28.8 C
Jakarta

Rancangan Undang-undang Radikal Anti-Muslim ala Politik Hindu di India

Baca Juga:

NEW DELHI, MENARA62.COM — Majelis Rendah Parlemen India (Lok Sabha) yang didominasi suara politikus Hindu, telah meloloskan Rancangan Undang-undang (RUU) Perubahan Kewarganegaraan (CAB) yang kontroversial dan radikal. RUU ini berupaya mengamandemen CAB 1955 untuk memberikan status kewarganegaraan kepada minoritas “yang teraniaya” — Hindu, Sikh, Budha, Jain, Parsis dan Kristen — dari Bangladesh, Afghanistan dan Pakistan, tetapi mengecualikan Muslim.

RUU tersebut disetujui 311 berbanding 80 oleh majelis rendah pada Senin (9/12/2019). Selanjutnya akan diajukan ke majelis tinggi, di mana partai nasionalis Hindu yang berkuasa, Partai Bharatiya Janata (BJP), tidak memiliki suara mayoritas.

Partai-partai oposisi mengatakan RUU itu diskriminatif karena mengecualikan umat Islam di negara sekuler berpenduduk 1,3 miliar orang itu. Muslim membentuk hampir 15 persen dari populasi India.

Para kritikus menunjukkan bahwa langkah itu adalah bagian dari agenda supremasi Hindu. Motornya adalah pemerintah Perdana Menteri (PM) Narendra Modi, yang berkuasa sejak hampir enam tahun lalu.

Sanjay Jha, juru bicara partai oposisi utama Kongres, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa CAB adalah “bagian dari strategi politik BJP yang memecah belah lebih dalam untuk mempolarisasi India”. “Karenanya elemen ekslusif agama dalam CAB, model bisnis politik BJP, adalah untuk menjaga India pada titik yang permanen, meningkatkan suhu komunal tinggi selama pemilu,” katanya.

Bulan lalu, Menteri Dalam Negeri Amit Shah, orang kepercayaan dekat Modi, mengumumkan bahwa negara itu akan memulai uji penghitungan semua warga negaranya sampai batas wakti 31 Desember 2019. Tujuannya, menyingkirkan imigran tanpa dokumen dari negara-negara tetangga.

Uji coba serupa, yang disebut Daftar Warga Nasional (NRC), dilakukan di negara bagian timur laut Assam. Di sana, pada Agustus 2019, terdapat hampir dua juta Muslim yang berlatar berlakang imigran tidak dimasukkan dalam daftar warga negara. Shah, di masa lalu, menyebut imigran Bangladesh sebagai “rayap” dan “penyusup” dan ancaman bagi keamanan nasional.

Partainya dengan keras menentang kedatangan pengungsi Rohingya dan mengancam akan mendeportasi mereka ke Myanmar. Meskipun, minoritas Muslim menghadapi pembersihan etnis tanahnya sendiri.

CAB pertama kali didengungkan di Parlemen India pada Juli 2016 dengan menjadikan agama sebagai dasar kewarganegaraan. Undang-undang sebelumnya tidak menjadikan agama sebagai kriteria kelayakan untuk menjadi warga negara.

RUU tersebut disahkan di Lok Sabha pada Januari tahun ini, tetapi tidak dapat diputus di Majelis Tinggi. Protes di negara-negara timur laut dan perlawanan dari oposisi telah mengganjalnya.

Tetapi, RUU itu akhirnya disahkan oleh Kabinet pekan lalu dengan membuat beberapa pengecualian untuk negara-negara timur laut. Sesuai RUU baru, imigran tidak berdokumen harus telah tinggal di India dalam satu tahun terakhir dan setidaknya selama enam tahun total untuk memenuhi syarat kewarganegaraan. Sementara UU 1955 menetapkan residensi 12 tahun sebagai kualifikasi.

Kritik utama terhadap RUU ini adalah bahwa hal itu mencegah Muslim dari mencari kewarganegaraan. Aturan ini mirip dengan sikap Presiden AS Donald Trump di mana Muslim dari beberapa negara dilarang mencari suaka ke negaranya.

Melarang Diskriminasi

Pakar hukum berpendapat bahwa itu melanggar Pasal 14 konstitusi India, yang menjamin hak atas kesetaraan. Faizan Mustafa, seorang ahli hukum konstitusi, menyebut RUU itu “sangat regresif” dan pelanggaran konstitusi.

“Kami tidak memiliki kewarganegaraan berdasarkan agama. Konstitusi kami melarang diskriminasi berdasarkan agama. Dengan membedakan imigran ilegal berdasarkan agama, undang-undang yang diusulkan melanggar struktur dasar konstitusi India, ” kata Mustafa, wakil rektor Universitas Hukum NALSAR di Hyderabad, kepada Al Jazeera.

Ia melanjutkan, “Jika pemerintah India, melalui RUU ini, ingin memberikan kewarganegaraan kepada minoritas yang dianiaya di negara-negara tetangga, bagaimana bisa mengecualikan Rohingya Myanmar yang jauh lebih teraniaya daripada kelompok lain di lingkungan itu. Demikian pula, bagaimana kita bisa mengecualikan Ahmadiyah dan Syiah dari Pakistan dan Bangladesh serta Hazara dari Afghanistan “.

Pemerintah India menyatakan bahwa RUU ini bertujuan untuk memberikan kewarganegaraan kepada minoritas yang menghadapi penganiayaan agama di negara-negara tetangga mayoritas Muslim. “RUU itu untuk komunitas minoritas Hindu, Sikh, Budha, Jain, Parsi, dan Kristen yang karena pemisahan tidak dapat datang ke India dan menderita penganiayaan di negara mereka sendiri, ” kata juru bicara BJP, Nalin Kohli, kepada Al Jazeera.

Bagaimana dengan imigran Muslim? “Ada negara yang dibentuk khusus untuk mereka,” dalih Kohli.

Ketika ditanya tentang pengikut Ahmadiyah dan pengungsi Muslim Rohingya yang yang juga mengalami diskrinasi di negara asalnya, ia mengatakan: “India tidak ingin dibanjiri oleh mereka yang sudah menjadi warga negara tetangga.”

 

 

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!