25 C
Jakarta

Remaja dan Kebutuhannya Akan Figur Teladan

Baca Juga:

 

Oleh: Faluki Pangestiningsih, S. Pd  *)

 

SOLO, MENARA62.COM– Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu.” (QS Al-Ahzab : 21)

Membaca kutipan ayat di atas menunjukkan bahwa agama Islam telah memberikan contoh teladan terbaik, yaitu Rasulullah SAW. Teladan yang baik dibutuhkan agar memberikan contoh penerapan kebaikan dalam kehidupan sehari – sehari.

Perkembangan teknologi yang serba cepat, memberikan dampak yang begitu besar dalam kehidupan sosial masyarakarat. Tidak dapat dipungkiri bahwa kita perlu menjadi manusia yang dinamis yang harus terus belajar dan berkembang sesuai tuntutan zaman agar tidak tergilas dan semakin tertinggal oleh perkembangan teknologi. Remaja dan anak – anak adalah individu yang mendapatkan dampak besar dalam perkembangan ini. Dampak positif yang dirasakan adalah remaja dan anak – anak menjadi lebih kritis dan peka akan perubahan, mudah dalam mengakses informasi dan teknologi baru, serta memiliki keterampilan tinggi dalam aktivitas digital. Lapangan pekerjaan baru yang bersifat kreatif, banyak dijalankan oleh kaum milenial, bahkan remaja usia sekolah dapat menambah penghasilan uang jajan dari kegiatan – kegiatan transaksi di media sosial dan platform berbelanja online yang memudahkan hidup banyak orang.

Perubahan positif dalam bidang teknologi memudahkan hidup masyarakat. Namun perubahan positif tersebut juga diikuti oleh perubahan – perubahan yang bersifat negatif, terutama dalam aspek identitas dan moral. Menurut Hurlock definisi moral adalah perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial. Moral sendiri berarti tata cara, kebiasaan, dan adat. Perilaku moral dikendalikan konsep konsep moral atau peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya. Identitas menurut Stella Ting Toomey merupakan refleksi diri atau cerminan diri yang berasal dari keluarga, gender, budaya, etnis dan proses sosialisasi.

Remaja dan anak – anak adalah individu yang sedang dalam masa pencarian jati diri untuk membentuk karakter yang akan ia bawa hingga dewasa. Sebagian besar remaja dan anak – anak saat ini menjadikan tokoh tren di media sosial dan artis idola sebagai panutan. Semakin intensnya anak – anak dan remaja mengakses media sosial dan aplikasi lainnya akan menjadi salah satu aspek yang berpengaruh besar terhadap pembentukan karakternya.

Selebgram, seleb tiktok, seleb youtube adalah figur yang menjadi panutan baru bagi remaja dan anak – anak. Mereka menjadi trendsetter bagi banyak orang. Konten – konten yang menarik menjadikan mereka memiliki banyak follower. Model berpakaian, cara berbicara hingga sikap keseharian mereka menjadi panutan bagi banyak remaja dan anak – anak. Kisah perjuangan sukses dan pandangan hidup adalah salah satu penyebab mereka menjadi panutan bagi banyak pemuda. Hanya saja setiap manusia tidaklah sempurna dan memiliki sisi kekurangan. Dibalik kisah sukses mereka, ada juga selebgram yang memiliki cara bicara kurang santun, berkata kotor, hingga cara berpakaian dan bergaul yang kurang sesuai dengan budaya ketimuran dan nilai – nilai agama. Tentunya jika hal tersebut diikuti oleh anak – anak, akan memberikan pengaruh yang kurang baik.

Adanya trend joget – joget di media sosial adalah fenomena baru yang sebenarnya kurang etis apalagi jika mengandung gerakan – gerakan sensual. Sayangnya banyak muslimah berhijab yang ikut melakukannya dengan embel – embel tren dan viral. Melihat berbagai fenomena joget sensual, berbicara kotor, gaya hidup hedonis, dan gaya berpakaian yang menunjukkan aurat, menunjukkan bahwa remaja dan anak – anak mengalami krisis identitas yang disebabkan oleh kurang figur teladan. Ketika remaja dihadapkan dengan perubahan yang serba cepat, namun kurang adanya figur teladan yang kuat maka identitas diri yang dibangun dalam dirinya akan menyesuaikan apa yang sering dilihat dan didengarnya. Misalnya ketika ada ditemukan anak – anak yang telah bisa menirukan adegan pertengkaran suami istri dalam sinetron, atau remaja yang memiliki gaya berpakaian mirip dengan artis idolanya.

Kita bebas memilih figur teladan yang sesuai dengan diri kita karena semua orang memiliki sisi baik dan inspiratif dalam dirinya. Setiap pengalaman dari tokoh idola yang kita temui akan menjadi pembelajaran berharga untuk membuat kita termotivasi dan belajar dari pengalaman hidup tersebut.  Hanya saja perlu adanya pendampingan yang kuat dari sisi orang tua dan guru untuk memilih mana teladan yang tepat yang kurang tepat karena sejatinya mereka manusia biasa yang jauh dari kesempurnaan. Orang tua dan guru hendaknya tidak hanya menyuruh remaja melakukan apa yang diinginkan, namun harus ada contoh yang nyata agar remaja dan anak – anak dapat meniru hal baik tersebut secara langsung. Seperti halnya yang difirmankan Allah dalam QS. As-Saff 61: Ayat 3

كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللّٰهِ اَنْ تَقُوْلُوْا مَا لَا تَفْعَلُوْنَ

“(Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. As-Saff 61: Ayat 3)

Bahkan dalam Alquran,  Allah SWT telah memberikan peringatan bahwa Allah sangat membenci orang yang hanya menyuruh berbuat baik tetapi ia sendiri tidak melakukannya. Karena hal itu merupakan perbuatan yang sia-sia. Untuk itu kita harus melakukan sesuatu yang sama antara perbuatan dan perkataan. Sikap atau tingkah laku baik yang biasa kita lakukan akan menyatu dalam diri kita sehingga ketika kita menyuruh sesorang untuk berbuat baik maka orang tersebut dengan senang hati akan melakukannya.

Seperti halnya kisah inspiratif dari Mahatma Gandhi dikisahkan suatu hari, seorang ibu datang kepadanya dan berkata, “Anak saya menderita penyakit ginjal. Para dokter telah memintanya untuk tidak makan garam, tetapi dia tidak mendengarkan. Dia minta khusus untuk menemui Anda dan dengan senang hati akan melakukan apapun yang Anda katakan.”

Mahatma Gandhi berkata padanya, “Bawa putramu kepadaku setelah seminggu!”

Setelah tujuh hari, ibu dan putranya bertemu dengan Mahatma Gandhi, yang lalu meminta bocah lelaki itu untuk tidak mengonsumsi garam.

Bocah itu langsung setuju.

Sang ibu bingung dengan kejadian itu.

Ia bertanya kepada Mahatma, “Mengapa Anda tidak memberikan saran itu seminggu sebelumnya?”

Mahatma berkata kepada sang ibu, “Ketika Anda datang kepada saya minggu lalu, saya biasa mengasup garam dalam makanan saya.

Saya berkata pada diri sendiri bahwa sebelum saya dapat menyarankan yang lain untuk tidak makan garam, maka saya harus melakukannya sendiri.

Sepanjang minggu ini saya telah menahan diri untuk tidak makan garam dan merasa pantas untuk memberikan saran itu.”

 

Berdasarkan kisah di atas tentunya dalam memberikan teladan kepada remaja dan anak – anak, kita harus memperbaiki dan meningkatkan karakter baik dalam diri sendiri. Selain itu dengan memperkenalkan nilai – nilai keagamaan sejak dini dan tokoh – tokoh inspiratif akan membantu remaja dan anak – anak memiliki tokoh panutan yang kuat. Tidak hanya sekedar tokoh panutan yang mengikuti tren dengan gaya hidup hedonis, namun lebih menonjolkan kepada kerja keras, prestasi dan keistiqomahan dalam beribadah . Bila remaja dan anak – anak telah memiliki figur teladan baik yang mengakar kuat dalam hatinya, maka remaja dan anak –anak akan menjadi pribadi yang memiliki prinsip dan karakter yang kuat di tengah perkembangan sosial budaya masyarakat yang begitu cepat.

*)Guru BK SMP Islam Al Abidin Surakarta

 

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!