31.3 C
Jakarta

Respon Persoalan Kebangsaan Jelang Pemilu Serentak 2024, LHKP Muhammadiyah Keluarkan 9 Pernyataan Sikap

Baca Juga:

MAGELANG, MENARA62.COM – Perkembangan kehidupan kebangsaan akhir-akhir ini ditandai dengan berbagai situasi yang dirasa semakin menjauh dari sasaran-sasaran Pemerintah yang bercita-cita membangun perekonomian yang adil dan tumbuh dengan sehat, kesetaraan kesempatan politik dan hukum untuk semua, meniadakan rasa takut di masyarakat, serta meningkatkan pelayanan publik. Sulitnya mempertahankan stabilitas harga bahan-bahan pokok bagi masyarakat yang mungkin terpicu akibat kenaikan harga energi, juga maraknya drama kekerasan di masyarakat belakangan ini, menjadi indikasi semakin memburuknya kemampuan menjunjung peningkatan kemampuan perekonomian masyarakat serta penegakkan hukum yang adil.

Melemahnya gerak pemberantasan korupsi yang pada beberapa kasus malah terkait dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), menyebabkan semakin memudarnya visi memajukan bangsa sebagai agenda bersama baik pemerintah maupun kelompok masyarakat sipil. LHKP Muhammadiyah tidak akan henti untuk memberikan masukan, baik berupa pernyataan maupun antisipasi solusinya kepada para pemangku kepentingan. Misalnya, seperti pernah disampaikan terkait dengan UU Cipta Kerja, UU IKN, dan UU Minerba yang tampaknya belum diperhatikan sungguh-sungguh sehingga masih terus menimbulkan polemik di masyarakat.

Meyikapi situasi tersebut, LHKP Muhammadiyah melalui siaran persnya menyampaikan 9 pernyataan sikap. Pertama, pesta demokrasi Pemilu Serentak dan Pilkada Serentak Nasional Tahun 2024 semakin menghangat disertai berbagai manuver politik yang terus membombardir dan menjejalkan pengaruhnya melalui media informasi. Salah satunya adalah berupa wacana yang secara sengaja digerakkan oleh kelompok tertentu terkait pencalonan presiden untuk memimpin lebih dari 2 (dua) periode.

“Wacana tersebut jelas tidak sehat bagi demokrasi yang menjadi amanah reformasi serta semangat pembatasan kekuasaan (konstitusionalisme) sebagaimana telah ditegaskan oleh konstitusi. Oleh karena itu, wacana tersebut harus tegas dihentikan,” kata LHKP Ketua, Dr. Agus HS. Reksoprodjo, ST. DIC dalam pernyataan tertulisnya, Ahad (18/9/2022).

Kedua, polarisasi politik sebagai dampak dari taktik politik elektoral yang cenderung berupaya terus membelah dan bukannya merangkul kesatuan, telah menyebabkan terjadi kutub kutub masyarakat yang tidak kondusif di satu negara yang berlandaskan kesatuan dalam keberagaman. Penyebab polarisasi terindikasikan akibat sistem salah kaprah ambang batas pencalonan presiden (presidential nomination threshold) yang yang mengantarkan pada praktik politik transaksional-oligarkis serta menutup kesempatan masyarakat luas untuk merrjadi kandidat secara adil dan setara.

Menurut Agus, sudah semestinya semua pihak bersepakat untuk memberikan kesempatan yang adil bagi rakyat untuk bisa mendapatkan lebih banyak pilihan dan terhindar dari politik pecah belah, teror, ataupun rasa takut. Bila keterbelahan itu terus berlanjut, maka bangsa ini pasti akan mengalami demokrasi politik yang stagnan, involutif, dan bahkan mengalami kemunduran.

Sehubungan itu, LHKP Muhammadiyah mendukung penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan mendesak partai politik untuk memberikan pilihan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang lebih beragam serta tidak menimbulan benturan di masyarakat melalui antitesis 2 (dua) pasangan calon seperti halnya Pemilu 2014 dan Pemilu 2019.

Ketiga tugas kebangsaan seluruh elemen bangsa adalah untuk memastikan Pemilu Serentak dan Pilkada Serentak Nasional Tahun 2024 berlangsung lebih bermartabat dengan memulai pada penguatan nilai, karakater, serta integritas sebagai kriteria mutlak untuk para calon pemimpin nasional. Pelaksanaan tahapan pemilu harus berjalan demokratis dan terlaksana sesuai tata kelola pemilu (good electoral governance) yang mampu menghasilkan kepemimpinan yang kuat dan visioner, dengan menempatkan kepentingan bangsa sendiri sebagai nilai utama bagi jalannya pemerintahan.

“Untuk itu, saatnya Indonesia juga secara strategis membangun hubungan dan kerjasama dengan. negara-negara sahabat di dunia,” tegasnya.

Keempat, LHKP Muhammadiyah prihatin dengan menguatnya demoralisasi di sektor ketatanegaraan sehingga perundang-undangan yang cacat secara moral konstitusional seolah menjadi sesuatu yang normal. Oleh karena itu, Mahkamah Konstitusi (MK) perlu lebih mempertegas kualitas independensi dan kenegaraannya melalui keputusan yang merefleksikan jiwa dan nilai filosofis yang terkandung dalam UUD 1945.

Kelima, penegakkan keadilan hukum khususnya di ranah pemberantasan korupsi harus terus menerus didorong, dikritisi, diapresiasi, dan diperkuat kembali sebagai upaya menjalankan amanah bangsa dan reformasi. Jangan sampai marwah komisi pemberantsan korupsi menjadi lemah hingga tidak lagi mendapatkan kepercayaan publik. Titik lemah korupsi yang terjadi secara luas saat ini salah satunya akibat dari tata kelola sumber daya alam yang melibatkan kepentingan pemodal yang terus. memperkuat cengkeramannya di atas kepentingan bangsa.

Keenam, pro-Kontra RUU-KUHP yang berpotensi mengancam kebebasan, yang bila dipaksakan untuk diundangkan, akan kembali mengulang praktik buruk legislasi sebelumnya. Hal itu terjadi akibat tidak diberikannya kesempatan pada partisipasi masyarakat luas secara adil dan bermakna dalam pengambilan kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. LHKP PP-Muhamamdiyah merasa perlu memastikan agar proteksi pada demokrasi tetap dinomorsatukan dan karenanya pihak-pihak berkepentigan pada legalisasi RUU-KUHP harus terbuka membaca hasil kajian, mendengarkan dan menimbang keluhan serta masukan masyakarat dan para ahli, juga melaksanakan simulasi praktis uji terapan sebelum mengundangkannya.

“Masyarakat juga perlu dikuatkan dengan pengetahuan penegakkan hukum dan HAM melalui gerakkan pendidikan politik maupun pendidikan paralegal sehingga pengetahuan tersebut bisa membantu masyarakat lebih berdaya saat berhadapan dengan perkara hukum yang berkeadaban melalui jalur pengadilan,” lanjut Agus didampingi Sekretaris, Abdul Rahim Gazali,M.Si.

Ketujuh, terkait potensi membesarnya inflasi sebagai turunan akibat kenaikan harga-harga yang bisa menyebabkan meningkatnya angka kemiskinan di masyarakat, perlu diantisipasi hilangnya fairness (kompetisi yang bebas, adil, dan setara) saat pelaksanaan Pemilu Serentak dan Pilkada Serentak Tahun 2024. Sebab, pada setiap peluang terjadinya kemiskinan, maka potensi terjadinya money politics (jual beli suara) akan semakin besar.

Karenanya, LHKP Muhammadiyah mengajak Pemerintah dan Parlemen agar berani lebih transparan dalam menyampaikan hasil kajian politik ekonominya terkait penentuan harga dan subsidi energi secara akademik. Serta lebih terbuka untuk melihat apakah dampak yang dikhawatirkan bisa mengurangi fairness pada pesta demokrasi Pemilu Serentak dan Pilkada Serentak Nasional Tahun 2024 melalui eksploitasi masyarakat termiskinkan melalui taktik money politics.

Kedelapan, berbagai demonstrasi sebagai protes atas kebijakan pemerintah belakangan ini yang terjadi di berbagai daerah sangat tidak kondusif dalam upaya kita bersama untuk bisa bangkit dari keterpurukan ekonomi akibat pandemi Cavid-19. Sebagaimana yang diharapkan Pemerintah guna segera bisa meraih PDB lebih dari 7% dalam rangka menjaga kesehatan pertumbuhan perekonomian menuju kesejahteraan yang adil bagi seluruh rakyat Indonesia.

Untuk itu, LHKP Muhammadiyah perlu mengingatkan pihak pihak pelaku pengamanan pada setiap unjuk rasa masyarakat agar tidak represif serta tetap memegang teguh komitmen pada nilai-nilai pengayoman dan pelayanan bagi masyarakat dengan selalu menciptakan suasana yang kondusif dan menyejukkan. Pihak pihak yang berkepentingan dengan Pemerintah juga harus berani tampil berdialog lebih terbuka dengan masyarakat. Menjelaskan sambil menenangkan masyarakat sebagai bentuk komitmen berdemokrasi di Indonesia guna menuju kedewasaannya.

Dan kesembilan, mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan tanggungjawab pemeritah sebagai amanat konstitusi yang harus diwujudkan melalui sistem pendidikan nasional yang bermartabat. Oleh karena itu DPR bersama Pemerintah harus segera meninjau kembali UU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, khususnya terkait proses privatisasi dan kapitalisasi terhadap dunia pendidikan dengan menjadikan perguruan tinggi sebagai objek pengenaan pajak.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!