30.7 C
Jakarta

Rembulan di Atas Bukit Pajangan (bagian ke-41)

Baca Juga:

# Suasana Pandemi Covid di Pondok

PANDEMI Covid-19 dampaknya sampai ke mana-mana. Tak luput juga ke pondok di atas bukit itu. Orang tua mana yang tidak ingin tahu kabar anak-nya terkait dengan penyebaran virus Covid-19 ini. Yang aku bersyukur manajemen pondok menerapkan pola open. Terbuka, transparan terhadap santrinya. Artinya tidak ada kesan ditutup-tutupi bagi mereka yang terdampak. Termasuk ketika mereka yang mengalami gejala-gejala awal didata. Yang sampai tidak bisa mem-bau, dicatat. Mereka harus isoman. Isolasi mandiri. Dan salah satu yang tidak bisa mem-bau dan harus isoman itu adalah Rohman.
Sedih? Ya. Pasti. Tapi tidak berlarut-larut. Bersyukur kami diijinkan oleh pondok untuk menengoknya. Aku tidak sabar ingin melihat kondisinya.
“Bagaimana ceritanya, le?”
“Awalnya, badan panas, lama-lama gak bisa membau,”
“Semangat mas. Insya Allah sehat nanti,”
Bersama beberapa teman se-pondok 6 hingga 8 orang Rohman masuk program karantina. Yang belakangan lebih dikenal dengan isoman. Dengan menjaga jarak, Rohman cerita satu-satu awal mula merasakan tubuhnya ada sesuatu yang lain. Sesekali masih aku lihat senyumnya. Artinya dia sendiri yang mengalami, tidak terlalu larut dalam kesedihan.
“Sekarang sudah biasa kok. Cuma karena harus karantina ya ngikut saja, pak,” kata Rohman
“Dapat dari mana ya le?”
” Itu yang kami tidak tahu. ”
” Terus sementara gak bisa ikut kajian rutin ya?”
” Iya, paling hanya dengar lewat pengeras suara. Terdengar dari tempat karantina. Sementara gak boleh gabung dengan teman-teman yang di serambi,”
Itu beberapa dialog singkat dengan Rohman, saat tahu dirinya positif terkena Covid-19. Ibunya membawakan vitamin, makanan tambahan dan beberapa tambahan bekal lainnya.
Harapannya tentu satu, agar dia tetap tenang, meski positif.
Dengan memberikan informasi yang transparan ini, membuat orang tua santri lebih lega. Dari pada disembunyikan, akhirnya justru akan menimbulkan klaster baru. Klaster pondok. Kebijakan pondok ini, saya dengar dari orang pertama di pondok, Ust Agus – agar orang tua lebih bisa memahami keadaan putra-putrinya. Sehingga tahu apa yang harus dilakukannya. Tidak terlalu panik dan semacamnya.
Kini pandemi masih berlangsung. Jam kunjung wali memang lebih dibatasi. Semua itu untuk kepentingan semuanya, termasuk kebijakan phone tanpa VC (video call). Kamipun menerimanya. Lebih dari cukup. Mendengar suara buah hati di sebrang bukit, cukup obati rasa rindu –-bersambung

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!