Jalan Berlubang dan Ban Bocor
Banyak pengalaman ditengah perjalanan kami jumpai saat menjenguk Rohman. DariĀ yang biasa-biasa saja hingga terkesan dramatik dan heroik. Pernah satu saat kami coba tengok Rohman di pagi buta. Lepas subuh. Masih cukup gelap. Udara dingin menyergap pori-pori tubuh. Meski memakaiĀ jaket, namun daya tembus dingin pagi itu luar biasa. Namun terdorong ingin melihat kondisi āanak lanangā, Ā maka abai hawa dingin dan kondisi jalan gelap.
āHati-hati, mas,ā kata istri menepuk pundak. Karena terasa jalan sudah mulai naik turun.
āBismillah,ā Ā jawabku, dengan coba tetap fokus pandangan ke depan. Sebab aku belum hafal benar, lika-liku jalan sepanjang menuju pondok. Terlebih jika kondisi masih gelap. TerlebihlagiĀ ketika sudah melewati jalan Wates, masuk ke daerah Sedayu arah Pajangan. Kanan kiri pohon jati dan jurang cukup terjal. Meski sudah aspal namun belum semua halus. Dan benar, ada sebuah lubang cukup dalam di tengah jalan, tidak aku lihat dengan seksama. Maka dalam tempo singkat motor oleng. Istri menjerit. Istighfar. Beruntung aku masih bisa kuasai stang motor. Jika tidak, tak tahu apa yang terjadi.
āBerhenti dulu, sudah aku bilang hati-hati, kok ngebut saja,ā Istri mulai gelisah. Memasang wajah cemberut, tanda tidak setuju kalau aku ngebut.
āNggak ngebut kok. Perasaan biasa saja,ā jawabku membela diri.
āBiasa bagaimana, coba kalau tadi mas tidak bisa kendalikan stang. Lihat sebelah kiri jalan tuu, ā terangnya lagi. Tanpa disuruh aku mendongak ke kiri. Lumayan tajam dan curam juga. Sebenarnya akupun deg-degan juga. Dengan kejadian baru saja. Namun untuk menunjukkan bahwa aku laki-laki, maka rasa kawatir dan gugup aku simpan. Aku ganti dengan sikap maskulin, sok melindungi dan peduli. Emosi istri mulai menurun. Perjalanan dilanjutkan.
Namun belum genap seratus meter berjalan. Ban motor terasa terseok-seok. Seolah menjerit, berontak Ā tidak kuat menahan beban kami berdua dan barang bawaan yang sesungguhnya tidak seberapa. Duh, pikirku, ban bocor. Benar. Kami menepi. Namun dipagi buta mana ada bengkel motor buka. Mau tidak mau motor Vario 2011 yang lumayan berat, bahkan dikenal motor terberat edisi di tahun-nya, aku tuntun. Aku tidak tahu ekspresi istri. Yang ada dalam pikiranku hanya segera sampai di pondok, sehingga bisa melihat kondisi Rohman. Meski dari jauh. Ini kali kedua aku lihat Rohman dia sedang main bola, di tanah lapang yang ada di luar pondok. (bersambung ……….)