28.2 C
Jakarta

Rembulan di Atas Bukit Pajangan (bagian ke-47)

Baca Juga:

# Akhirnya, Tasmik Itu Tiba

Sebenarnya sudah seminggu ini, aku sendiri tidak lagi memikirkan, Rohman sampai juzz berapa di pondok. Meski kadang pertanyaan dan keingintahuan itu selalu menari-nari di hati. Namun selalu aku tepiskan. Tidak mudah memang. Karena aku takut, semua itu merupakan ego yang ditumpangi nafsu syetan. Justru yang aku pikirkan belakangan adalah bagaimana makannya, bagaimana mandinya dan semacamnya. Maklum anak seusia SMP – belasan tahun soal MCK (mandi cuci kakus) masih suka abai. Cuek. Cenderung kurang memperhatikan.

Sayangnya atau malah untungnya untuk urusan makan minum, Rohman termasuk yang tidak begitu rewel. Di rumah dulu pun demikian. Jarang minta makan minum yang aneh-aneh. Apa adanya dimakan. Justru kadang kami sebagai orang tuanya yang tidak tega. Kemudian mencoba menawarinya. Namun belakangan keinginan itu justru muncul lagi. Maka kemudian kami tak jarang mencari partner wali santri untuk bisa mengirim makanan ke pondok. Misal sekedar lele, magelangan, roti atau yang lain. Yang ringan-ringan.

Jika ada kesempatan phone diakhir pekan maka yang sering aku tanyakan juga makannya, minumnya, mandinya. Hampir semua tidak masalah. Hanya kemarin, tepatnya seminggu yang lalu, aku agak kaget, phone menjelang maghrib, aku tanya sudah mandi belum. Jawabnya “Belum pak,”. Aku coba cari tahu kenapa sampai belum mandi jelang maghrib? Katanya karena harus antri. Aku menahan. Aku tetap berpikir pihak manajemen pondok sudah berusaha maksimal untuk menyediakan tempat MCK bagi santrinya.

“Rohman, mungkin yang belum bisa mengatur waktunya,” tanyaku, sambil garuk-garuk kepala. Karena tidak ingin menyalahkan pihak pondok.
“Ada yang mampet pak,” jawab Rohman. Entah benar, atau salah. Aku tidak mencoba mencari tahu. Karena tidak arif men-just sesuatu yang tidak tahu kondisi sebenarnya. Hanya laporan sepihak. Biarlah kalau memang itu benar, anak juga bisa belajar. Pertama sabar, kedua dia bisa mengkondisikan dengan situasi demikian.

Itu kondisi seminggu yang lalu. Aku sudah hampir lupakan. Justru pagi habis subuh, jelang jam 6, aku lihat di chat grup wali santri, lengkap dengan photonya- Rohman sudah berani tasmik-5 juzz. Hafalan 5 juzz dari juzz 1-5 dia menghafalkan di depan teman-temannya. Aku sempat tercekat. Justru saat aku tidak memikirkannya dengan sungguh, kabar baik itu datang dari atas bukit Pajangan. Aku sempat menangis dalam hati. Bahagia. Tapi aku simpan saja 9 – (bersambung)

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!