Politik inklusif Muhammadiyah tidak dipahami dalam arti sempit, politik kekuasaaan atau politik kepemiluan, tetapi jauh lebih luas lagi. Politik inklusif yang dilakukan oleh Muhammadiyah adalah praktik politik dalam berbagai dimensi kehidupan sebagaimana disajikan dalam buku Politik Inklusif Muhammadiyah, Narasi Pencerahan Islam untuk Indonesia Berkemajuan (2019). Buku ini diterbitkan oleh UMY Press.
Pemikiran inklusif Muhammadiyah yang dituliskan dalam buku ini, memiliki perspektif berbeda. Para intelektual yang menuliskannya, berasal dari berbagai kalangan dengan perspektif beragam. Namun, mereka memiliki kesamaan pandangan bahawa Muhammadiyah telah memiliki bukti nyata dalam mengaktualisasikan Islam berkemajuan diberbagai dimensi kehidupan.
Pada bab empat buku ini, memaparkan tentang Muhammadiyah dalam realitas politik kepemiluan. Tunjung Sulaksono mengusulkan tentang pentingnya keterlibatan Muhammadiyah dalam pemilu. Moh Mudzakkir menguraikan tentang pentingnya peran strategis Muhammadiyah dalam politik. Ridho Al-Hamdi dan Andar Nubowo masuk lebih dalam lagi menjelaskan tentang Muhammadiyah dan pemilu 2019. Sementara itu, M Taufiq AR dan Wahyudi Akmaliah membahas tentang sikap netral diambil oleh Muhammadiyah dalam menghadapi politik praktif. Irvan Mawardi mengusulkan untuk meninjau ulang pemilu langsung yang selama ini telah dilakukan Indonesia.
Di bab terakhir buku ini, memuat tentang peran Muhammadiyah dalam politik perdamaian global. Surwandono menjelaskan tentang konsep narasi dan teologi perdamaian Muhammadiyah. Moh Zaki Arrobi mengusulkan agar Muhammadiyah memperoleh Nobel perdamaian. Sementara itu, Ridho Al-Hamdi menguraikan kontribusi Muhammadiyah di luar negeri sebagai duta peradaban Islam Indonesia dalam mensosialisasikan konsep Islam berkemajuan ke berbagai komunitas lintas agama dan lintas etnis.
Buku ini memuat nasrasi pencerahan Islam dari generasi Muhammadiyah abad kedua untuk cita-cita Indonesia berkemajuan.
Baca sebelumnya: Politik Inklusif Muhammadiyah, 2, 3