan dilaksanakan dengan dua mekanisme, yaitu karantina pintu masuk dan karantina wilayah.

Soal Kejadian Luar Biasa (KLB) dan pandemi atau wabah, Sesditjen P2P menjelaskan bahwa KLB itu ukurannya secara normatif hanya dikatakan peningkatan jumlah kasus 2 kali lipat dibandingkan dengan periode yang sama sebelumnya, maka disebut dengan KLB, itu untuk emerging disease.

”Untuk new emerging diseases, kasus yang semula yang enggak ada, menjadi ada itu KLB. Penanganannya adalah otoritas kesehatan setempat, karena pernyataan KLB adalah pernyataan oleh kepala daerah. Sementara kalau wabah, pandemi itu pernyataannya harus dikeluarkan oleh menteri, setingkat menteri atau ke atas lebih tinggi,” ujar Yuri.

Kalau diperhatikan dalam sisi pembiayaan, Yuri menjelaskan jikalau berbicara pandemi, berbicara wabah, ada acuan aturan di Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Bencana. ”Dan ini masuk di dalam konteks bencana non-alam. Ada bencana alam, non-alam, dan sosial,” katanya.

Dua lagi

Ahmad Yurianto menyampaikan, pada Jumat (6/3/2020) ditemukan kembali 2 (dua) orang positif terkena Covid-19 yang merupakan kasus 3 dan 4.

“Hari ini kita sudah menambah dua lagi kasus positif, yaitu kasus nomor 3 (dan) nomor 4 yang merupakan rangkaian dari contact tracing/penelusuran kontak dari kasus yang nomor 1 dan dari kasus yang nomor 2,” ujar Achmad Yurianto di Kantor Presiden, seperti dilansir situs setkab.go.id

Menurut Sesditjen P2P, berdasarkan penelusuran kasus 1 dan 2, ditengarai ada 1 sekelompok komunitas yang kemudian dinggap berpotensi terpapar Covid-19, sehingga diputuskan segera dilakukan contact tracing.

“Kita melakukan penelusuran, mencari, kemudian mengidentifikasi orang-orang yang kontak dekat dengan 2 kasus yang utama, kasus 1 dan kasus 2,” katanya.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!