JAKARTA – Dunia pendidikan belum memiliki big data yang kuat. Berbeda dengan aspek ekonomi seperti perbankan yang mulai memanfaatkan big data.
Padahal big data sangat penting untuk melihat dan membaca perilaku siswa. Dengan big data bidang pendidikan, maka rekam jejak setiap siswa bisa didapatkan dengan mudah.
“Big data pada aspek pendidikan masih sangat lemah. Padahal ini pentimg saat ada persoalan yang menyangkut siswa atau sekolah, penanganannya lebih mudah. Tepat dan cepat,” kata Gatot Pramono, Kepala bidang Pengembangan Teknologi Pembelajaran bidang Multi Media dan Web Pustekkom di sela taklimat media, Jumat (12/10).
Karena itu, dunia pendidikan sudah saatnya memiliki big data yang kuat. Dengan dukungan big data yang kuat maka segala kebijakan pembangunan pendidikan akan dilakukan atas dasar data yang akurat di lapangan.
Untuk melangkah menuju big data pendidikan, penerapan atau aplikasi teknologi informasi (TIK) dalam pembangunan pendidikan sangat penting. Hampir semua daerah di Indonesia saat ini diakui Gatot sudah menerapkan aplikasi IT dalam pengelolaan pendidikannya meski dengan tingkatan yang berbeda.
Penerapan TIK yang paling banyak dilakukan daerah adalah dalam hal penerimaan peserta didik baru dan ujian nasional berbasis komputer (UNBK). Dihampir semua daerah, dua hal tersebut sudah mulai diterapkan.
Meski belum seluruh daerah memiliki kepedulian tinggi terhadap TIK untuk pembangunan pendidikan, tetapi Gatot mengaku data-data yang dimiliki daerah sangat penting untuk membangun big data bidang pendidikan.
“Dari big data inilah nanti kita akan bisa berbagi tugas dalam hal program maupun kebijakan. Artinya tidak ada lagi tumpang tindih antar instansi atau unit dalam hal pengambilan kebijakan pembangunan pendidikan, sehingga program atau kebijakan pembangunan pendidikan menjadi efektif dan efisien,” tambahnya.
Bahkan melalui big data pemerintah pusat dan pemerintah daerah bisa saling berbagai kewenangan. Big data juga memungkinkan semua aplikasi pendidikan yang tumbuh dari daerah, saling tumpang tindih bisa ditertibkan.
Penghargaan Kihajar
Pada kesempatan yang sama, Kepala Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan (Pustekkom) Gogot Suharwoto mengakui banyak pemda yang sudah memanfaatkan TIK dalam hal pembangunan pendidikan dan kebudayaan. Penerapan TIK tersebut dilakukan mulai dari perencanaan, penetapan kebijakan publik, pelaksanaan, monitoring, hingga penetapan anggaran pendidikan.
“Terhadap para kepala daerah yang memiliki kepedulian tinggi terhadap TIK dalam bidang pendidikan, kami berikan apresiasi berupa anugerah kita harus belajar atau Kihajar,” katanya.
Tahun ini Kemendikbud melalui Pustekkom memberikan anugerah Kihajar kepada 16 kepala daerah yang dinilai memiliki kepedulian tinggi terhadap pembangunan pendidikan dengan memanfaatkan TIK. Ke -16 kepala daerah tersebut terdiri atas 5 gubernur, 7 walikota dan 4 bupati.
Para gubernur penerima Penghargaan Kihajar adalah Gubernur Jabar, Gubernur Jatim, Gubernur Sulawesi Utara, Gubernur Bali dan Gubernur Kalimantan Selatan.
Untuk Kotamadya, penghargaan diberikan kepada Walikota Bandung, Walikota Surabaya, Walikota Balikpanan, Walikota Malang, Walikota Gorontalo, Walikota Singkawang, dan Walikota Buktitinggi.
Sedang untuk Kabupaten, penghargaan Kihajar diberikan kepada Bupati Gunung Kidul, Bupati Sleman, Bupati Fakfak Barat, dan Bupati Bintan.
Walikota Malang Sutiaji mengatakan Kota Malang sudah lama menerapkan TIK dalam pembangunan pendidikan.
“UNBK kami sudah menggunakan dua shift, tidak lagi 3 shift, jadi sudah lebih maju,” jelas Sutiaji.
Selain itu Kota Malang telah menerapkan rapor digital dimana semua rekam jejak setiap peserta didik terdokumentasi dengan baik. Melalui rapor ini sekolah, guru bahkan orangtua bisa memantau perkembangan akademik siswa. Juga bisa mengetahui minat dan bakat masing-masing siswa.
Gogot berharap penghargaan Kihajar akan memacu daerah untuk lebih baik lagi menerapkan dan memanfaatkan TIK dalam hal pembangunan pendidikan.