JAKARTA, MENARA62.COM– Bagaimana pengaruh Standardisasi Nasional Indonesia (SNI) terhadap kinerja perusahaan, belajarlah dari PT Sinar Harapan Plastik (SHP). Perusahaan mainan anak-anak tersebut secara konsisten menerapkan SNI untuk 70 jenis mainan yang diproduksinya sejak 2014.
Hasilnya, selama 5 tahun bisnis SHP tumbuh secara signifikan. Sebut saja dari segi produksi, dimana pada 2013 hanya memproduksi 269.304 dus, kini pada 2018 telah meningkat menjadi 461.161 dus mainan berbagai jenis. Selain itu area pemasaran juga terus meluas seiring makin meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap produk mainan yang dikeluarkan SHP.
“Kami bahkan sudah mulai mengekspor produk mainan ke sejumlah negara,” tutur Direktur Utama PT Sinar Harapan Plastik Harry Tio di sela Ngobrol Bareng Santai (Ngobras) bersama media, Rabu (12/12/2018).
Penerapan SNI pada produk mainannya lanjut Harry, berawal dari keinginannya untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Langkah ini akan lebih mudah dilakukan jika perusahaan menerapkan Sistem Management Mutu ISO 9001:2015
Dengan manajemen ISO 9001:2015, Harry bisa mengontrol kinerja perusahaan dengan lebih baik. Sebab segala tahapan harus dilakukan sesuai roadmap yang ada dan semua harus tercatat dengan baik.
“Saya berpikir untuk mengontrol usaha harus ada sistem. Meski untuk menerapkan sebuah sistem tentu tidaklah murah,” tambahnya.
Penerapan ISO 9001:2015 inilah yang kemudian menjadi dasar dari keputusannya untuk menerapkan SNI pada produk mainan yang dihasilkan. Meski pada 2013 lalu, SNI untuk mainan anak belum menjadi SNI wajib.
Diakui Harry, SNI tidak hanya meningkatkan kinerja perusahaan. SNI sekaligus memberikan rasa aman dan nyaman kepada konsumen serta memperluas area pemasaran.
“Karena ada SNI, maka produk kami sekarang bisa diterima di beberapa negara,” tambah Harry.
SHP sendiri merupakan produsen mainan anak-anak terkemuka di Indonesia dengan merek dagang SHP Toys untuk produk yang dipasarkan di dalam negeri dan Winny Will untuk produk yang diekspor.
Perusahaan ini berdiri sejak tahun 1985, dan pada tahun 2008 SHP mulai mengembangkan produknya dengan memproduksi mainan besar atau mainan tunggang hingga sekarang, dengan kapasitas produksi saat ini mencapai ± 120.000 unit/bln.
Selain menerapkan manajemen ISO 9001, SHP juga menerapkan SNI dan Sertifikasi SNI dengan jenis SNI ISO 8124-1:2010, SNI ISO 8124-2:2010, SNI ISO 8124-3:2010, EN 71-5 dan IEC 62115:2011 serta Sertifikat SNI No. 02818DN-489-LSPro PPMB
Jadi role model
Keseriusan SHP dalam menerapkan SNI telah ditunjukan dengan beberapa kali memperoleh penghargaan SNI Award berturut-turut sejak 2015, 2016, 2017 hingga 2018.
Dengan diperolehnya beberapa kali penghargaan tersebut PT SHP kata Iryana Margahayu, Kepala Biro Hukum, Organisasi dan Humas Badan Standardisasi Nasional (BSN), menjadi role model bagi industri yang lain khususnya Industri mainan anak-anak dalam penerapan wajib SNI.
SHP sendiri merupakan sebuah perusahaan manufaktur plastik injection yang memproduksi mobil-mobilan dan sepeda mainan anak-anak berbahan baku plastik (polypropilene) dan komponen lainnya. Bahan baku biji plastik diperoleh dari dalam negeri dan luar negeri. Untuk dalam negeri, SHP memperolehnya dari PT Chandra Asri Tbk. Dan untuk luar negeri SHP memperolehnya Boroge LTD (Arab Saudi)
Iryana menjelaskan SNI untuk mainan anak sudah bersifat wajib. Artinya, semua perusahaan yang bergerak dalam produk mainan anak, wajib menerapkan standar minimal yang sudah ditetapkan sebagaimana terdapat pada SNI.
Ada beberapa SNI mainan anak yang parameternya sudah ditetapkan oleh BSN. Sebagian SNI tersebut telah diadopsi Kementerian Perindustrian ke dalam Peraturan Menteri Perindustrian No. 24/M-IND/PER/4/2013 Tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Mainan secara wajib. Dalam Peraturan Menteri tersebut, semua produk mainan anak yang beredar di pasar Indonesia harus memenuhi SNI.
Adapun SNI Mainan Anak yang diberlakukan secara wajib oleh Kementerian Perindustrian meliputi SNI ISO 8124 – 1:2010, Keamanan mainan – Bagian 1: Aspek keamanan yang berhubungan dengan sifat fisis dan mekanis; SNI ISO 8124 – 2:2010, Keamanan mainan – Bagian 2: Sifat mudah terbakar.
Lalu SNI ISO 8124-3:2010, Keamanan mainan – Bagian 3:Migrasi unsur tertentu, dan SNI ISO 8124-4:2010, Keamanan mainan – Bagian 4: Ayunan, seluncuran dan mainan aktivitas sejenis untuk pemakaian di dalam dan di luar lingkungan tempat tinggal.
Kemudian SNI IEC 62115:20111 Mainan elektrik- Keamanan, SNI 7617:2010 Tekstil – Persyaratan zat warna azo, kadar formaldehida dan kadar logam terekstraksi pada kain untuk pakaian bayi dan anak, serta EN 71-5 Chemical toys (sets) other than experimental sets.
“Latar belakang pemberlakuan secara wajib SNI Mainan Anak salah satunya adalah karena mempertimbangkan resiko atas penggunaan mainan seperti tersedak, tertelan, tertempel, bahaya kerusakan pada pendengaran, bahaya untuk mata, bisa membuat anak tercekik, tersayat, tergores dan lainnya,” tutup Iryana.
Data Asosiasi Pengusaha Mainan Indonesia (APMI) menyebutkan jumlah industri mainan anak saat ini tercatat 22 industri. Dari jumlah tersebut hanya 5 industri yang memproduksi mainan anak jenis tunggang, satu diantaranya PT SHP.
Adapun data BSN menyebutkan terdapat 766 merk mainan anak dari 131 perusahaan. Sementara itu Lembaga Sertifikasi Produk (LsPro) yang memiliki ruang lingkup sertifikasi mainan anak tercatat ada 20 LsPro.
Dengan diberlakukannya SNI wajib bagi produk mainan anak, Hary berharap mainan anak yang tidak memenuhi standar SNI terutama produk impor bisa diminimalisir.