Ramadhan itu Pangkal Atau Puncak?
Saya lebih condong pada pemikiran kedua, bahwa Ramadhan itu adalah puncak, sebelas bulan lainnya adalah tempat kita mempersiapkan diri supaya kelak dapat memaksimalkan kesempatan di bulan penuh berkah.
Syawal, Dzulqaidah, Dzulhijjah dst hingga Rajab dan Sya’ban menjadi tempat latihan, saat mengumpulkan kekuatan, bekal dari sisi jiwa maupun raga juga harta. Bekal yang dipersiapkan agar ketika memasuki Ramadhan, yang kita sodorkan adalah amal-amal istimewa. Jadi, bukan sekadar amal dari menahan lapar dan dahaga, maupun semata mengendalikan aneka rupa syahwat yang melekat pada tubuh kita.
Karena ia puncak, maka sepanjang Ramadhan kita disanggupkan tilawah qur’an, dengan intensitas yang amat tinggi. Kita khatam berkali-kali, lebih merenungi makna dan pesan secara lebih dalam. Begitu juga sholat malam, kita sanggup melek, berdiri, ruku dan sujud dengan rakaat yang berkali-kali lipat ketimbang malam-malam bulan sebelumnya.
Pun infaq dan sedekah, nominalnya lebih besar, frekuensinya lebih sering dibanding bulan-bulan lainnya.
Ia berbeda seratus persen dengan pemikiran yang meyakini bahwa Ramadhan adalah awal. Atau bulan tarbiyah, hari-hari penuh pendidikan dan pembentukan karakter yang nilai-nilainya akan diterapkan di sebelas bulan lainnya.
Kedua pilihan itu baik-baik saja. Namun yang pasti, visi memang amat menentukan pikiran dan perbuatan. Visi yang keliru, yakni mereka yang memandang Ramadhan sebagai siklus, rutinitas tahunan. Waktu yang dipercaya bergulir, tetapi ternyata hanya bergerak di jalur rotasi yang sama. Muter-muter begitu saja seperti jarum jam penunjuk waktu.
Bukan! Ramadhan bukan siklus. Ia serupa anak-anak tangga. Maka, puncak yang kita lewati di 1440 Hijriah, sungguh tak akan pernah kembali lagi. Menyesal dan menangislah bila amal dan ibadah kemarin baru bisa mendapat nilai B. Nilai itu masih jauh dari B plus, apalagi IST atau istimewa.
Layaknya anak tangga, puncak kemarin itu menjadi pangkal, agar puncak berikutnya di 1441, 1442, 1443 Hijriah dan seterusnya, amal dan ibadah kita menjadi lebih baik lagi. Ibadah kita makin bagus, kian sempurna. Demikian seterusnya. Waktu bergulir, bergerak sambil diikuti perubahan kualitas hidup yang lebih baik. Aamiin.
Saudaraku, eid mubarok. Taqobbalallahu winna wa minkum. Mohon maaf atas semua salah dan dosa saya yang pernah melukai hati saudara-saudara semua.
Penulis: Mochamad Husni